7. ('•̥﹏•̥')

692 55 9
                                    

Seseorang melaporakan Reza dan Nagen pasal balap liar tadi malam, dan keduanya kini sudah dapat dipastikan berada di ruangan BK. Jendral juga ada disana , dia ga dipanggil sih tapi merasa harus bertanggung jawab karena dia yang mengajak Nagen. Lumayan bisa ngadem sih, untung dipanggil pas selesai makan batagor di kantin.

“Apa alasan kuat kalian bertaruh seperti itu?” Tanya Pak Yuta, nada super seriusnya tak membuat Nagen gentar.

Nagen mengangkat tangan. “Jendral yang suruh, Pak”

Si empunya nama langsung menegang di tempatnya, Nagen sue banget langsung nunjuk dia. Tapi emang dia yang ngajak si, tapi ga gini juga dong.

“Ok Nagen boleh keluar”

Nagen mengangkat dua bahunya tak acuh, kemudian berjalan keluar setelah menepuk bahu Jendral penuh arti. Dia emang ga merasa bersalah, karena dia hanya mengikuti ajakan Jendral. Dia yakin Pak Yuta ga bakal hukum Jendral, karena Jendral juga pure ngajak Nagen karena suruhan Edgar.

“Sebentar lagi kami akan ke sekolah anak yang bernama Edgar itu, dan untuk kamu Reza. Karena kamu sudah ikut andil mengeluarkan uang di tengah taruhan itu, Bapak mau kamu mendapatkan hukuman. Bersihkan gudang selama sebulan”

Reza menggebrak meja Guru BK itu. “Ga bisa gitu dong Pak, kenapa pula Nagen ga di hukum. Dan banyak lagi orang yang ikut taruhan”

Pak Yuta melipat tangannya di depan dada. “Mereka juga mendapatkan hukuman, kamu tenang saja. Tapi itu urusan saya yang nanti bertemu mereka, kamu cukup menerima hukuman mu. Sekarang kalian berdua keluar”

Ini bukan masalah hukuman, tapi Reza semakin muak ketika terlihat kalah dari Nagen. Berjalan cepat menghampiri pria itu yang sudah menjangkau lapangan basket, Jendral ga expect kalau Reza bakal narik bahu Nagen dan melayangkan tinjunya tepat ke wajah Nagen.
.
.
.
.
Tsabitna mengunyah permen karet di mulutnya, rasanya hampir hambar. Dan sebelum kehambaran merajalela di mulutnya. Bitna mengambil permen karet barunya.

Gadis itu kini risih dengan permen karet itu. ”Arghhhhhh pingin nyebat” Teriaknya frustasi.

Meraih helai rambutnya yang setahun ini ia rawat agar memanjang, jadi cewek imut dan anggun itu susah juga. Kalo aja dia ga lagi ngejar perhatian Eugene si kakak kelas semasa SMP, dia ga bakal berubah drastic begini.

Apalagi rok sekolah ini begitu pendek, dia kangen pake celana ke sekolah. Suka sama orang emang butuh perjuangan, dia juga dulunya harus belajar dengan giat supaya kepilih dalam program pertukaran siswa.

Eugene sekarang makin ganteng, iya tauuuu dia cewek. Tapi ganteng aja, itu si pendapat Bitna. Dia sendiri ga nyadar kalo dia juga ganteng dan harusnya nyari cewe centil, bukan dianya yang jadi centil.

Kalian pasti pada nanya kenapa murid satu ini ada di luar pas jam pelajaran  berlangsung, jawabannya ada di atas.

“Pingin nyebat elahhh!” Teriak-teriak mulu kayak monyet.

“BANGSAT! MATI AJA LO!”

Kutu kupret, siapa kisanak tanpa adab itu. Bitna sedikit menoleh dan sudah mendapatkan hal yang mengejutkan di bawah sana. Langsung angkat ponselnya buat rekam semua ricuh dibawah.
.
.
.
.
Jaeve kayaknya ga bakal tau kalo dia terus noleh ke bangku belakang bakalan buat lehernya sakit, dia juga mikir leher Nalen bakalan sakit karena sedaritadi cuman hadap kiri. Menatap pohon Sakura di halaman samping, dari awal jamkos sampe bentar lagi mau bel istirahat.

Tuh kan, sama  sekali ga ada yanga mau deketin tu anak. Jaeve tu kasihan gitu loh, di kelasnya lumayan ada anak CoFA kok. Pertanyaanya kenapa ga ada yang mau ajak main Nalen? Apa harus dia juga nih yang ngajak main.

CofATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang