Chapter 6: Dreaming

607 47 4
                                    

"Nenek Alhaitham lulusan Akademia, kan?"

Sore itu, rumah Alhaitham penuh dengan banyak perempuan perempuan muda yang bocah itu tidak kenali. Mereka semua duduk berbincang bincang dengan nenek kesayangannya, Alhaitham sendiri hanya menatap dari balik pintu kamar kecilnya.

"Ah, iya, anak dan menantu saya keduanya juga lulusan Akademia,"

"Baguslah! Apa ada cara supaya anak saya juga bisa lulus ujian masuk Akademia?"

"Saya juga mau tahu, anak saya bermimpi untuk masuk Akademia!"

"Kau ini! Kalau anakmu mau masuk Akademia, ya suruh belajar sana!"

"Anak pirang itu dekat sekali yah dengan Alhaitham... Saya berharap anak saya juga bisa bermain dengan Alhaitham"

Pusing, rasanya pusing.

Mungkin jika Alhaitham tidak bisa mendengarnya, ia memilih untuk kembali tuli. Bocah abu itu pun melepaskan benda kecil yang tersarang di telinganya, memilih untuk tidak mendengar pembicaraan mereka. Alat itu singkatnya adalah alat bantu dengar, yang sebulan lalu ia temukan diatas nakas neneknya. Berkat alat kecil itu, Alhaitham setidaknya bisa mulai belajar untuk mendengar, belajar membaca bibir dan ekspresi wajah, bahasa tubuh, berbicara verbal, dan membaca lebih lancar, walau usianya sudah tujuh tahun yang mana sudah termasuk terlambat. Berkat kejeniusannya, dia berhasil menguasai banyak hal itu dengan cepat.

Tapi ada satu hal yang ia sesali saat ia bisa mendengar, ternyata lingkungannya memanfaatkan dia dan neneknya yang notabenya adalah lulusan Sumeru Akademia, sekolah paling terkenal sepenjuru Tevyat, dimana orang orang akan bersusah payah dan berkorban demi masuk Sumeru Akademia.

Bohong jika anak anak desa itu ingin bermain tulus dengan Alhaitham, mereka semua terpaksa bergaul dengan bocah abu itu agar dapat mengeruk informasi dari neneknya, katanya. Sebagian lain berharap agar Alhaitham bisa menularkan kejeniusannya yang banyak orang sudah kira berkat reputasi kedua orangtuanya. Alhaitham sendiri mengaku jika ia tidak bisa mendengar—walau ia sebenarnya bisa mendengar dengan bantuan alat kecil itu, tapi bahasa isyaratnya sama sekali tidak dipahami anak anak yang sengaja bermain dengannya, membuatnya malas.

Alhaitham hanya berharap anak anak itu bisa pergi secepat mungkin karna Alhaitham tidak membantu apapun pada mereka, bahkan berbicara saja bocah abu itu enggan.

"Sudah tiga hari kita main di rumah Alhaitham, tapi dia cuma duduk aja!"

"Ibuku pasti akan marah jika aku pulang sekarang..."

"Ya sudah kita main sendiri aja!"

"Hei! Jangan keras keras! Nanti dia dengar!"

"Biar! Dia kan tuli, mana bisa dengar!"

"Dasar! Kenapa sih Ibu selalu memaksaku bermain dengan orang tuli! Apa serunya, sih?"

"Ibuku juga!"

"Alhaitham itu... Mana bisa membantu kita masuk Akademia? Dia saja tuli, tidak bisa baca tulis, bahkan tidak bisa berbicara."

"Padahal kemarin Ibuku sudah membawakannya banyak buah, makanan manis, dan meat stew"

"Sudah sudah! Kita pergi aja!"

Jahat sekali rasanya, padahal Alhaitham jelas jelas bisa mendengarnya. Berkat itu ia mengerti jika lingkungannya benar benar memanfaatkannya, dan tidak hanya ia saja, neneknya juga.

"Kakak pirang itu... Kapan dia kembali? Sudah sebulan lebih..." Monolog Alhaitham sambil lanjut meringkuk diatas kasur dan memeluk kakinya. Sebulan penuh pikirannya penuh dengan kakak pirang yang ia sebut tadi.

Ia merindukannya.

Yang Alhaitham tidak tahu bahwa 'kakak'nya itu tidak akan kembali dalam waktu dekat, karena baru bulan lalu ia berhasil lolos ujian masuk Sumeru Akademia bagian elementary school, yang berarti ia tidak bisa bertemu sampai 'kakak'nya itu sampai lulus kuliah. Namun, Alhaitham tidak mengetahui hal itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Words 言葉 - Kaveh x Alhaitham AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang