6. Hari Pertama Masuk

2 0 0
                                    

Dua minggu sudah berlalu sejak libur ujian kenaikan kelas, kini Cendana sudah berada di sekolah dan mengenakan almamater identitas sekolahnya. Hari pertama masuk sekolah sebagai siswi kelas 12 dan ia hampir saja terlambat untuk mengikuti upacara. Namun, saat sudah berada di barisan kelas, tidak sengaja Cendana menatap ke arah gerbang. Di sana ada Bumi yang baru datang dan mendorong motornya karena upacara hampir dimulai. 

Lama tidak bertemu dengan lelaki itu kembali membuat jantungnya berdebar tak karuan. Sebenarnya sejak beberapa hari lalu ia telah mempersiapkan hatinya supaya tidak berlebihan dalam bereaksi ketika berhadapan atau berpapasan dengan Bumi. Namun, takdirnya memang sudah berkata lain, Bumi justru berdiri tepat di depan Cendana. Ia menatap punggung tegak lelaki di hadapannya dan aroma parfume dunhille blue berhasil membius indera penciumannya. 

 Setelah hampir 45 menit lamanya, upacara pun selesai. Seluruh siswa diminta untuk memasuki kelasnya masing-masing seperti yang telah diinformasikan oleh bagian kesiswaan usai upacara tadi. Cendana dan teman-temannya berlarian menuju kelas baru karena tadi belum ada kelas kosong dan ditempatkan di masjid. Sedangkan kelas aslinya yaitu XII MIPA 2 sedang direnovasi dan baru jadi beberapa minggu lagi. 

"Na, kita duduk sini aja." Melati menaruh tasnya di meja bagian paling depan tepatnya berhadapan dengan meja guru. 

Cendana mengiyakan saja dan ikut menaruh tasnya di kursi sebelah Melati. Ia menatap sekeliling, mencari keberadaan Bumi yang masih belum juga sampai. Sepertinya kaum lelaki berjalan dengan santai di belakang, tidak begitu antusias seperti kaum hawa yang berebut tempat duduk. 

"Cari siapa sih, Na?" tanya Melati yang sejak tadi penasaran dengan tingah Cendana yang tengah kebingungan.

Cendana terperanjat tatkala mendengar pertanyaan tersebut. "Enggak cari siapa-siapa, kok," jawabnya dengan cepat.

Di hari pertama masuk sekolah setelah kenaikan kelas sudah dapat dipastikan bahwa pelajaran ditiadakan. Seluruh siswa akan dibiarkan begitu saja untuk mengurus dan mengatur struktur kelas yang baru.

Hari ini agenda kelas XII MIPA 2 adalah pembagian buku paket guna menunjang pembelajaran selama berlangsungnya kelas XII. Tingkat akhir di Sekolah menengah Atas yang hanya akan berjalan utuh selama kurang lebih delapan bulan singkatnya.

"Bumi, buku paketmu sama punya Dodo ada di meja guru, ya. Ambil sendiri!"

Mendengar nama itu disebut, Cendana sontak menoleh dan menemukan keberadaan laki-laki dengan jaket jeans yang tersampir di bahu kanan dan ransel di bahu kirinya.

"Taruh aja di situ, nanti diambil. Aku masih mau ke atas buat kumpul ketua kelas," ucapnya.

Lelaki itu kembali pergi setelah menaruh tas dan jaketnya di meja paling belakang. Satu per satu anak tangga di depan kelas dipijak, diiringi dengan tatapan Cendana yang tak kunjung lepas.

"Dia tampan," batin Cendana yang segera mengalihkan pandangannya. Takut jika ada yang menyadari tentang hubungannya dengan Bumi yang masih disembunyikan.

Sembari menanti ketua kelas kembali dengan informasi yang masih belum diketahui, kaum hawa tengah berkubu-kubu. Ada yang berkumpul di meja guru, kemudian di kursi pojok belakang, dan sisanya tengah ke kantin untuk sarapan yang terhitung sudah masuk makan siang.

"Jia, kemarin gimana?"

Cendana masih berusaha menyimak obrolan yang tidak dia ikuti sejak awal tadi.

"Lancar, sih. Orang tua dia kan datang ke rumah dan disambut baik sama orang tuaku. Mereka kalau udah bareng ternyata jadi akrab," jawab Jia dengan berbinar-binar.

Akhirnya topik obrolan ini berhasil ditembua oleh Cendana. Teman-temannya ini sedang membicarakan tentang kisah percintaan mereka yang bisa dikatakan mulus. Seperti Jia yang sudah berpacaran dengan kekasihnya sejak kelas dua SMP dan berlanjit hingga sekarang. Dengar-dengar juga setelah lulus SMA nanti mereka akan segera melangsungkan pertunangan.

"Ji, kok bisa sih hubungan kalian langgeng?" tanya Cendana.

Gadis itu sedang belajar pada ahlinya karena baru saja berani membuka hati setelah bertahun-tahun merasa takut dengan dunia percintaan.

Jia tersenyum dan menggeleng. "Aku juga bingung, sih, Na. Soalnya aku sama dia itu sebenarnya juga banyak bertengkar, pernah putus juga, tapi akhirnya balik lagi," jelasnya.

"Tapi mau gimanapun kalian juga tetap bersama sampai sekarang," ucap Cendana yang di dalamnya tersirat keinginan untuk bisa seperti itu juga.

"Takdir, sih, Na. Kalau kamu gimana?" tanya Jia.

"Bentar, mau nyembuhin trauma dulu."

Selama ink Cendana hanya beralibi perihal trauma. Ia hanya sedang memperjuangkan cinta yang tak pernah berbalas. Lima tahun lalu ia bertemu dengan seorang lelaki yang begitu lucu dan bersuara merdu. Akan tetapi, rasa kagumnya tidak pernah mendapatkan balasan. Selama itu juga belum ada satu pun odang yang berhasil menembus hatinya dengan benar. Ada beberapa yang hanya membuatnya tertarik, tetapi tidak berhasil untuk mengganti posisi lelaki yang sering ia sebut dengan Tuan Senja tersebut.

Namun, sejak Bumi datang, pertahanannya hancur. Cendana gagal dalam mempertahankan tembok tinggi nan kokoh yang selama ini ia bangun mati-matian.

Berkat lelaki humoris dengan senyum manis dan mata segaris itu, Cendana tidak mampu untuk mengunci hatinya rapat-rapat.

"Trauma apa trauma?" serang teman-teman Cendana yang ikut berkumpul dalam satu kubu tersebut.

Menanggapi itu, Cendana hanya tersenyum dan tidak berani mengeluarkan banyak kata. Ia takut jika sampai Bumi datang dan mendengar pengakuan tersebut sehingga membuat lelaki itu berpikir bahwa selama ini kedekatan mereka hanyalah sebuah permainan belaka.

***

Hari semakin siang dan sekolah masih belum mengizinkan siswa-siswinya untuk pulang. Padahal mereka sudah bosan luntang-lantung di area sekolah sejak pagi tadi.

Cendana masih betah bertahan di kelas. Namun, energi sosialnya sudah terkuras habis. Sehingga ia hanya memerhatikan teman-temannya yang masih berkumpul di meja guru untuk berbincang tentang banyak hal.

Lama terdiam di tempat duduknya, Cendana mendapatkan sebuah pesan singkat. Segera ia buka dan menampilkan pesan dari Bumi yang kini urutan pesannya berada paling atas dan di pojok kanan terdapat simbol paku.

Sejenak gadis itu memerhatikan sekitar, di mana seluruh temannya tengah sibuk dengan obrolan masing-masing. Cendana beranjak dan berjalan menuju belakang kelas. Hatinya berdebar kencang saat mendapati Bumi yang sedang duduk di kursi tepat depan pintu belakang.

Antara berani dan tidak, Cendana maju dan menghampiri Bumi.

"Sudah sarapan?" tanya Cendana lirih.

Bumi menoleh dan tampak salah tingkah. Wajah lelaki itu juga terlihat memerah.

Senyumnya berhasil membius Cendana dan tidak mampu mengalihkan pandangannya sedikit pun.

"Tadi belum sempat sarapan," jawab Bumi.

"Makan dulu, gih," titah Cendana yang merasa khawatir dengan Bumi.

Bumi menggeleng dan terus-menerus menatap Cendana dengan begitu dalam.

"Kenapa?" tanya Cendana yang kini juga merasa salah tingkah.

"Seorang Cendana mau menghampiri dan berbincang dengan Bumi."

"Berlebihan banget, sih, Bum." Meski begitu, Cendana tetap tersenyum malu karena tidak kuasa dengan tatapan yang diberikan oleh lelaki manis di hadapannya.

Bumi terus saja tersenyum diikuti sepasang matanya yang tinggal segaris. "Jangan senyum terus, kamu terlalu manis."

GasalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang