Part 24

7.2K 1.2K 98
                                        

Part Dua Puluh Empat

Tampaknya begitu bersemangat karena telah dijanjikan jalan-jalan seharian pada hari ini, pagi-pagi sekali Gustav sudah menghubunginya.

Melakukan panggilan video, Xaveer yang belum tidur dengan cukup karena baru pulang ke rumah pukul dua malam setelah mengawasi pertarungan bebas di klub malam miliknya, lalu bangun dengan senyum cerah ketika melihat senyuman lebar Gustav di layar ponselnya.

"Halo pangerannya papa. Sepagi ini sudah bangun?" tanya pria itu bersuara pelan karena tak mau mengganggu wanita yang masih berbaring lelap di sampingnya.

"Bantu masak mama."

"Waah ... Hebat banget anak papa." Kemudian ponsel ia arahkan ke langit-langit kamar ketika tubuh condong ke arah Ivanka yang meringkuk bak janin di atas selimut.

Benar.

Wanita ini jarang sekali tidur menggunakan selimut. Jadi tiap Xaveer tutupi tubuhnya karena terpaan udara dari AC cukup kencang, maka tak lama kemudian selimut akan Ivanka tiduri.

"Papa? Kenapa gambarnya jadi lampu?"

Tangan Xaveer melambai di atas ponsel untuk menunjukkan keberadaannya pada sang putra, sementara wajah sudah berada di dekat wajah Ivanka.

Ia pindai raut pulas sang istri sebelum kemudian memberi kecupan di kening dan bibir, lalu perlahan ia turun dengan membawa serta ponselnya menuju balkon yang langsung membagi udara dingin.

"Gustav sudah mandi?"

"Sebentar lagi mandi. Papa itu di mana? Masih di kantor?"

Jadi tiap kali Gustav bertanya mengapa ia jarang tidur di rumah, Xaveer akan berkata jika ia memiliki pekerjaan yang sulit untuk ditinggalkan jadi terkadang ia akan tidur di kantor agar tak kelelahan jika harus bolak-balik ke rumah.

"Iya, sayang. Masih di kantor. Gustav bangun sepagi ini apa ngga ngantuk nanti?" Tatapannya beralih ke arah langit yang kebiruan dengan sedikit terang di ufuk timur.

Masih sangat pagi.

Pria itu langsung menguap lebar. Masih mengantuk.

"Ngga doong. Kan nanti mau jalan-jalan."

Mendengarkan sang putra, Xaveer tertawa ketika mendengar Gustav yang kemudian bercerita tentang kejahilan anak ibu guru yang merupakan teman satu kelas dengannya.

Gustav adalah anak yang anteng. Tak pernah mendengar kabar bocah itu mengganggu teman sebayanya namun entah mengapa Gustav begitu suka diusili. Tidak sampai ke ranah membully. Hanya saja anak-anak perempuan begitu suka membuat ia kesal dengan mengambil pensilnya atau meminjam buku tanpa izin.

Iya.

Putranya yang tampan dengan wajah lebih dominan mirip Ghina itu mengaku tak suka dengan teman wanita yang begitu suka mengoceh dan menangis. Mereka suka mengganggu namun ketika Gustav balas akan merengek kencang seolah sudah disakiti begitu parah.

"Sayaang. Mandi dulu gih."

Masih tertawa karena mimik lucu Gustav ketika menceritakan betapa usil teman-temannya, Xaveer hanya menyisakan senyum ketika di layar ponselnya tak hanya ada wajah sang putra saja.

Ghina berdiri di belakang Gustav yang kemudian mengangguk. "Gustav mandi dulu, pa. Papa jangan telat jemputnya, ya?"

"Iya sayang."

"Ya udah siap-siap, mas. Ini aku masak patin bakar kesukaan kamu. Kita sarapan bareng, ya? Kami tunggu di rumah papa."

Ah ... Tiba-tiba ada beban tak kasat mata yang kemudian menimpanya.

Kisah Yang Kan Pisah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang