Mark berjongkok di tempatnya sambil sesekali memainkan rumbut yang tumbuh subur di bawah kaki. Bibir ia gigit cemas sedangkan mata sama sekali tidak beralih dari layar ponsel. Ada yang sedang ia tunggu sejak kemarin sore, semalam, tadi pagi, bahkan hingga siang ini, namun sayang sekali malah tak ada kabar sama sekali.
Mungkinkah kertas nomor ponselnya jatuh? Terbang terkena angin? Atau bisa saja Haechan tak sempat melihatnya karena mungkin karyawannya terlebih dahulu sudah membersihkannya.
Oh, tidak! Mimpi buruk, atau jangan-jangan yang terburuk adalah Haechan mengabaikan kertasnya dengan begitu saja?
"Mark! Kemari, ayo makan siang bersama!" Paman Jaejun berteriak untuk memanggil keponakannya. Mereka sedang berada di kebun jeruk yang dikelola olehnya, memetik beberapa untuk dicicipi sendiri maupun dikumpulkan untuk dijual.
"Ah, iya paman." Mark bangun dari posisinya untuk datang kepada sang paman. Ponsel tidak ia kantongi, tetap dalam genggaman dan terus-menerus ia cek layarnya secara berkala.
Mark sungguh berharap Haechan akan mengiriminya pesan.
"Meski kita memetik jeruk, tapi aku tahu bahwa kau sangat suka semangka. Sekarang, ini makanlah." Paman Jaejun menyodorkan satu potongan semangka yang cukup besar untuk Mark.
Siang ini sangat terik sekali sehingga mereka memilih untuk menggelar tikar di bawah pohon jeruk yang cukup tinggo dan lebih rindang dari yang lain guna berteduh. Mark menerima semangka itu, mengambil satu gigitan kemudian menahannya di dalam mulut cukup lama seperti enggan untuk menguyah. Tangan kanan memegang semangka, tangab kiri memegang ponsel, dan kepala merunduk dengan mata yang sekali lagi terus terpaku pada layar tersebut.
"Mark, Bibi membuat ayam goreng madu, cobalah. Kau pasti suka." Bibi meletakkannya pada piring kecil kemudian menyodorkannya pada Mark, yang sayangnya si keponakannya itu malah masih saja asik menatap ponsel.
Paman dan Bibi beserta dua anak mereka hanya bisa menatap Mark dengan tatapan heran, menggeleng pelan lalu menghela napas pelan, sejatinya ada apa di ponsel tersebut yang mampu menyita hampir keseluruhan fokus milik Mark. Bahkan yang ada di samping sedang bicara pun tidak dipedulikan sama sekali. Ya Tuhan.
"Sedang menunggu apa sih, Mark? Sepertinya seru sekali menatap layar ponselnya." Paman menyinggung, dia menyuapi anak bungsunya yang sekarang malah sibuk sekali mengupas jeruk.
Mark tersentak, baru mengerti dan paham pada keadaan. Ia mendongak lalu buru-buru meletakkan ponsel di saku kemeja, memberi senyum kikuk kepada paman serta bibinya. Tidak sopan sekali sedang makan bersama tapi malah sibuk menatap ponsel.
Bibi tersenyum maklum lalu ayam madu yang tadi sempat terabaikan ia ulurkan kembali kepada Mark.
"Terima kasih, Bibi." Mark menerima piring itu dengan sambil memberi senyum. Untuk pertanyaan pamannya, Mark bingung dan kikuk sekali harus memberi respon seperti apa.
"Euhm... Hanya menunggu pesan dari teman saja Paman." Alasan tidak masuk akal, tapi tetap ia paksakan.
"Mana ada hanya teman jika menunggunya sampai seperti itu. Pacar, ya?" Paman menggoda, mata mengerling dengan genit lalu tangan terulur untuk mencolek lengan milik Mark.
"Aha hahaha! Tidak, bukan Paman." Mark menggeleng dengan kaku. Harapannya pun demikian, ia juga ingin bahwa orang yang tengah ia tunggu ini akan menjadi kekasihnya. Namun melihat dari gelagat yang ditampilkan, ia pun paham bahwa sejatinya akan sangat sulit sekali untuk mendapatkannya lebih lagi sampai kepada tahap menjadikannya sebagai kekasih.
"Sudah, sudah. Sekarang saatnya makan. Jika mau tambah nasi, bisa langsung ambil ya Mark. Sayang, sudah jangan menggoda Mark." Bibi mencubit paha suaminya yang sejak tadi masih senang sekali menggoda keponakan mereka. Sangat kekanakan sekali, bila pun memang kekasih, sang suami pun tak perlu sampai berlebihan begitu dalam menggoda keponakan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEACHY BE*CHY {MARKHYUCK}
ФанфикI'll take you home, my peachy. BxB Markhyuck olderHc Mpreg smut explicit age gap