Bab 16

36 23 11
                                    

Meskipun identitas GGS sudah diketahui warga sekolah, sebenarnya tak membuat gadis-gadis yang mengagumi GGS berhenti melakukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Meskipun identitas GGS sudah diketahui warga sekolah, sebenarnya tak membuat gadis-gadis yang mengagumi GGS berhenti melakukannya. Mereka hanya menahan, karena status GGS yang merupakan anak pengamen jalanan yang tidak mempunyai orang tua dan hidup miskin, tidak punya masa depan yang bagus. Begitulah pikiran mereka yang membuat mereka sedikit menjauh.

Buktinya di sepanjang lorong dan koridor yang Biru lalui banyak gadis yang masih melihat dirinya dengan sorot mata kekaguman. Kagum karena pesona Biru yang mengalahkan artis. Intinya pesonanya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Jalan pria itu yang berkharisma dengan wajah menahan amarah karena alisnya terlihat menekuk.

"Biru kok kayak marah gitu ya?"

"Mungkin ada masalah."

"Tapi gue gak tahan liat Biru kayak gitu sumpah. Mana ada pengamen bentukannya sesempurna Biru dan GGS?"

"Gue juga agak gak percaya sih sama fakta itu, tapi GGS gak bantah juga soal itu."

Biru yang semula berjalan sedikit merunduk, kini mendongak. Entah apa yang merasuki dirinya tiba-tiba langkahnya terhenti kala melihat Zeha tengah berjalan ke arahnya sambil membenarkan letak pakaiannya. Ada almamater juga yang tersampir di lengan kirinya.

Tak mau menganggu Zeha, ia pun memutuskan untuk pergi. Fokus pada tujuannya untuk mencari keberadaan Akmal. Namun urung ketika seruan namanya terdengar ke indra pendengaran. Biru menoleh dan membalikkan setengah badannya menghadap Zeha.

"Biru, ini alamamter lo, makasih ya." kata Zeha tersenyum ramah.

"Kenapa gak lo pake aja?" tanya Biru.

"Ish gak sopan, masa iya almamater dipake di pinggang sih."

Biru terkekeh, kedua tangannya terangkat mencium almamater bekas Zeha kenakan. Ia refleks menjauhkan hidungnya yang mengerut selepas menghirup aroma dari almamater. "Emh, bau nih bekas keringet lo!"

Zeha membelalakan matanya lalu memukul bahu Biru tak terima. "Enak aja lo, gue pake dibadan aja nggak kok. Bekas lo kali."

"Iya kali ya."

"Yeuhh." Zeha ingin melangkah meninggalkan Biru namun tertahan karena Biru menarik pergelangan tangannya.

"Mau kemana?"

"Kepo banget lo."

Biru berdecak lalu menarik Zeha hingga menubruk tubuhnya kemudian menyeceloskan tangannya di belakang leher Zeha. Merangkul gadis itu erat-erat.

"Gue harus jagain lo, nanti ilang gimana?"

"Ish gue udah gede gini kok, lepas!"

"Nggak," keukeuh Biru sembari mengajak Zeha untuk berjalan ke tempat yang ingin dituju gadis itu. Bertemu Zeha seakan membuat Biru lupa kemarahan dan tujuannya tadi.

"Ze, lo malu?" tanya Biru, di setiap kaki mereka melangkah entah kemana.

"Iya, gue malu lo rangkul gue gini kayak orang pacaran aja," jawab Zeha seadanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEVEN DREAMERS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang