Part 14

7.9K 1.3K 143
                                    

Sayang ...

Kau bertanya mengapa malam selalu gelap
Padahal ada bulan yang ditemani milyaran bintang

Sayang...

Kau pun bertanya
Seluas apa seisi dunia
Apakah cahaya di atas sana tak mampu terangi
Layaknya mentari yang mampu memberi cerah
Padalah ia hanya sendiri

Dengan tawa aku memandang langit yang menaungi kita berdua
Lantas aku bergumam pelan

Itu sama seperti kita, bukan?
Terus berjuang dengan jutaan usaha tuk bersama
Tapi hanya pisahlah yang memenangkan hubungan kita

Padahal dia sudah mengatur alarm pukul enam pagi. Tapi mengapa ketika ketukan pintu dari mbo Wal lah yang membuat ia benar-benar bangun namun sayangnya itu sudah dua jam lebih siang dari alarma yang ia buat.

Tampak tunggang langang ketika bergegas untuk bersiap-siap, Ivanka buru-buru membuka kotak berisikan rambut palsu yang ia minta dari Joana untuk dikirim ke rumahnya.

Benda ini sampai ketika ia berada di rumah mertua.

Melihat tutorial untuk menggunakan benda itu, Ivanka yang kesabaran setipis tisu dibagi dua lalu dicelupkan lagi ke dalam air itu melempar berulang kali rambut palsu yang terlihat kurang rapi saat menempel di kepalanya.

"Gimana, siihh!!" Memungut rambut palsu yang hampir saja ia injak-injak, Vanka menarik napas sebelum ia peluk benda itu penuh sayang. "Ayolah kerja sama."

Kembali mengulangi cara yang ada di video yang ia putar akhirnya pada dua kali percobaan berikutnya rambut palsu yang terpasang di kepala terlihat agak lebih natural.

Setelah ini jika seharian rasanya tak nyaman seperti ia harus benar-benar memangkas rambutnya.

Sialan!

"Lihat aja kalian semua!" Orang yang membuat ia harus menyamar begini. Akan ia habiskan. Lihat saja!

Mengambil tas yang sudah ia siapkan, wanita yang terus saja memaki karena jam sudah menyentuh angka sembilan lebih, ia berhenti di ambang pintu ketika menyadari jika tas yang ia bawa tak terlihat palsu sama sekali.

Nanti malah makin dicurigai.

"Duh lah! Ribet banget!"

Mengembalikan tas ke dalam lemari, ia kemudian hanya membawa ponsel dan dompet keluar. "Mbooo! Mbo Waaaal!" Tampak terburu-buru ia duduk di salah satu kursi di meja makan.

"Apa, non?" Tampak tergopoh-gopoh berjalan menemui Ivanka mbo Wal yang melihat penampilan majikan yang tak seperti biasanya membuat ia mengernyit.

Rok span hitam, kemeja putih dan rambut palsu. Ooh ... Ada kaca mata di wajah yang tumben sekali tak dirias tebal itu. Biasanya ada lipstik merah hati--yang hampir kehitaman--lalu alis yang dibentuk dengan begitu tegas.

"Non ... Mau ... Mau ke mana?"

Seperti anak magang saja.

"Kerja."

"Kerja di mana?" Wanita itu kibaskan tangan tampak terburu-buru. "Ke Laime. Mbo pinjem tas. Ambil buruan."

"Eh? Tasnya mbok?"

"Iya! Aku ngga punya tas KW soalnya!"

Aduh menghina sekali.

Tapi tak protes, mbo Wal segera mengambilkan tas miliknya yang paling cantik menurutnya namun dengan tas bercorak kulit buaya berwarna merah jtujelas tampak norak bagi Ivanka yang meringis saat menerimanya.

Kisah Yang Kan Pisah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang