X IPS 7

7 3 0
                                    

Alexander Academy

Begitulah tulisan yang terpampang jelas saat memasuki kawasan wilayah ini. Iya .. sekolah baru dan perjuangan baru.

Bahkan untuk memasuki sekolah ini perlu perjuangan. Angka raport yang harus diatas rata-rata serta tes ujian maupun psikotes. Tak heran. Sekolah ini menjadi salah satu sekolah terfavorit.

Tap .. tap .. tap

Suara langkah kaki terdengar berjalan menuju kelas baru. Sambil sesekali mengamati pemandangan sekitar. Banyak pepohonan dan fasilitas terawat dengan baik. Hingga secara tak sadar langkah kaki perlahan memelan dan tepat berhenti ketika melihat pintu dengan papan yang bertuliskan
"Welcome To Class X Ips 7"

Mataku mengedarkan pandangan. Hingga tertuju pada bangku belakang. Dengan cepat segera ku  hampiri agar tidak ada yang mendahului.

Kepribadian introvert. Membuat diriku nyaman menyendiri. Walau resikonya temannya hanya itu-itu saja. Sedikit tapi berkualitas itu lebih baik.

"Hufhhh," helaan napas terdengar ketika bokong menyentuh alas bangku paling belakang. Entah, seketika merasa ada beban.

Sebenarnya masalah sepele. Cuman kadang, sebagian orang malah melebihkannya.

Jurusan IPS

Sewaktu SD SMP banyak sekali olimpiade ipa yang di ikuti. Tanpa dipungkiri, banyak piala yang berjejer di rumah.

Tapi sekarang .. jurusan ips yang dipilih.

"Kenapa masuk ips? Seharusnya ipa, kan kamu pinter ipa."
"Kamu cocok jadi dokter, kok masuk ips?"

Kelas masih sepi. Belum banyak yang datang. Ku amati satu-satu sampai fokus ku tertuju pada dua orang lelaki yang meributkan bangku depan.

Iya,
Lelaki.

Biasanya meributkan bangku belakang. Sekarang malah bangku depan. Dahiku sedikit terangkat mengernyit. Mungkin roh mereka dirasuki Albert Einstein

■■■■■

"Ganteng kiw kiww. Gantian posisi yuk. Gak kasian sama adek imut lo?" Daren menoleh sambil memasang senyum manisnya.

"Imut darimana lo? Ujung sedotan?" sarkas Daryn lebih tepatnya jijik mendengar ucapan kembarannya.

"Cihh, pelit, durhaka, ga ada akhlak," segala umpatan tertuju pada Daryn.

"Lo tau kan. Gua duduk di pojok depan bree," Daren memelas.

"Dih, bersyukurlah. Masih depan ini."

"Asal lo tau yaa," tangan Daren menjulur menyingkap gorden di jendela.

"Liat noh papan tulis. Glowingnya ngalahin pantat bayi. Mana keliatan gua. Ngerti sekarang? Ngerti dong masa ga ngerti."

"Derita lo. Amal lo dikit berarti. Jadi apes," merasa jenggah. Daryn melangkah
keluar kelas. Meninggalkan adiknya yang rada-rada. Rada gila

"Emang dasarnya akhlak lo ketinggalan di rahim," Daren mengacak rambutnya kesal. Ingin sekali menjambak rambut kakaknya. Tapi ia sadar. Cukup Daryn yang durhaka, Daren jangan.

Mata Daren mengamati sekitar kelas. Niatnya ingin berkenalan dengan teman barunya. Sampai tidak sengaja ekor matanya melihat ke arah barisan belakang. Ada gadis yang sedari tadi melihatnya. Mereka saling beradu pandang

Lima detik berlalu ..

Gadis tersebut memutuskan kontak mata duluan. Ia tertunduk malu. Bisa diliat kalau pipinya sedikit merona.

shazadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang