Mood Booster

179 30 0
                                    

Pagi ini adalah pagi yang indah. Awan masih bergumul di atas langit, hawa sejuk juga masib terasa karena efek hujan semalam suntuk.

Hari ini sama seperti pagi biasanya, si adam akan ditemani secangkir kopi dan duduk dengan nyaman sembari mendengarkan celotehan si hawa. Akan tetapi, bedanya kali ini bukan kursi besi yang dingin menyengat kala pagi yang mereka rasakan. Namun dinginnya embun rumput yang menyegarkan di permukaan kulit.

"Bara, kamu tuh jangan sering-sering minum kopi kalo belum sarapan."

"Nanti sakit perut kayak Budi."

Tara mengernyitkan alisnya. Meletakkan cangkir yang baru berkurang setengah itu di bangku taman. Bukannya duduk di kursi panjang, mereka lebih memilih duduk lesehan di tanah dengan telapak kaki yang menyentuh rumput.

"Siapa?"

Anne mengendikkan bahunya. "Temennya Vergo. Katanya sih orangnya berisi, pendek. Kayak denise di Sopo Jarwo."

Senyum kecil menghiasi bibir Tara. Menarik kepala gadis itu untuk ia senderkan ke bahunya.

"Maaf, gue belum bisa ngelakuin yang terbaik buat lo."

Anne memberengut sebal. Bukan lagi pukulan di lengan yang Tara dapat, melainkan cubitan kecil di pinggang yang tak bisa membuatnya menahan ringisan kecil. Jika sudah gemas, Anne pasti akan melakukannya tanpa segan. Mungkin juga itulah yang menjadi salah satu kenapa hubungan mereka selalu aman dari retakan kecil maupun gelombang besar.

Jika dalam sebuah hubungan ada yang berat sebelah, maka hubungan tersebut tak akan berjalan mulus dong?

Itu yang Anne pegang.

"Bar, aku sebagai pacar kamu cuman bisa ngasih tau. Bukan karena aku pengen ngatur kamu buat jadi ini itu, tapi karena emang tulus aku khawatir kalo kamu kenapa-kenapa. Toh, keputusan kamu tetaplah jadi keputusan kamu. Mau kamu ngelaksanain atau enggak, itu hakmu. Aku sebagai pacar cuman bisa ngingetin."

Tara mengangguk kecil. Memang benar apa yang diucapkan Anne. Minum kopi terlebih lagi ketika lambung masih kosong bukanlah pilihan yang terbaik, apa lagi minumnya di pagi hari, ditambah sambil nyebat pula. Rasanya malah seperti menimbun penyakit.

"Nggak gue minum lagi."

Tara menyingkirkan gelasnya menjauh. Semakin mendekatkan tubuhnya pada Anne untuk memulai sesi pembicaraan pagi seperti biasanya. Entah pembicaraan yang penting ataupun hal-hal yang mengecoh tawa, topik yang Anne angkat selalu membuat kadar semangatnya tumbuh secara drastis.

Istilah mudahnya, Anne itu pembangun mood-nya Tara.

"Nanti kamu projeknya jam berapa?"

"Jam 2 siang."

Mendengarnya, Anne seketika mendengus sedih. Seperti yang dijadwalkan, Bala akan berangkat dari titik kumpul sekitar jam 1 siang. Kemungkinan perjalanan dari sana ke tempat tujuan mereka kurang lebih menghabiskan waktu satu jam lebih tiga puluh menit.

"Kalo mepet, kamu nggak usah nganterin aku. Coba aku nanti tanya Panca bisa nebengin atau enggak, gebetannya kan nggak jadi ikut."

Tara menatap langit sejenak. Jika dipikir-pikir, jok motor Panca itu mahal sekali untuk ditumpangi orang lain. Itupun Tara baru pertama kali liat gadis bermata kucing yang boleh mendudukinya.

"Nanti gue anterin."

Bukan karena alasan di atas yang Tara permasalahkan, melainkan jenis motor Panca dan bagaimana cara berkendara cowok jangkung itu. Motor trail yang tinggi, memang cocok sekali untuk adik tingkatnya itu. Namun sayang, kewarasan lelaki itu dalam berkendara lah yang patut dipertanyakan.

Antara Kamu Dan CandukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang