KINASIH
(DENDAM ARWAH PEREMPUAN PENGABDI HASRAT)
-KALONG- @cerita_setann
"Aku ngerti, koe ki seko keluarga ra mampu! Tapi mbok ya nek kerjo ki sik bener! Mosok pelanggane do protes kabeh! Jane koe ki iso nglayani ora to!" ( Aku tahu, kamu itu dari keluarga yang tidak mampu! Tapi mbok ya kerja itu yang benar! Masak pelanggan pada protes semua! Sebenarnya kamu itu bisa melayani tidak, sih!)
Sengit dan keras, suara yang keluar dari bibir wanita umur 60an, yang ada di hadapanku. Wanita yang selama ini memperkerjakanku dan beberapa gadis setengah matang, menggaji, memberikan seluruh fasilitas yang ada di sebuah rumah bak istana ini.
Ingin sekali aku memaki dan menghantam dengan pukulan, namun aku tahu siapa dia. Tapi dengan sikapnya yang arogan itu, membuatku muak dan tidak betah. Kalau saja bukan karena dia, mungkin aku tidak sekaya ini. Aku masih mencoba untuk menerima dan sabar. Untuk terakhir kali ini saja, setelahnya, mungkin akan aku habisi.
"Lastri! Koe ki ngrungoke omonganku ora! Kae lho deloken Murni, pinter! Awakmu ki apik, tapi ngopo pelayananmu ra apik! Opo kurang bayarane!" (Lastri! Kamu itu mendengarkan tidak! Itu lho Murni, pintar! Tubuhmu itu bagus, tapi kenapa pelayananmu tidak bagus!)
Masih sengit dan ketus wanita paruh baya yang biasa di panggil Mami oleh anak-anaknya, termasuk aku. Sampai sekarang pun Murni yang menjadi perbandingan. Aku memang mengakuinya. Dia memang primadona di sini, tapi aku tahu rahasia dibalik Murni sebenarnya. Kenapa dia bisa seberuntung itu, kenapa dia selalu unggul, itu karena sesuatu yang dipakainya.
"Iya, Mi. Maafin Lastri."
Aku masih mencoba untuk tetap tenang. Tapi setenang apa pun itu, wanita yang sudah bau tanah itu tidak mudah menyerah untuk memaki semua pekerjanya, jika melakukan kesalahan. Apalagi kalau pelanggannya sampai tidak puas dengan pelayanan kami.
"Awas! Kalau sampai aku menerima keluhan lagi! kamu! Lastri! Tidak akan aku gaji!" seru dan bernada mengancam, ucapan Mami kepadaku.
"Iya, Mi. Sekali lagi maafkan Lastri." Jawabku, sebelum meninggalkan ruangan yang penuh dengan energi kematian. Sesekali aku bergumam. "Bagaimana caranya mematikan wanita tua itu! Aku masih mencari cara dan waktu yang tepat. Mungkin aku bisa mengajak salah satu pekerja untuk bersekongkol!"
Selepas dari itu, aku masuk ke kamar. Sejenak aku berdiri di belakang pintu sembari menangis terisak penuh amarah. Ingin sekali aku mengakhiri semua ini. Entah mematikan dia atau aku yang harus mundur. Tapi aku tahu betul bagaimana isi perjanjian pekerjaan ini. Kalau sampai aku keluar dari pekerjaan ini, mungkin keluargaku yang akan menanggung malu. Aku tidak bisa dan aku tidak mau membuat keluargaku demikian.
Malam itu aku sendirian dikamar, tak ada satu pun tamu atau pelanggan yang mau memilihku. Mungkin ini karena Mami masih kecewa denganku. Ah sudahlah... aku gak mau mikirin masalah ini lagi, paling besok baikan lagi. gumamku penuh harap.
Sementara hanya musik yang menjadi temanku malam ini, rasanya mataku lelah, ingin terpejam namun masih enggan untuk terlelap. Entah itu karena masih emosi atau hanya perasaanku saja.
***
"Tok ... tok ... tok."
Suara pintu kamarku di ketuk, entah siapa yang mau masuk, aku belum tahu. Yang pasti aku sedang merias wajahku secantik mungkin, agar siapa pun yang akan masuk kali ini, terpesona dengan kecantikanku.
Tak lama, seorang lelaki mungkin seumuran, masuk. Tampaknya dia masih malu-malu, mungkin ini adalah pertama kalinya dia masuk ke dunia gelap seperti ini. Tapi aku tetap bersikap profesional, aku tetap akan melayani dengan sepenuh hatiku.