VIII. ACCORDING TO THE PLAN

840 187 17
                                    

Sekitar dua bulan yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekitar dua bulan yang lalu.

"Barusan sudah ibu kirim jadwal penilaian harian di classroom angkatan."

Selepas ucapan Ms. Diana, murid kelas XI MIPA 2 rasanya punya reaksi mereka masing-masing terhadap kabar yang tidak terlalu mengenakkan tersebut. Ada yang langsung bergegas membuka ponsel ingin tahu, ada yang mencoba berteriak meminta ampunan, ada juga yang hanya menerima takdir dengan dua tangan terbuka, seperti memang sudah waktunya.

"Jangan lupa belajar yang rajin," ingat Ms. Diana sekali lagi bersamaan dengan bangkitnya dari kursi. "Ibu permisi keluar lebih dahulu, tolong jangan ribut."

Ms. Diana sepenuhnya sudah keluar, meja yang berada di nomor empat pojok kiri itu secara natural langsung dikumpuli beberapa orang khususnya para adam yang memang akrab dengan empunya bangku, Zhanghao dan Taerae.

"Tadi tu yang sentencenya dibalik cuman nomor 2?" tanya Taerae ingin memastikan soal Bahasa Inggris yang barusan mereka kerjakan benar, padahal bukunya sudah dikumpulkan.

Zhanghao mengangguk. "Nomer 7 bisa juga, tapi gue kurang yakin."

"Yang nomer 7 tujuh tuh fleksibel menurut gue, terserah aja."

Beberapa mungkin tidak akan percaya, tapi Zhanghao dan Taerae sebagai pemegang peringkat satu dan dua di kelas, memiliki hubungan yang sangat damai. Rasanya tentram sekali. Tidak pernah ada tuh hawa tidak enak karena ingin membalap satu sama lain. Berbeda sekali dengan hubungan Zhanghao dengan cewek dari kelas tetangga, XI MIPA 4, yang makin kesini bukannya membaik malah semakin buruk saja. Apalagi sebentar lagi musim penilaian akan kembali datang, lihat saja nanti akan menjadi sejelek apa lagi hubungan keduanya.

"Anjir!" rintih Jongwoo sambil meremas bagian belakang kepalanya frustrasi. "Fisika napa jadi di awal amat dah???"

"Kapan fisika?" Taerae yang ponselnya sedang dicharge itu bertanya penasaran.

"Kamis."

"Penilaian kedua?"

"Hooh."

Bersama, kumpulan adam itu mengembuskan napas. Tidak siap untuk penilaian harian Fisika tapi juga di satu sisi dipaksa harus siap, rasanya mereka udah hampir gila.

"Tutor materi fisika kemaren dong," pinta Keita yang baru bergabung itu tertuju lurus untuk Zhanghao. "Yang kemaren doang Hao, serius, sisanya gue masih agak ngerti."

Zhanghao berdiri dari kursinya, menggeleng. "Gue mau ke toilet," katanya. "Sama Taerae aja."

Keita mengerjapkan mata. "Lo gak bisa?"

"Udah sama Taerae aja napa," cibir Jongwoo. "Gak liat lo si Zhanghao kebelet berak?"

"Bangsat." Zhanghao menoyor kepala Jongwoo sambil lanjut berjalan menuju pintu keluar dari kelas. Meninggalkan teman-temannya itu karena sungguh ingin ke toilet, sudah sejak tadi dia menahannya.

.‎ ‎ ‎ .‎ ‎ ‎ .

2. Zhang Hao / XI MIPA 2 / Ekonomi / 94 (Sembilan Puluh Empat)

Membaca daftar peringkat tersebut, Zhanghao menganggukkan kepala saja, tidak menghabiskan waktu lama dan lanjut berjalan menuju tangga ke lantai dua untuk naik.

Ini sudah terjadi pada beberapa penilaian akhir-akhir ini. Tidak ada perubahan yang signifikan, nilainya rata-rata masih di atas sembilan puluh meskipun yah, peringkatnya turun menjadi nomor dua sekarang. Tidak apa-apa. Zhanghao tidak akan mengambil pusing terlalu jauh. Mungkin hanya rasa sedikit penasaran bagaimana kerasnya Serena belajar untuk meraih posisi satu seperti ini. Nilai rata-rata cewek itu rasanya berada di atas sembilan puluh lima. Dia telah naik sedrastis itu.

"Lo temenan sama Kuanjui anak Bahasa gak, Hao?"

Ditanya Matthew, salah satu teman dekat saat SMP dahulu, Zhanghao menggeleng saja karena memang tidak kenal. Dia tahu namanya, tapi tidak pernah berbicara sama sekali. "Napa emang?" tanyanya sambil membasahi tangan di wastafel dengan air mengalir.

"Gue cuman mau minta nomernya aja semisal lo kenal," jawab Matthew seadanya. "Orangnya jualan pulsa."

Oalah, kirain apa, Zhanghao mengangguk-angguk saja. Percakapan di toilet berlanjut sebentar sebelum keduanya berpisah pergi ke kelas masing-masing, Zhanghao pergi ke kiri sementara Matthew tetap lurus saja.

Melihat sosok familiar di depan sana, langkah Zhanghao secara otomatis menjadi lambat bahkan berhenti, penasaran kemana akan perginya cewek itu.

Ini bukan kali pertama Zhanghao melihat Serena berjalan sendirian di jalan ini. Awalnya dia tidak mau peduli sama sekali. Peduli amat, kan? Tapi setelah dipikir-pikir lagi, dia sedikit penasaran juga dengan apa yang cewek itu lakukan, apalagi membawa kakinya menuju wilayah ujung lantai tiga seperti ini.

Mungkin akan ada hal yang menarik.

Ah.

Cuman ke rooftop, toh.

Zhanghao mendengus, dia kira mau ke mana, padahal semangatnya sudah meledak-ledak tadi. Kalau ke rooftop sih dia tidak akan kaget atau bagaimana karena dia sudah sering mendengar kalau tempat itu nyaman untuk mencari angin apalagi kalau suasana tidak panas. Masuk akal Serena sering ke sana menunggu bel selanjutnya berbunyi, mungkin mau menghilangkan penat habis pelajaran sulit.

Membawa langkah berjalan kembali ke kelas, Zhanghao larut dalam pikirannya sendiri.

Mungkin dia juga akan ke sana kapan-kapan, untuk menghilangkan penat. Terdengar menyenangkan.

.‎ ‎ ‎ .‎ ‎ ‎ .

"Lo udah sinting ya?!"

Tentu saja respon Serena akan seperti itu, Zhanghao sudah mewanti-wanti semua ini akan terjadi sejak awal ide gilanya muncul di kepala. Orang aneh mana yang tidak terkejut saat tidak ada angin tidak ada hujan malah diajak─dipaksa─berpacaran?

"Ogah lah! Gue gak mau!" tolak Serena dengan cepat, menggelengkan kepalanya.

Zhanghao mengangguk. "Padahal udah gue kasih keringanan," katanya sambil mengangkat kedua bahu. "Berarti lo approve dong kalo fotonya gue share?"

"Gila lo," umpat Serena yang seketika menciut saat dia melihat Zhanghao tidak ada menunjukkan ekspresi bercanda atau bagaimana. Dia serius. "So, no other options?"

"No other options."

Serena mengusap wajahnya frustrasi, memikirkan jawaban terbaik yang bisa dia keluarkan sekarang.

Melalui kedua matanya, Zhanghao bisa melihat jelas bagaimana berkonfliknya Serena terhadap tawarannya barusan. I mean, cowok itu yakin betul jikalau tidak ada hal yang bisa diberikan semudah itu kepada seseorang tanpa balasan. Mungkin dia sudah gila, benar, tapi Zhanghao sejujurnya hanya ingin mengetahui fakta terkubur lainnya tentang Serena yang masih belum pernah dia dengar dari siapapun. Mungkin dengan ini, rasa penasarannya bisa terjawabkan satu persatu.

Dan mungkin juga, bonusnya, Zhanghao bisa merebut posisinya kembali.

LOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang