“Sudah berdoa meminta untuk diakhiri saja, tapi belum dikabulkan”
Bel istirahat baru saja berbunyi, disusul dengan suara gemuruh para siswa menuju kantin untuk mengisi perut kosongnya.
Menguras otak dengan berbagai pelajaran yang cukup rumit sedari pagi membuat sebagian siswa mulai mengeluh, entah dengan teman-temannya, kekasihnya, atau dengan benda mati.
Tak berbeda dengan Della yang sekarang sedang menghela nafas disamping Nara, “Ra, ini pelajaran kimia ngga bisa diskip aja gitu?” tanya nya.
“Ngga bisa dell. Udah cepet dikerjain, biar bisa kekantin.” Nara mulai meneliti buku miliknya yang penuh dengan jawaban.
Tanpa keduanya sadari, seorang pria memperhatikan keduanya dari balik jendela dengan senyum tipis yang ia layangkan untuk salah satu dari mereka.
Beberapa menit berlalu, kini merasa semua soal miliknya sudah berhasil ia jawab, Della beranjak dari duduknya, “Yess selesai, yuk kantin.” Ajaknya.
Nara mengangguk lalu mengikuti Della menuju kantin.
Sesampainya disana, Nara mengambil duduk di kursi paling belakang.
“Mau makan apa ra? Biar aku yang pesen.” Tanya Della.
“Samain aja.”
“Okay.” Setelahnya Della berlari kecil membeli makanan untuk mengisi perut kosongnya.
Nara berencana membuka ponselnya untuk menghilangkan bosan sembari menunggu Della.
Namun belum sempat tangannya meraih ponsel yang berada di saku roknya, siraman air yang cukup banyak membasahi seluruh tubuhnya.
Karena terkejut, Nara tanpa sadar berdiri dengan cepat. Tapi lagi-lagi sial untuknya, sesaat setelah ia berdiri, bola basket dengan kencang menghantam kepalanya.
Merasa sakit yang sangat amat menjalar di kepalanya membuat Nara tak dapat berfikir jernih. Gadis itu memejamkan matanya sejenak, menetralisir rasa sakit.
Belum sempat ia membuka matanya, lagi-lagi hantaman keras mendarat di kepalanya.
Kali ini entah dengan lemparan bola, pukulan, atau hantaman benda tumpul lainnya. Yang dapat Nara rasakan saat ini hanya pening yang mendominasi.
Nara mencoba membuka matanya, yang ia lihat pertama kali adalah kerumunan siswa yang menatapnya dengan tawa.
Nara memutar pandangannya, mencari seseorang yang dapat ia raih untuk membantunya.
Namun nihil, tak ada siapapun diantara banyaknya siswa disana yang dapat membantunya.
Merasa putus asa, Kakinya ia bawa melangkah untuk menjauh sendiri.
Pada langkah pertama semua baik-baik saja, namun pada langkah selanjutnya pening yang ada semakin buruk, membuat sang empu sulit menyeimbangkan badannya.
Seorang siswi yang melihat kejadian itu dengan angkuh berjalan mendekat.
Ia mencengkram rahang Nara dengan kuat, “Makin kurus, berapa tahun ngga makan?” tanya nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai dalam JENGGALA (On-Going)
Ficção AdolescenteDunia berjalan sesuai garisnya. Semesta hanya menuntun, memberi pegangan kala dibutuhkan. Begitu pula Nara dan Bian, Saling membutuhkan untuk kembali utuh. Mereka yang berusaha kuat untuk tetap bertahan. Dunia ini penuh liku, begitu pula kisah setia...