H-29

804 86 3
                                    

*) belum revisi, maaf typo berlebih 🥺

"Assalamualaikum," sepasang orang tua dan anak bungsunya memasuki rumah dengan senyum. Bahkan si bungsu menenteng totebag yang lumayan besar dengan mata berbinar.

"Waalaikumsalam" jawab Nara, Raka dan Abra minus Chaka yang masih mengurung diri dalam kamar.

"Abang!!! Gue seneng banget lhoh hari ini." Saga menyunggingkan senyum lebar dan mengambil sesuatu dari di dalam totebag .

"Wihhh, adek abang hebat banget! Dapet piala lagi ini. Juara berapa kali ini?" tanya Abra saat melihat piala bertingkat yang di pegang dengan bangga oleh si empunya.

"Satu, adek udah buat Abang bangga belum?" ucapnya langsung menghamburkan diri ke pelukan sang Abang.

"Bungsunya Abang yang ini selalu buat keluarga bangga kok. Terima kasih adek yang baik banget." Ia membalas pelukan sang adik dengan erat, lalu Saga beralih posisi memeluk dua kakaknya yang lain.

"Chaka mana bang?" tanya sang bunda.

"Di kamar Bun, kayaknya lagi banyak tugas, dari tadi nggak keluar, makan malam aja Nara yang anter."

"Ohh, yaudah kalua gitu. Terima kasih ya Mas." Chaya tersenyum pada anak keempatnya. "Kalau Mas Efan belum pulang?"

"Belum Bun, di telfon dari tadi nggak bisa. Mungkin masih di jalan." Kini Nara yang menjawab, sebab tadi ia menghubungi masnya itu dengan niat ingin nitip makanan, tapi malah sampai sudah selesai makan malam Efan belum bisa dihubungi.

Chaya mengangguk, "Kalau gitu Ayah dan Bunda ke kamar dulu ya. Mau bersih-bersih. Kalian juga istirahat, adek bersih-bersih dulu baru tidur ya. Tadi pasti capek banget."

Semua menuruti perintah sang bunda, mereka kembali ke kamar-kamar masing-masing.

"Ayuk Bun ke kamar, mumpung anak-anak udah balik ke kamar." Ajak Agha pada sang istri.

"Ayah apaan sih, istirahat yah. Kita seharian nemenin adek lho."

"Hehehe, Bunda tau aja." Balasnya dengan cengiran lebar.

.....

Drrttt ... Drrtt ... Drrtt ...

"Hallo."

"Dek, tolongin gue. Gue di RS, UGD."

"Ha? Kok bisa?! Gimana sih mas. Bentar gue bilang bonyok dulu."

"Jangan dek, please. Lo aja yang kesini bisa nggak? Kalau nggak bisa nggapapa, gue minta temen gue jemput aja tapi Lo bilang bonyok kalau gue nginep di rumah temen."

"Nggak bang, gue kesana sekarang. Sharelock!"

Tuut ... Tuut ...

Panggilan di matikan sepihak oleh Chaka, dengan cepat dia sudah siap dengan kunci motor di tangan.
Belum terlalu larut sebenarnya untuk keluar, tapi perintah sang bunda hari ini harus istirahat lebih awal. Ya, demi sang Abang dia melanggar perintah ibunda tersayang.

Chaka menuruni tangga sedikit tergesa-gesa, untung saja pintu utama belum di kunci.

"Bismillah, semoga nggak dapet karma." Doanya lirih, cukup sekali ini aja dia keluar rumah nggak pamit, lagi-lagi dia udah ogah.

Chaka mengeluarkan motornya dengan pelan, takut-takut jika da yang mendengar malah kepergok maling.

"Ehem. Mau kemana dek?"

Chaka mematung sebentar, suara tegas itu sangat ia kenal. Oh, tiba-tiba ia merinding.

"Dek ..." Panggilnya lagi yang membuat Chaka tersentak.

Rumah Terakhir (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang