12. ー❣❣

845 74 34
                                        

Bel pulang berbunyi nyaring, semua murid berhamburan keluar.

”Dana,” panggil Vije menghentikan langkah Dana, Vije menyerahkan kamera milik Cindy ke arahnya. ”Titip punya Kak Cindy ya, bilangin semua video dan foto udah gue editin. Nanti gue kirim, atau gue ke rumah nanti malam.”

Dana mengalungkan kamera itu, sebenarnya itu kamera miliknya yang dipinjam Cindy. Adeknya jago foto malah nyuruh orang lain, ya sudah lah. ”Okay,” ucap Dana singkat.

”Lo ga mau ikut kita?” Pertanyaan itu membuat Dana mengintip kerumunan CofA di belakang Vije, fokusnya teralihkan pada Nalendra yang membukakan pintu mobil untuk Jaeve.

”Mau kemana?”

Vije mengangkat bahunya. ”Biasa, kita ngedar lagi sekarang. Jendral ajak Nabi, Nalen ajak Jaeve, Mas juga ajak Keil. Kali aja lo mau ikut, nanti bareng gue.”

Salah satu anak CofA memanggil Vije, memintanya untuk cepat bergabung sementara Dana masih memikirkan tawaran Vije. Tapi kenapa Mas Nagen malah ajak Keil dan bukan Jerico, bukannya mereka pacaran. Atau memang masih belum ada yang tau selain dirinya, Vije tau ga ya?”

”Oke, ayo.” Udah lama juga dia ga ikut anak-anak CofA, biasanya Nalen yang ajakin tapi orangnya belakangan ini lagi sering sama Jaeve. Cemburu? Dikit, ngobrol juga jarang sekarang, ga ada salahnya juga ngikut itung-itung bisa ngobrol sama Nalen nanti.

Nalendra udah ijin sama Pak Yuta mau bawa Jaeve, kini posisinya sedang menunggu Tsabitna. Gadis itu tak kunjung datang, sedang di tempat lain Bitna berada di ruang guru.

”Kamu yakin mau pakai celana aja?” tanya Bu Irene yang biasanya ngurusin seragam.

Bitna mengangguk. ”Iya bu, saya ga nyaman banget pake rok. Udah ngomong sama Pak Haidar juga tadi.” Pak Haidar selaku wali kelas juga memberi ijin Bitna untuk beralih dari roknya, daripada anak didiknya tidak nyaman.

Bu Irene masih sibuk mencari ukuran yang pas untuk Bitna, setelah mendapatkannya Bu Irene meminta Bitna untuk mencobanya. Sekalian mua Bitna pakek sih, melihat pantulannya di cermin yang tersedia. Kalau gini kan dia bisa pinjam Agusta milik Nalen, kalo perlu dia yang pakai motor itu dan meminta Nalen untuk naik mobil aja.

”Ini aja deh, Bu. Bagus di saya, ga ke kecilan ga ke gedean juga.” Bitna memasuki roknya ke dalam tas, segera pamit untuk pulang.

Ponselnya yang berdering dengan nama ’Nalen’ tertera di layarnya memaksa Bitan segera mengangkat sambungan nya.

”Lo dimana?”

”Habis dari ruang guru, eh katanya lo mau keluar sama anak CofA ya?”

”Iya ini makanya lagi nungguin lo.”

”Gue ga ikut deh, gue mau keluar soalnya nanti.” Bitna melirik arlojinya, masih ada 20 menit menuju halte terdekat.

Seseorang melangkah perlahan mengikuti Bitna dari belakang, memperhatikan gerakannya agar tak di ketahui Bitna. Mencoba menguping percakapan itu, sayang nya Bitna tau ada seseorang di belakangnya. Bitna pura-pura tak terpengaruh dengan suara napas berat di belakangnya, langkahnya berubah cepat.

”Pulang hati-hati ya.”

”Oke, gue tutup.”

“EH?!” Karina segera menutupi mulutnya, Bitna memutar tubuhnya tiba-tiba setelah berhasil menyudahi sambungan teleponnya. Karina beralih memegangi dadanya, jantungnya bertalu cepat.

Karina menyadarkan diri, Bitna tengah menatapnya aneh. Dia ingat jika sebelumnya pernah bertemu Bitna di toko buku dengan penampilan asli Karina, semoga Bitna tak menyadarinya.

𝐂𝐨𝐟𝐀√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang