Aldeika. Gadis yang memiliki nama lengkap Aldeika Khumairah itu sudah berumur 16 tahun. Cewek kelahiran 13 Oktober 2006 itu adalah anak kedua dari dua bersaudara. Dia memiliki seorang abang, yang saat ini berumur 17 tahun.
Wah, ada yang mau daftar jadi kakak ipar ga ni?
Nama abang dari seorang Aldeika itu adalah Abaven Azhari. Bisa dipanggil Aven. Aldeika awalnya tidak mau satu sekolah dengan abangnya itu, sudah beberapa kali membujuk umi dan abi, tetap saja tidak berhasil. Ditambah abangnya yang mengompori umi dan abinya dengan berkata.
"Mi, Al suruh satu sekolah sama Av aja mi, bi. Biar ada yang jagain. Nanti kalau beda sekolah susah jagain adek. "
Kata-kata yang dilontarkan abangnya itu sungguh membuat Aldeika gelagapan. Bagaimana tidak? Abangnya itu sangat lah jahil. Namun dia sangat menyayangi abangnya, walaupun terkadang menjengkelkan.
"Al! Bangun Al! Kamu mau sekolah ga?! Udah jam setengah tujuh ini! " teriak Aven dari luar kamar Al, karena ini adalah hari pertama Al masuk sekolah, dan dia hari pertama masuk sekolah setelah libur semester.
Sementara Al? Dia yang mendengar ucapan jam setengah tujuh langsung membuka matanya, tidak perduli apakah nyawanya sudah terkumpul atau belum. Linglung atau sudah sadar. Bahkan dia tidak sadar kalau sedang dikerjai oleh abangnya itu. Yang jelas-jelas masih jam lima shubuh.
Sementara Aven, dari luar sudah tertawa pelan, mendengar suara berisik dari kamar adiknya itu, yang sudah dapat ia pastikan bagaimana heboh adiknya itu.
Aven berlalu ke bawah, menuju ruang keluarga. Dia sudah tak sabar melihat panik adiknya itu. Hatinya terkekeh geli, apalagi sekarang ini adiknya sudah mulai berteriak-teriak dari atas.
"Umi! Lihat dasi Al ga mi? Astagfirullah! " ucapnya berteriak. Umi dan abi yang sedang duduk jelas terlonjak kaget.
"Abang, jangan jahil terus Ya Allah. " celetuk abinya.
"Hehe, maaf abi. "
Sementara umi? Beliau sudah menghampiri anak bungsunya itu. "Assalamu'alaikum. Dek, boleh umi masuk nak? " tak lama, pintu terbuka, menampilkan Aldei dengan baju sekolahnya yang sedikit berantakan.
"Wa'alaikumussalam umi. Boleh mi, oh iya, umi liat dasi, topi punya Al ga mi? " tanya nya dengan nada panik.
"Hey, udah sholat shubuh? "
"Astaghfirullah, ya Allah, belum mi! Ya ampun gimana Al udah telat. Gimana ini mi. " katanya prustasi dengan air mata yang sudah menggenang dipelupuk matanya.
"Sayang, baru jam setengah enam loh ini. "
"Tapi mi? " kemudian Aldei melirik jam dinding nya.
"Astaghfirullah! " lanjut nya dengan sedikit lega, namun setelah itu kekesalan bertambah. Jadi abang nya itu? Lihat saja.
"Haha, sudah-sudah. Sana sholat shubuh. Terus sarapan. Dasi ada di atas meja belajar, topi di rak buku mu. "
"Hehe, iya mi, terimakasih umii. "
Kemudian Aldei berbalik, hendak melaksanakan sholat shubuh nya. Berpikir apa dia, sampai berniat meninggalkan sholat ketika sudah telat ke sekolah. Padahal ini semua hanya urusan dunia.
Setelah melaksanakan sholat shubuh, Aldei menghampiri keluarga nya yang sudah menunggu dirinya di ruang makan.
"Assalamu'alaikum umi, abi. " Aldei bersalam kepada orang tuanya. Namun.... Tunggu, seperti ada yang kurang. Abang nya? Iya! Dia tidak menyapa abangnya, karena tau saja lah ya? Haha.
"Wa'alaikumussalam. Abangnya ga disapa Al? " tanya abi dengan sedikit menggoda anak gadis nya itu.
"Oh iya, Al punya abang ya. "
"Astaghfirullah. Gini amat punya adek. "
"Nyenyenye."
"Anak kita masih kecil ya bi. " celetuk umi membuat abi terkekeh geli. Tetapi mereka sudah berhenti berdebat.
"Maaf umi, abi. " ucap Al dan Av serempak seraya menunduk.
"Kenapa minta maaf? Umi sama abi suatu saat pasti akan rindu suasana ini ketika kalian sudah menikah. " ujar abi.
Deg..
"Haaa, abiii! Masih lama tauuuu. " rengek Aldei seraya memeluk abi nya itu. Semua orang disana terkekeh melihat tingkah laku Aldei yang tidak berubah sejak kecil itu.
"Sudah, ayo makan. Habis itu berangkat sekolah. "
Kemudian, mereka melanjutkan sarapan bersamanya. Selama ini hanya satu keadaan yang ditakutkan oleh Aldei, yaitu ketika tiba-tiba semua keluarga sudah tidak menyayangi nya, atau bahkan membencinya.
"Abang, ayo cepet. Al udah selesai nih. "
"Minum susu nya dulu dek, biar tinggi. "
"Iya iya. "
"Udah, ayo bang. Nanti telat ospek nya. " lanjutnya setelah meneguk habis susunya.
"Iya ih. Mi, bi Av sama Al pamit ke sekolah dulu ya mi, bi. " pamit Aven kepada kedua orang tuanya. Lalu bergantian dengan Aldei. Kemudian Aven dan Aldei berangkat ke sekolah.
Aven mengendarai mobil. Sementara musik di mobil Aldei yang mengambil alih.
"Bang, Al nyalain ya musiknya? "
"Iyaaa dek, nyalain aja. "
"Hmm, mau murajaah boleh? " tanya Aldei menatap abang nya dengan lekat seraya mengedipkan matanya.
"Masya Allah, boleh sayang nya abang. Bawel. "
"Hehe, terimakasih abang!!! " teriak Aldei dengan semangat, kemudian menyalakan murajaah, agar dirinya tidak kehilangan hafalan yang sudah ia perjuangkan.
Aven merasa bangga dengan adiknya itu. Dia tetap menjadi Aldei kecilnya, rasanya tak rela jika suatu saat adiknya itu menemukan tambatan hati dengan cepat.
"Dek, hari ini ospek kan? "
"Iya bang. Kenapa emang nya? "
"Jangan kecapean, nanti magh, asmanya kambuh. "
"Iyaa bang, Al juga tau. Al penyakitan ya bang? " ujar Aldei dengan sendu, membuat Aven melotot kearahnya, dan menepikan mobil sebentar.
Aldei melihat jalan, padahal belum sampai di sekolah, kenapa abangnya itu tiba-tiba berhenti?
"Loh loh, ini kenapa berhenti? Nanti kita telat bang! " rengek Aldei menghentakkan kakinya. Seperti anak kecil.
"Coba ulang kata-kata nya tadi. " tatap Aven datar membuat Al gelagapan sendiri.
"Yang... Mana? " tanyanya takut-takut.
"Sebelum abang berhenti. "
"Al... Penyakitan ya? " tanyanya dengan ciut.
Namun, reaksi abangnya bukanlah marah atau memakinya. Justru memeluk Aldei dengan erat.
"Gaboleh ngomong gitu dek. " Aven melonggarkan pelukannya, menatap sang adik dengan lekat dan menangkup kedua pipi adiknya itu.
"Adik abang ga penyakitan sayang. Kamu itu terbaik. Jangan pernah ngomong gitu lagi. Okey? "
"AI AI CAPTAIN! " jawab Aldei dengan semangat.
"Anak pinter. " balas Aven dengan kekehan kecil di akhir kalimat nya.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju sekolah, dengan Aldei yang masih fokus murajaah, Aven yang sesekali membetulkan tajwid adiknya itu jika ia merasa perlu memperbaiki bacaan adiknya.
Jahil begitu, aven juga sama seperti Aldei. Memang kedua anak umi dan abi itu sudah hafal 30 juz Al-Quran, tapi mereka tidak disuruh ataupun dipaksa. Justru itu keinginan mereka sendiri.
Orang tuanya mendidik, bukan memaksa, didikan yang baik dan halus itu, justru lebih masuk dan membuat mereka menjadi anak-anak yang hebat. Contoh dan lingkungan yang baiklah yang membuat mereka menjadi anak berkarakter baik.
"Nah, udah sampai sekolah nih. Gih sana turun. ".
"Ga ah, mau sama abang aja. "
"Oke, ayo turun. "
Kemudian Av dan Al turun bersama, kemudian Av menggandeng tangan adiknya itu dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldeika [On Going]
Teen FictionSeorang gadis berhijab dengan tinggi tubuh 163 cm dan berat badan 52 kg. Gadis berparas cantik, berkulit putih, bulu matanya yang lebat dan lentik serta bibir yang tidak tebal, tidak tipis nya. Jangan lupa pipi chubby nya. Aldeika saat ini berumur 1...