Bum, kepedulianmu mengantarkanku pada rasa nyaman yang sebelumnya tidak pernah kuduga.
_Cendana_
***
Sejak tadi Cendana mendapat banyak tawaran dari nenek serta kakeknya. Mulai dari makan, minum, bahkan mereka juga dengan repot membawakan Cendana camilan.
Cendana tersenyum karena merasa cukup beruntung. Kakek dan neneknya begitu menyayangi Cendana dengan sangat baik. Bukan suguhan harta yang mereka berikan, tetapi kasih sayang dan juga dukungan yang selama ini hampir tidak disadari oleh Cendana.
Ia terlalu banyak mengeluh dan merasa bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Namun, di balik itu semua, ada banyak orang yang senantiasa peduli terhadapnya.
"Makan, ya, Ibuk suapin." Helma berusaha keras membujuk Cendana untuk makan. Menawarinya untuk mengambilkan makan, padahal Helma juga kesulitan berjalan. Lututnya lebam dan sepertinya juga terkilir.
"Enggak, Buk. Cendana enggak lapar," jawabnya.
Di sisi lain, ketika jaringan ponsel Cendana mulai stabil, satu per satu pesan dari Bumi masuk. Dengan susah payah Cendana membalas pesan tersebut.
Ia terkekeh pelan ketika menyadari adanya kekhawatiran yang Bumi tunjukkan. Bumi mengirimkannya banyak pesan disertai dengan ocehan karena Cendana telat membalas pesannya dan mungkin belum menerima pesan dari Bumi sejak tadi.
Keduanya saling bertikai meski melalui pesan singkat yang dikirimkan. Anehnya, hal itu yang menjadikan keduanya semakin dekat. Bumi yang humoris dan mampu mencairkan suasana. Kedatangan Bumi tak lain juga berhasil mengubah sifat dingin Cendana kepada lelaki.
"Di sini susah sinyal, Bum. Sabar dong ini juga aku jawab, telapak tangan kananku luka, nggak bisa kalau mau ngetik cepat," batin Cendana seraya mengetikkan kalimat tersebut. Satu per satu huruf yang tertera di layar ponsel, dipencet olehnya dengan susah payah.
Panggilan baru yang Bumi berikan berhasil membuat Cendana bertanya-tanya. Sejak kapan lelaki itu memutuskan untuk memanggilnya dengan sebutan dek? Batinnya mulai tak karuan mengetahui fakta tersebut. Lelaki yang dulunya ia acuhkan, mengapa sekarang ketika tidak ada notifikasi darinya, justru membuat Cendana sedikit merasa kehilangan. Sesungguhnya Cendana merasa sangat gengsi untuk mengakui, karena ia masih terus menampik perasaan yang baginya tidak lagi wajar.
***
"Kenapa jalannya pincang gitu?"
Kini sekolah menjadi hal yang paling menyenangkan bagi Cendana. Meski ujian kenaikan kelas telah usai, kemudian tidak ada lagi pelajaran, tinggal menunggu saja waktu pembagian rapot, Cendana tetap masuk sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gasal
Teen FictionTerima kasih sudah mengizinkanku bernaung serta memberiku tempat pulang. Dari gadis kecil yang kamu panggil dengan sebutan adik