Sabina menatap Junkyu yang sedang fokus berbicara dengan seseorang. Orang itu adalah manager butik yang Junkyu bawa ke mansion. Wajahnya tampak serius membuat ketampanan Junkyu meningkat berkali kali lipat. Sesekali tangan Junkyu bergerak membentuk gambar gambar, mungkin itu detail mengenai tiara dan sepatu yang akan Sabina gunakan di hari pernikahannya.
Setelah mencoba lebih dari 20 gaun, Sabina tidak menemukan satu pun gaun yang cocok. Oleh karena itu Junkyu memutuskan untuk membuat desain gaun sendiri untuk Sabina.
Obrolan dua orang itu berhenti. Setelah berjabat tangan Junkyu menghampiri Sabina dengan senyumnya yang begitu lebar.
"Kamu kelihatannya senang sekali," ujar Sabina, Junkyu tak mengelak dan malah mengangguk senang.
"Aku akan menggapai impianku setelah bertahun tahun lamanya," balas Junkyu namun setelahnya dia menggeleng pelan.
"Maksudku impian kita berdua," ralat Junkyu, Sabina terkekeh kecil mendengarnya.
"Oh ya sayang, untuk menjamin keamanan kamu, aku gak mengundang banyak orang untuk datang. Mungkin tamu yang aku undang gak akan lebih dari 30 orang, sisanya paling paling hanya Jihoon dan teman temannya," ucap Junkyu.
Junkyu merasakan genggaman tangan Sabina mengendur. "Orang tua kamu datang?" tanyanya.
Langkah lelaki itu terhenti, senyumannya juga luntur. "Orang tuaku ya?" tanya Junkyu.
"Aku gak pernah ketemu mereka sebelumnya," jawab Sabina.
"Mereka bahkan gak tau apa yang aku lakukan sama kamu Bina. Atau mungkin kalau aku mengirim undangan untuk mereka juga belum tentu mereka mau datang. Ah jangankan datang, untuk membuka undangannya saja mereka belum tentu mau," ucap Junkyu dalam hatinya.
"Jun? Kok diam?"
"Ah enggak. Aku belum mengirim kartu undangan untuk orang tuaku. Mereka terbilang cukup sibuk, jadi kalau misal mereka tidak datang gak apa apa kan sayang?" tanya Junkyu.
Sabina mengangguk paham meskipun dalam hatinya ia merasa heran. Bukankah sesibuk apa pun orang tua mereka harus datang ke acara penting anak anaknya? Apalagi ini pernikahan, yang mana terjadi sekali seumur hidup.
"Kamu kecewa ya?" Sabina langsung menggeleng mendengarnya.
"Enggak, aku cuma kepikiran sesuatu aja," jawab Sabina.
"Masalah orang tua aku gak usah kamu pikirin. Karena meskipun mereka gak datang tapi Jaemin pasti datang." Wajah Junkyu kembali ceria saat mengatakannya.
"Jaemin?" ulang Sabina kala mendengar nama yang cukup asing untuknya.
"Iya, Jaemin. Dia kembaran aku," balas Junkyu.
Sabina membulatkan matanya karena terkejut. Ia baru mengetahui fakta bahwa Junkyu memilki kembaran.
"Kamu punya kembaran? Kok aku baru tau?" tanyanya.
"Kamu gak pernah ketemu Jaemin? Pedahal dia cukup sering ke sini lho," ujar Junkyu. Dia pikir Jaemin pernah memunculkan dirinya di hadapan Sabina.
"Nah! Itu dia!" seru Junkyu. Tangannya menunjuk kedatangan seseorang.
Orang itu tersenyum manis lalu menepuk rambut Junkyu pelan. "Cie, adek gue mau nikah nih," goda orang itu.
"Sabina, ini kakak kembar aku," ucap Junkyu.
Jaemin dan Sabina bertatapan sesaat. Tatapan Jaemin tampak sedikit berbeda saat menatap Sabina, seperti seseorang yang sedang menilai orang lain.
"Kim Jaemin." Jaemin mengulurkan tangannya pada Sabina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Escape • Kim Junkyu
FanficJunkyu harus sendiri disaat dia tidak suka kesendirian. Oleh karena itu dia membutuhkan seseorang untuk menemani dirinya yang kesepian.