“Penjahat itu tak jauh-jauh dari orang yang kita kenal”
Awan biru sirna, cahaya terang kini meredup. Petang yang dihiasi oleh gelap, mentari telah pergi, ingin beristirahat katanya.Biarkan rinai yang turun kali ini, semesta sedang ingin melepas rindu bersama tanah yang menangkapnya jatuh dan membawanya masuk menuju inti bumi.
Nara berjalan dengan susah payah, kakinya sakit untuk ia bawa melangkah walau perlahan.
Hari yang berat telah berhasil ia lalui, setelah banyaknya lara yang ia dapat hari ini, ia tetap ingin terlihat baik-baik saja.
Seperti tadi, gadis itu tetap bekerja untuk membersihkan sekolah walau tubuhnya sudah dipenuhi oleh luka.
Sesaat sebelum pulang, Nara memutuskan untuk menyimpan tas serta buku pelajarannya di loker sekolah karena tak ingin bukunya basah karena hujan yang sedang mengguyur.
Air yang turun semakin deras, lukanya mulai terasa perih karena percikan air yang menerpa.
Hanya tinggal lima meter dari dirinya berjalan saat ini, ia akan sampai dirumahnya. Namun seseorang menahan langkahnya.
“Hallo.” Ucap seorang pria dengan badan tegap yang kini berdiri menjulang tetap didepan wajahnya.
Nara menatap seorang didepannya, ia mengenakan jaket hitam dengan topi dan masker yang menutupi wajahnya.
Ingin Nara melihat lebih jelas, namun hujan yang deras sedikit membuyarkan pandangannya, “Siapa ya?” tanya Nara sembari menghalangi tetesan hujan yang ingin mengenai wajahnya dengan tangan kanannya.
Seseorang itu melangkah lebih dekat, kemudian membelai surai Nara, “Kamu lumayan juga ya.”
“Apa mau kamu?” Nara menepis kasar tangan yang masih membelai surainya.
Jantungnya berdebar tak karuan, ia takut, takut jika hal yang sangat buruk akan menimpanya.
“Tenang, saya orang baik kok,” seseorang itu menundukkan sedikit badannya untuk dapat berbisik tepat ditelinga Nara, “Kalau kamu mengikuti mau saya.” Lanjutnya.
Dengan posisi sedekat ini, Nara dapat melihat Netra milik pria itu yang menatapnya dengan tajam.
Demi langit yang sedang bersedih, ia ingin segera melarikan diri.
Ia melangkah mundur, kemudian segera berbalik dan berlari menjauh.
Dengan kaki yang masih nyeri ia memaksa untuk berlari kencang, sesekali menengok belakang untuk memastikan apakah seseorang itu mengikutinya.
Namun sialnya pria itu kini masih berlari mengejarnya.
Dalam keadaan kalut dengan rasa takut yang mendominasi, Nara hanya bisa meneriakan kata ‘Tolong’ dengan lantang. Berharap seseorang mendengar teriakannya dan dapat menolongnya.
Namun sudah sejauh ini ia berlari, masih saja tidak ada seorangpun yang membantunya. Bahkan sepanjang ia berlari, rumah-rumah itu memiliki pintu dan pagar yang seolah terkunci rapat.
Tak ia temukan seorangpun yang lewat atau mengendarai motor sekalipun, Apa mungkin karena hujan yang sedang deras-derasnya? Hingga keluar rumah saja mereka enggan?
Entah sudah dimana ia sekarang, namun sekali lagi ia menengok belakang dan berharap seseorang itu sudah tidak lagi mengikutinya.
Dan benar saja, pria yang tidak ia kenali itu sudah tidak terlihat sekarang.
Nara dapat bernafas lega, langkahnya ia perlahan, kemudian memilih untuk meneduh disebuah pohon yang tak jauh dari dirinya saat ini.
Dengan deru nafas yang tak beraturan, Nara memilih mengistirahatkan dirinya disana.
![](https://img.wattpad.com/cover/336601085-288-k74712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai dalam JENGGALA (On-Going)
Roman pour AdolescentsDunia berjalan sesuai garisnya. Semesta hanya menuntun, memberi pegangan kala dibutuhkan. Begitu pula Nara dan Bian, Saling membutuhkan untuk kembali utuh. Mereka yang berusaha kuat untuk tetap bertahan. Dunia ini penuh liku, begitu pula kisah setia...