Part 39

23.4K 1.6K 171
                                        

Masih belum mendapatkan informasi apapun sampai akhirnya Xaveer memerintahkan para bawahan untuk memeriksa jalur darat karena barangkali Ivanka tak pergi menggunakan pesawat, pria yang masih belum mengisi perutnya selain segelas alkohol siang tadi, kini bergerak untuk pergi ke tempat yang agak mustahil menjadi pelarian istrinya.

"Xaveer? Tumben banget datang." Tampak normal seperti biasanya, ia yang baru masuk ke dalam rumah langsung disambut ramah oleh Vanya.

Menyalimi ibu mertua, Xaveer yang diam-diam meliarkan pandangan untuk mencari-cari barangkali memang ada Ivanka di sini kemudian menyerahkan bingkisan yang ia bawa. "Kebetulan mau ke rumah teman sekitar sini. Jadi mampir dulu, ma."

Berjalan menuju sofa, tampak tenang agar kedatangannya tak menimbulkan curiga karena bagaimana pun Xaveer tak mau menimbulkan kepanikan andai keluarga ini tahu putrinya menghilang--walau mustahil panik--si tuan rumah lalu datang ikut duduk di samping Vanya yang sebenarnya menahan rasa tak nyaman atas kedatangan menantunya.

Bukan tak berharap dikunjungi oleh menantu sendiri. Tapi kejadian terakhir dengan Ivanka membuat ia tak mau bertemu siapa pun yang memiliki hubungan dengan putri pertama yang sejujurnya enggan ia akui sebagai darah daging sendiri.

Ini berat untuk menerima anak dari seorang pemerkosa.

"Datang sendirian, Xav? Vanka mana?" Kafi yang berlagak seolah baik-baik saja padahal ia menantikan kabar sang putri yang sejak kejadian beberapa waktu lalu jadi sulit ia hubungi, bertanya pada Xaveer yang ingin sekali ia mintai keterangan tentang kondisi Ivanka tapi sungkan.

Sungkan jika harus mengatakan alasan ia begitu ingin tahu kabar putrinya.

Bagaimana pun aib masa lalu Vanya adalah sebuah rahasia yang mestinya tak diungkap oleh siapapun.

Tapi ada hal yang membuat Vanya jadi lepas kendali. Hal yang membuat luka lama sang istri terkuak kembali.

"Aku mampir aja kok, pa. Mau ke tempat teman, kebetulan rumahnya lewat sini jadi aku mampir dulu."

"Ooh gitu."

"Lagian andai diajak juga istri kamu mana mau ke sini, kan?" Bak kilat, Vanya menimpali dengan cepat ucapan sang suami yang langsung melirik tajam padanya.

Kafi yang biasa bersikap lembut agak berubah dua hari ini karena Ivanka.

Anak itu ... Vanya benar-benar membencinya.

"Ngga usah dengerin mama kamu. Yang penting Vanka sehat. Ya, kan?"

Pertanyaan yang membuat Xaveer tertegun. "Ya," jawabnya yang dipenuhi rasa ragu itu segera Kafi tangkap dengan jelas maksudnya.

Sang putri pasti tak baik-baik saja setelah mendengar semua luapan emosi Vanya. Tapi hal itu pula yang membuat Kafi ragu untuk menanyakan lebih jauh tentang Ivanka.

Masih tak mau Xaveer tahu apapun soal  kenyataan jika Vanka bukanlah darah dagingnya.

"Oh ya Xaveer, papa mau ada bisnis sama kamu."

Menghentikan pandangan yang tak fokus dan membuat ia mengernyit keheranan, Kafi bertanya lagi. "Kenapa, nak? Kelihatan gelisah."

"Anak itu pasti buat masalah lagi, kan?" Vanya yang bahkan tak sama sekali tahu kegundahan yang Xaveer alami langsung mencipta kesimpulan begitu saja.

"Kamu kembali lah ke kamar, Vanya. Ada kamu cuma memperkeruh suasana."

Vanka mendengkus kasar. Kafi yang biasanya bersikap manis kini jadi berubah dan ya ... Ia menuduh Ivanka atas perubahan sikap suaminya.

Berdiri dengan tangan berlipat di bawah dada dan dagu terangkat, membuatnya persis seperti Ivanka. Vanya pergi tinggalkan Kafi dan Xaveer berdua.

"Mama kamu hanya luarnya saja terlihat sok tidak peduli. Bagaimana pun dia ibu yang pernah berkorban nyawa untuk anaknya. Jadi jangan tersinggung, ya? Vanya tidak membenci Ivanka." Gagasan dari Kafi yang Xaveer tanggapi dengan senyum ringan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah Yang Kan Pisah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang