4. (↑ω↑)

770 78 13
                                    

Jaeve memusatkan fokusnya pada mobil yang sedari tadi ia ikuti diam-diam dengan motor scooter nya, tampaknya Jaeve melupakan tujuannya membeli minuman boba pesanan Jerico.

Jaeve membuat jarak setelah mobil itu berhenti di sebuah jalanan sepi, tepatnya didepan sebuah bangunan tinggi dengan pekarangan yang luas. Dua pria keluar dari mobil tersebut, disusul oleh seorang ibu dan dua anaknya.

Ya, Jaeve mengikuti pria yang akan menjadi muridnya itu. Dia penasaran sama anak bernama Nalendra itu, memang mereka satu kelas bahkan tempat duduk keduanya tak begitu jauh. Tapi Jaeve ga sama sekali kenal Nalendra, anaknya ga pernah ada interaksi sama siapapun. Pas jamkos juga anaknya ga ada di kelas, yang mana semua murid lagi asik main di kelas.

Sedang dirinya kini memarkirkan motornya dengan asal didepan sebuah gerbang tinggi menjulang, melihat kondisi bangunan setelah gerbang ini Jaeve jadi tau gedung disebelah sana satu pekarangan dengan halaman dari gerbang di samping Jaeve ini.

"Luas banget, kayak istana deh?" Selain gedung yang dimasuki Nalendra tadi, Jaeve juga tertarik dengan bangunan yang lebih seperti istana itu. "Tempat apa sebenarnya ini?"

Jaeve melangkah mundur, sedikit menjinjit untuk melihat kedua bangunan itu bersanding. "Kayak asrama kerajaan, yang kayak di film-film gitu" Jaeve benar-benar terpukau, sampai ia tak sadar seseorang tengah mendekatinya dengannya wajah bingung.

"Lo ngapain?" Itu Nalendra, dirinya akan kembali ke mobil tapi malah bertemu orang aneh. Kayak pernah liat, dia teman sekelas mu loh Nalen.

"Eh" Jaeve ketahuan, astaga. Ok, calm down Jaeve.

Nalendra tersenyum begitu manis, mata rubah nya melengkung indah. Jaeve jadi bingung harus berekspresi seperti apa, ini pertama kali liat anak dingin itu tersenyum—kepadanya.

"H-hai" Ah Jaeve yakin dirinya tampak sangat terlihat seperti orang bodoh. Itu alasan Nalendra tersenyum, kegugupan Jaeve sangat kentara. Pria bermata kucing itu terlihat sangat aneh dan lucu di satu waktu, boleh Nalendra tertawa?.

"Gue tanya lo ngapain disini?"

Apa yang harus ia jawab. "G-gue kesasar"

Jaeve menebak pasti pria ini akan menanyai tujuannya, Jaeve sudah menyiapkan jawaban selanjutnya. Namun ternyata tidak.

"Pasti bingung banget ya, mana disini sepi. Mau masuk dulu gak?" Nalendra malah menawarkan Jaeve untuk masuk, ah pria ini ternyata sulit ditebak.

"Oh, ga perlu. Gue mau langsung balik aja"

Parish berdeham kecil, kemudian mengangguk pelan. "Oh ok, hati-hati Jaeve. Inget jalan nya kan?"

"Inget kok, k-kalau gitu gue cabut ya" Jaeve langsung melangkah menuju motornya, malu sekali dirinya. Lagian kenapa dirinya harus begitu penasaran hingga mengikuti pria itu.

Jaeve sampai pada motornya, ia menghentikan pergerakan nya. Rasanya tak sopan sekali dirinya langsung pergi, jadi Jaeve mengurungkan niatnya untuk naik ke atas motornya.

Kembali pada Nalendra.

"Sorry, gue cuman mau bilang kalo gue disuruh bantuin lo belajar. Gampangnya, gue guru les lo"

Nalendra agak sedikit melebarkan matanya, Jaeve rasa dia sedikit terkejut. Kenapa suasana jadi makin canggung, Nalendra hanya diam dengan terus menatap Jaeve. Ga ada lagi senyum itu, kembali ke setelan pabrik.

"Oke, gue pergi" Jaeve harus benar-benar pergi, memutar motornya dan segera melaju. Roda itu kini bertemu jalanan aspal, Jaeve berhembus lega. Apa-apaan tadi itu, memangnya Jaeve salah bicara. Hawanya jadi mencekam setelah dia mengkonfirmasikan mengenai les itu, dan Nalendra tau namanya.

CofATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang