Pisah Sebentar Nggak Ngaruh

298 39 0
                                    

"Chi? Udah pulang lo? Bang Tara ke mana?"

Pertanyaan dari Vergo hanya Anne jawab dengan ringisan kecil. Sepertinya pria jangkung itu baru saja pulang dari lapangan komplek. Kresek berwarna hitam di tangannya ia letakkan di atas meja ruang tamu.

"Basket ya? Masih sama anak-anak?" tanya-nya berbasa-basi.

Vergo bergerak mengambil handuk kecil terlebih dahulu sebelum mengambil posisi duduk di sebelah Anne. Ia mengusap pelan keringat yang mengalir di leher dan dahinya sebelum menjawab.

"Iya. Katanya nggak ada yang nemenin. Budi lagi sakit diare soalnya."

Anne hanya mengangguk. Kebiasaan teman-teman Tara itu sering membuatnya heran dan takjub, terkadang meringis geli karena keanehannya.

Termasuk Vergo ini. Walaupun sudah bongsor, dia masih gemar bermain bersama anak-anak komplek yang mayoritas masih SMP. Paling-paling yang tertua berusia 15 tahun. Saat ditanya kenapa, pria tampan itu hanya menjawab dengan sebuah senyuman manis.

"Lebih baik gini. Dari pada nebar dosa di luaran sana."

"Eh iya. Ke sini mau ambil sesuatu? Soalnya gue liat jaketnya Bang Tara masih di balkon."

Anne mengangguk. Beranjak berdiri sebelum lelaki itu bangkit.

"Lo bersihin diri aja. Bentar lagi isya," potongnya saat Vergo hendak menanggapi.

Lelaki yang tahu maksud Anne itu hanya menanggapi dengan senyuman tipis lalu berterimakasih sebelum pergi ke belakang. Membersihkan diri dan berniat melaksanakan kewajibannya. Sedangkan Anne tak membuang waktu lama untuk segera pergi ke lantai dua.

Sebenarnya ia sendiri heran, jika Vergo berniat tinggal di sini selamanya, kenapa tidak cari rumah lain kemudian dibeli? Atau kontrakan ini lah. Sama saja boros jika harus membayar sewa setiap jatuh tempo. Terlebih lagi lelaki itu hanya tinggal sendiri.

Ia mengedarkan pandangannya, mencari jaket hijau gelap milik Tara. Bukannya mendapat barang yang ia cari, Anne justru menemukan korek lelaki itu di sela-sela sofa. Ia segera mengantongi benda mungil itu di saku jeans dan kembali mencari jaket pacarnya di ruang dalam. Pantas Tara hari ini tak merokok saat perjalanan berangkat-pulang ke Bandung.

Setelah mendapat barang yang ia inginkan, Anne segera beranjak. Biasanya Gemma cs pulang ke kosan ketika matahari berada hampir di ujung barat. Bisa dihitunglah mereka baru meninggalkan tempat ini dua jam lalu. Tak heran stok selimut yang diberikan Vergo berantakan tak terurus.

Gadis itu segera merapikannya secepat mungkin. Tak enak pada Vergo jika meninggalkan ruangan tersebut dalam keadaan berantakan. Bahkan ada satu kaos kaki polkadot yang sebelahnya hilang entah ke mana. Jika dilihat dari ukurannya, pas sekali dengan ukuran kaki Jeffrey. Tapi mengingat tabiat lelaki itu yang menyukai kebersihan, rasanya mustahil. Dan motif polkadot juga bukan tipe kaos kaki yang akan dikenakan lelaki berpipit manis itu. Justru ini lebih merujuk ke Jaka.

Ia hanya bisa menghela nafas berat. Tak ada pilihan lain selain menitipkan barang itu kepada Vergo. Siapa tahu Jaka yang gila polkadot akan kehilangan kewarasannya mendapati kaos kaki favoritnya hilang sebelah. Siapa tahu juga lelaki itu akan mencak-mencak tidak jelas. Demi membuatnya tetap stay di tempatnya, lebih baik menitipkan barang ini kepada sang pemilik rumah.

"Ver, ini ada kaos kakinya Jaka kayaknya. Kalo dia dateng bilang aja ada di rak." Anne menunjuk rak sepatu yang berada di pojokan.

Vergo mengangguk. Lelaki yang masih memakai sarung dan peci itu berjalan ke arah ruang tamu. Di mana ada sebungkus kresek yang tergeletak di atas meja.

"Ini apa?"

"Nasi liwet. Tadi gue sama Kak Bara mampir beli dulu. Sekalian ke inget lo. Jadi makan aja."

Antara Kamu Dan CandukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang