Pukul lima pagi, Sara terbangun dengan peluh membasahi dahi sampai leher. Sara bermimpi yang aneh. Mimpi yang telah lama tidak datang kini kembali menghantui alam bawah sadarnya.
Trauma yang Sara kira sudah hancur lebur nyatanya masih menembus pertahanannya. Napasnya tersengal-sengal. Mimpi itu sangat jelas diingatan dan terasa sangat nyata.
Mimpi itu...
Surabaya, 2011
Sara anak yatim piatu yang tinggal di salah satu panti asuhan yang ada di kota Makassar. Ya! Sara merupakan perantau di kota Surabaya ini. Sejak lulus sekolah menengah pertama, Sara memilih keluar panti dan merantau sendiri ke luar kota. Dia tidak ingin terus-terusan membebani bunda yang sudah merawatnya sedari kecil.
Tercatat sudah enam bulan Sara merantau di kota ini hingga akhirnya dia bisa membiayai hidupnya sendiri. Sara bekerja part time di salah satu toko bangunan sebagai kasir. Berkat tabungan dan kecerdasannya, Sara bisa melanjutkan sekolah. Setiap pulang sekolah, dia akan langsung menuju tempat kerja. Waktu kerjanya mulai jam 3 sore sampai 10 malam.
Sara sekolah yang bisa di katakan bergengsi. Sebagian siswa di sini berlomba-lomba pamer harta masing-masing. Seolah ajang pamer adalah tujuan mereka sekolah. Tidak jarang mereka melakukan pembullyan yang cukup membuat trauma. Yang parahnya yang menjadi korban rata-rata anak miskin yang bersekolah karena beasiswa.
Tak terkecuali Sara yang turut menjadi korban pembullyan oleh kelompok anak berharta. Sejak hari pertama sampai saat ini, Sara selalu menjadi sasaran empuk mereka lantaran Sara berani dan tangguh. Namun ada pepatah yang mengatakan, sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga.
Itu juga yang terjadi pada Sara. Seberani dan setangguhnya dia melawan mereka, Sara pasti akan mengalami kondisi terpuruk. Dia bisa merasakan trauma yang sangat mendalam.
Penindasan paling keji yang mereka lakukan adalah pada waktu jam istirahat seperti ini, para pelaku dengan geng-gengnya akan mulai beraksi. Sara yang tengah menikmati makan siangnya di kantin harus mengalami musibah ketika tiba-tiba kuah bakso yang dia makan di siram ke atas kepalanya.
"Kenapa? Mau marah? Marah aja, gue nggak takut sama orang udik kayak lo," maki sang ketua geng yang Sara tahu namanya, Gisal.
Sara menatap nanar anggota geng Gisal yang berisi lima orang. Tidak ada yang cantik satu pun dari mereka. Dandanan mereka semua mirip tante-tante dengan baju super ketat dan rok pendek nyaris mempertontonkan celana dalam mereka.
Sara menggebrak meja kuat, dia susah payah berdiri dengan rambut dan seragam yang kotor, basah penuh kuah. Matanya pedih ketika aliran kuah dari kepalanya melewati mata. Sara kemudian maju selangkah dan mengangkat kedua tangannya mengarah ke leher Gisal. Dia mencekik leher gadis itu dengan mata membara. Rasa benci, muak, emosi, sedih bercampur satu.
Sara sangat sakit hati kenapa dia selalu menjadi korban. Selama ini dia tidak pernah mencari masalah dengan mereka, tetapi tiba-tiba suatu hari mereka mendatanginya dan langsung mengganggunya. Kemarin-kemarin Sara masih bisa sabar tapi sekarang perasaan sabar itu perlahan sirna ketika rasa trauma mulai mengganggu mentalnya.
"Berani, lo nyekik boss gue?!" pekikan itu datang dari anggota geng Gisal. Dia menarik rambut Sara kasar, namun berusaha Sara tahan tarikan itu dengan membuat kaku kepalanya.
"Nggak akan sebelum cewe gila ini mati di tanganku," desis Sara menambah kekuatan tangannya. Dia menyeringai puas ketika melihat wajah Gisal memerah dengan urat leher yang begitu jelas menonjol serta mata melotot sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naughty Wife
RomanceTidak ada pernikahan yang sempurna. Begitu pula dengan pernikahan Sara dengan Sakti. Meski sudah menikah hampir delapan tahun, nyatanya masih banyak hal yang belum mereka ketahui dari pasangan. Mungkin lain cerita kalau mereka tinggal satu atap. T...