"Doakan saja, semoga semua baik-baik saja"
Tergores, lalu jadilah luka. Nyeri memang, namun seperti itu lah alurnya. Hanya butuh obat dan diberi waktu, semoga lekas pulih.Semua yang tergores pasti akan luka, namun tak semua luka harus tergores dulu, luka bisa hadir tanpa menyakiti tubuh, dan yang seperti itu yang lebih sakit.
Perihal hati dan perasaan tak pernah ada yang tahu. Bisa baik, bisa tidak, namun doa kan saja semoga tak terlalu buruk.
Nara terbangun setelah beberapa saat tak sadarkan diri, dirinya hancur ketika melihat tubuhnya yang tak tertutupi satu kainpun diatas kasur.
Memorinya tentang kejadian beberapa saat lalu kembali terputar, ia kembali terisak, sangat sakit mengingat satu saja penggalan pilu yang terjadi.
"A-aku rusak?" tanyanya pada diri sendiri.
Air matanya terus luluh tanpa henti.
Hatinya seperti dihantam batu besar, begitu sakit.
"Bunda..." gadis itu meremas tangannya sendiri, "Kata orang bahagia itu sederhanya, cukup syukuri hidup yang ada, lalu berbahagialah. Lalu bagian hidup mana yang harus Nara syukuri?" lanjutnya.
Tak ada kehidupan tanpa kendala, namun kenapa kendala dalam hidupnya begitu menyakitkan.
Apakah semua orang mengalami apa yang ia rasakan saat ini? Jika iya, mengapa mereka bisa terus tertawa setiap harinya.
Entah lah, begitu memusingkan jika terus dipikirkan.
Setelah beberapa saat menenangkan diri, dan mencoba untuk kembali semangat, akhirnya Nara memutuskan untuk bangkit.
Apa boleh buat? Jika ia menangis dan memohon kepada semesta satu tahun penuh pun, tak akan mengembalikan apa yang sudah terjadi.
Masih sakit memang, tapi tak akan ada yang berubah jika ia terus berdiam diri.
Biarlah ini menjadi mimpi paling buruk untuknya.
Ia harap setelah ini tak ada lagi mimpi yang lebih buruk yang menghampirinya.
Matahari telah tenggelam ketika Nara mengintip lewat jendela.
Dengan tergesa Nara mengambil dan memakai kembali rok sekolahnya yang masih utuh.
Lalu ia berjalan menuju lemari yang berada samping pintu.
Setelah memilih pakaian yang pantas ia kenakan, akhirnya ia memutuskan mengenakan hoodie berwarna hitam yang lumayan besar untuk tubuhnya.
Ia menutup kepalanya dengan hood yang ada pada hoodienya. Berusaha menutupi lebam serta mata yang bengkak dari orang yang mungkin saja berpapasan dengannya.
Masa bodoh dengan pemilik hoodie ini, ia tak mungkin keluar tanpa busana bukan.
Setelah siap, Nara mulai berjalan keluar.
Ketika ia menaiki lift dan sampai dilantai dasar, baru ia menyadari ternyata ia sedang berada di hotel yang lumayan terkenal dikotanya.
Ia melewati lobby, beruntung malam sudah larut, jadi tak begitu banyak orang, namun beberapa penjaga serta staff hotel menatapnya heran.
Tak ingin berlama-lama, Nara segera berlari setelah berhasil melewati gerbang keluar.
Tungkainya terus ia bawa melangkah melewati setiap jalan untuk mencapai rumahnya.
Agak jauh memang, tapi mau bagaimana lagi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari ketika Nara sampai dirumahnya dan melihat jam di ponsel yang ia simpan dilemari.
![](https://img.wattpad.com/cover/336601085-288-k74712.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai dalam JENGGALA (On-Going)
Genç KurguDunia berjalan sesuai garisnya. Semesta hanya menuntun, memberi pegangan kala dibutuhkan. Begitu pula Nara dan Bian, Saling membutuhkan untuk kembali utuh. Mereka yang berusaha kuat untuk tetap bertahan. Dunia ini penuh liku, begitu pula kisah setia...