“Aku masih disini, menunggu dunia memperbaiki apa yang ia rusak”
“Aku suka disini, aku juga suka-“Belum sempat Bian menyelesaikan ucapannya, seseorang yang berada dilantai bawah memanggilnya, “Bian kamu sudah pulang?”
Mendengar itu Nara menatap Bian dengan ekspresi bertanya.
“Turun yuk ra.” Ajak Bian.
“Itu siapa? Mama kamu?” tanya Nara.
Bian menggangguk sebagai jawaban.
Setelahnya Bian berjalan untuk menuruni anak tangga diikuti Nara dibelakangnya.
Sesampainya dibawah, mereka disambut oleh wanita paruh baya yang mengenakan pakaian formal berwarna putih.
Nara menatapnya canggung, sedangkan wanita dihadapannya menatap Nara dengan menelisik dari atas hingga bawah.
“Siapa kamu?” yang paling tua bertanya dengan nada datar.
“Dia temen Bian ma.” Bian lebih dulu menjawab sebelum Nara membuka mulutnya.
“Sejak kapan kamu punya temen perempuan seperti dia?” wanita itu berjalan menuju sofa mewah ditengah ruangan, ia mendudukan dirinya dengan anggun disana.
“Udah lama.” Bian berucap sembari menggandeng Nara untuk ikut duduk.
Sekarang mereka duduk dengan posisi Bian bersebelahan dengan Nara sedangkan wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Bian kini duduk dihadapannya.
“Jadi ada perlu apa kemari?” wanita itu berujar dengan pandangan tak suka kepada Nara.
“Nggak ada apa-apa ma, Bian cuma mau ngajak Nara main kesini.”
“Mama tanya sama dia, bukan sama kamu Bian.”
“Ma udah, lagian nggak lama kok, ini juga udah mau pulang.”
“Bagus deh, jangan sampai papa kamu lihat teman kamu ini. Bisa malu dia lihat anaknya punya temen gelandangan.” Ucapnya mencemooh.
Nara tersenyum mendengarnya.
Jujur hatinya sakit, sakit sekali. Tapi apa boleh buat, ini pertemuan pertamanya, ia tak boleh memberi kesan tak sopan.
“Kalau begitu saya permisi tante.” Nara berdiri, tangannya terulur untuk menjabat tangan wanita didepannya.
Tak menghiraukan uluran tangan Nara, wanita itu malah terkekeh lalu ikut berdiri menatap Nara.
“Langsung keluar saja, tau pintu keluarnya kan? Atau mau saya antar?”
Perlahan Nara menurunkan uluran tangannya kemudian kembali tersenyum manis, “Saya bisa keluar sendiri kok tante, terima kasih.”
Setelahnya Nara berjalan untuk keluar.Bian hendak menyusul, namun tertahan oleh ucapan sang mama, “Kamu ikuti dia, habis dia ditangan mama.”
Diluar, tepat sebelum Nara keluar dari gerbang megah itu, sebuah mobil memasuki pekarangan.
Dari pintu kemudi keluar seorang pria dengan kemeja yang tak lagi rapi. Ia berjalan mendekati Nara.
“Siapa kamu?” tanyanya.
“Saya Nara.”
“Nara? Pembantu baru disini?”
“Bukan, saya teman sekolah Bian.”
Setelah mengucapkan itu, Nara kembali melangkahkan kakinya untuk meninggalkan rumah besar ini.“Apa ini Bian, sudah berani melawan kamu ya.” Lirih pria itu sembari melihat Nara yang kian menjauh.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai dalam JENGGALA (On-Going)
Teen FictionDunia berjalan sesuai garisnya. Semesta hanya menuntun, memberi pegangan kala dibutuhkan. Begitu pula Nara dan Bian, Saling membutuhkan untuk kembali utuh. Mereka yang berusaha kuat untuk tetap bertahan. Dunia ini penuh liku, begitu pula kisah setia...