DUA

20.5K 2.2K 175
                                    

Disclaimer:

Bab ini mengandung bawang sangat, tolong sediakan tissue dan air hangat. Biar kalau batuk langsung minum aer, sekalian kalau masuk angin pakai koyo atau minum tolak angin. Ehe, apaan sih? Garing!

Intinya selamat membaca.

Oh iya, satu lagi, dari prolog sampai chapter 1 ada kesalahan teknis yak. Sebenarnya Agam tuh dipanggil Abang sama keluarga dan seisi kampungnya, jadi bukan Kakak ya gaes. Kesalahan teknis, biasalah manusiawi ye kan. Agam lupa beliin Authornya nasi padang, jadi ngamok dia. Wkwk.

Dah, lah, lanjut baca aja klean. Nggak usah ngakak!

....

Pada akhirnya, tak ada yang bisa mengalahkan kehebatan cinta keluarga setelah cinta Allah dan rasul-Nya. Sesulit apa pun hidup ini, sampai di ujung penderitaan sekalipun, kesetiaan keluargalah yang menjadi kekuatan atas segala ujian yang Allah berikan.


Setelah kelahiranku, kebutuhan ekonomi keluarga semakin bertambah. Di saat bersamaan pula, Ayah harus jualan kue klepon. Sedih rasanya pas tahu aku tumbuh dengan kondisi yang serba kekurangan. Terlebih lagi, aku hampir dibeli sama pasangan suami istri berkebangsaan Tionghoa.

         Melalui cerita Mama, saat itu harapan satu-satunya keluarga adalah Ayah keterima bekerja sebagai buruh di Pabrik Garuda.

         "Ayah, gimana? Apa keterima?" Saat itu Mama bertanya pada Ayah setelah balik dari wawancara akhir untuk menjadi pegawai. Posisi Mama sedang menggendong aku yang tertidur pulas di dekapan Mama.

         "Belum rejeki, Ma."

         "Jadi kita harus gimana? Anak kita ini sudah pengen dibeli sama Kokoh Lee. Siang tadi dia ke sini lagi bersama istrinya menawarkan sejumlah uang yang cukup besar kalau kita menyerahkan hak asuh Agam ke mereka."

         Ayah hanya mengembuskan napas pasrahnya kala itu sambil merebahkan diri ke atas sofa, disusul dengan Mama yang duduk di sebelahnya. Ayah tidak merespon ucapan Mama.

"Mau jadi apa Agam kalau hidup bersama kita dengan kondisi ekonomi seperti ini, Yah? Setidaknya hidup dengan keluarga Koh Lee masa depan Agam terjamin," lanjut Mama. "Lagipula ramalan tentang anak kita yang kata mereka sio Agam baik dan akan membawa keberuntungan bagi keluarga kita juga. Jadi kita tidak perlu khawatir, Ayah."

         "Iya, Ma. Sabar. Nanti Ayah pertimbangkan lagi. Masih ada waktu untuk mencari pekerjaan yang layak. Insya Allah, ada jalan tanpa harus mengorbankan anak."

Tiba-tiba Mama berdiri, suaranya sudah lirih dan matanya berkaca-kaca. "Agam sudah mengalami hidup yang susah, Yah. Jadi lebih baik Agam hidup bersama orang yang memang keadaan ekonominya stabil dan kaya raya."

"Maaa ... jangan bilang seperti itu. Kalau anak kita sudah besar dan tahu. Mama mau bilang apa? Mama nggak sayang sama anak kita?"

"Justru karena Mama sayang, makanya Mama mau Agam hidup dengan orang yang berada, Ayah!"

Tangis pun pecah di sana. Tak lain, Ayah langsung meraih Mama dan memeluknya. Mereka berdua saling menguatkan.

         Tak dipungkiri lagi, alasan pasutri berkebangsaan Tionghoa itu ingin mengadopsi aku menjadi anaknya, itu karena aku menggemaskan dan kelak akan membawa keberuntungan bagi mereka. Selain itu kondisi orang tuaku pasti akan terbantukan. Memang terlahir menggemaskan dan diminati banyak orang ada tidak enaknya juga, ya.

Namun pada akhirnya, Iman Ayah dan Mama lebih kuat. Mempertahankan aku di tengah kondisi finansial yang buruk is another level of happiness. Ujian Ayah dan Mama saat itu begitu berat, dan tak kusangka mereka bisa berjuang sampai masa-masa sulit aku proses tumbuh berkembang terlewati dengan baik, sampai akhirnya aku punya adik cewek yang juga gemoy. Tapi lebih menggemaskan aku.

Kilas balik Ayah dan Mama yang memilih untuk menikah muda, dan setelah mereka menikah barulah Ayah kuliah saat aku berumur dua tahun. Saat itu Ayah lulus seleksi masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang bisa dikatakan kampus yang selektif, dan Ayah lulus dengan nilai tes tertinggi dan mendapatkan beasiswa. Alhasil, uang beasiswanya itulah yang bisa menghidupi aku dan Mama di umurku yang masih dua tahun.

Namun bagaimana pun kondisi ekonomi dalam keluarga, orang tuaku begitu hebat. Sejak kecil Ayah tidak mau anak-anaknya hidup susah. Kalau anak tetangga juga punya mainan dan anaknya mau, ya pasti Ayah akan berusaha untuk membelikan mainan yang serupa dengan anak tetangga. Tidak ada istilah hemat, kalau menyoal kebahagiaan anak pasti diturutin. Kebutuhan dan permintaan anak selalu menjadi prioritas utama.

Pada akhirnya, tak ada yang bisa mengalahkan kehebatan cinta keluarga setelah cinta Allah dan rasul-Nya. Sesulit apa pun hidup ini, sampai di ujung penderitaan sekalipun, kesetiaan keluargalah yang menjadi kekuatan atas segala ujian yang Allah berikan.

***

To be continue ...

Tantangan untuk pembaca:
1. Pastikan kalian sudah follow akun wattpad ini dan instagram dua penulis novel ini (@agamfachrul04 dan @yudiiipratama)
2. Narasi/dialog yang membuatmu terkesima dari novel ini, silakan sebar ke sosial media dan jangan lupa tag instagram para penulis
3. Pastikan kalian menjadi 1 juta pembaca pertama di Wattpad untuk novel tentang Agam ini (Bantu wujudkan, ya!)
4. Versi Wattpad dan Novel nanti akan berbeda, jadi jangan sampai ketinggalan setiap bab-nya.

4 Masa 1 MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang