3. ˚‧º·(˚ ˃̣̣̥⌓˂̣̣̥ )‧º·˚

968 97 3
                                    

30 menit sebelumnya....

Nalendra duduk dengan acuh di salah satu kursi di ruang BK, selain Pak Yuta ada juga guru lain seperti Bu Miranda selaku wali kelas Nalendra dan Pak Yonggi guru musik.

Semua orang tau ruangan satu ini adalah tempat bertemunya guru dan anak yang bermasalah, ini bukan pertama kali Nalendra masuk ke ruangan ini. Biasanya murid akan merasakan ketidaknyamanan, ketakutan, dan rasa yang tak bisa diungkapkan lagi. Tapi tidak dengan Nalendra, dia datar, dan hanya bersedekap karena suhu AC nya.

"Nalendra, kita ketemu lagi setelah sekian lama. Tau alasan saya panggil kamu ke ruangan saya?" Pak Yuta terlalu baik dengan Nalendra maupun Nagendra, mungkin kalo sama murid lain udah di sinisin. Ini Pak Yuta masih senyum loh, menghela melihat rambut gondrong itu.

"Kalau tau mungkin saya ga bakalan mau datang Pak" Seperti biasa ucapannya tanpa intonasi.

"Benar juga, kita langsung ke intinya. Kamu terlalu sibuk dengan musik Nalen, hingga buat beberapa nilai pelajaran kamu anjlok. Di sekolah kamu harus mengikuti aturan, kamu datang ke sekolah untuk belajar. Saya paham belajar bukan cuman sekedar pelajaran, ada banyak hal yang perlu di pelajari. Mencari jati diri, bakat pun harus seimbang. Namun kamu terlalu ke arah musik, kami khawatir kamu tinggal kelas"

Ah pembahasan ini, buat Nalendra emosi. Dia tidak menyalahkan Pak Yuta, semua ucapan guru itu benar. Nalen hanya tak bisa, dia memang lemah dalam pelajaran.

"Kamu adalah pianis tunggal sekolah ini, kami bangga kamu bisa dengan mudah mendapatkan posisi yang cukup sulit itu. Tapi jika nilai kamu masih stuck disana, kamu tidak bisa bergabung dengan Hakyu Orchestra sekolah"

Kali ini wajah Nalendra terangkat, serius dia tidak bisa di jauhkan dari musik.

"Begitu juga dengan keahlian kamu lainnya, lukisan kamu tak akan di daftarkan ke pameran kota. Semuanya akan mudah jika nilai kamu ada peningkatan"

.
.
.
.

Seharusnya Nalendra menyapa balik mas Nagendra yang tersenyum padanya di teras, tumben disaat seperti ini sudah ada dirumah. Biasanya Nagendra pulang malam, dan seharusnya Nalendra memeluk Bubu Tio saat pria itu merentangkan dua tangan nya menyambut Nalendra.

Pria manis itu melangkah dengan terus menghentakkan kaki ke lantai, jika sudah seperti itu siapa yang berani menyapanya. Bubu yang galak pun tak bisa berkutik dibuatnya.

Bubu dirangkul Nagendra. "Tu bocil dari sekolah udah kayak gitu Bu, ga tau kenapa"

Bubu juga terheran. "Mungkin lagi berantem sama Babang, tapi ga segitu marahnya sih. Kenapa ya mas?"

"Nanti tanya Vije deh" Sahut Nagendra pada akhirnya.

"Loh, babang belum pulang emang?"

Nagendra menggeleng, dia hanya mendapati Nalendra yang langsung berjalan masuk ke pekarangan rumah.

Sementara itu Nalendra membanting tubuhnya di atas kasur setelah menutup pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam, dia males banget, dia tu ga suka belajar dan semua orang tau itu. Nalendra lebih fokus sama alat musik dan seni lain, dia handal sekali, jangan ditanya lagi.

Sedari kecil Nalendra hidup dalam ruang yang penuh musik, rasanya tak ada yang dia tak bisa dari semua alat musik. Dengan cepat beralih pada seni lain yaitu melukis, bahkan semua sudut rumah di hiasi lukisan dari buah tangannya.

Apa yang harus dia ucapkan pada Daddy Jamal tentang prihal ini, dia butuh penerangan tapi kini hatinya sakit akan ucapan Bu Miranda.

"Ibu tau hanya kamu yang sekolah andalkan untuk lomba seni beberapa kali lalu, namun kian lama nilai kamu di pelajaran Ibu dan pelajaran guru lain makin menurun Nalendra. Ibu harap kamu paham, Ibu paham kamu sebegitu seriusnya dengan seni. Tapi kami juga ingin kamu paham akan kekhawatiran kami untuk nilai akademik kamu, bawa surat ini, Ibu sudah bilang semuanya pada Ayah kamu. Jika kamu menolak untuk kali ini, sekolah tak akan lagi mengizinkan kamu mengikuti lomba seni"

CofATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang