Jakarta, 2016
Umurnya masih dua puluh dua tahun. Satu bulan lagi acara kelulusan Sara akan di adakan. Sebentar lagi Sara akan bergelar sarjana dari universitas ternama. Sambil menunggu perayaan kelulusannya tiba, Sara mengisi waktu luangnya dengan bekerja paruh waktu di sebuah minimarket.
Terhitung empat tahun sudah Sara pindah di kota Jakarta ini. Pasca perundungan di masa SMA, Sara sekuat tenaga menyelesaikan pendidikannya di Surabaya sebelum akhirnya pindah ke Jakarta.
“Sara!” panggil seseorang.
Orang yang di panggil sontak menoleh ke belakang ketika hendak menuju gerbang kampus. Dia sedang buru-buru karena sebentar lagi jam tiga sore. Dia harus kerja.
“Ada apa?” Sara menatap temannya yang bernama Gia.
“Nanti malam keluar, yuk!” ajak Gia.
“Nggak bisa. Aku kerja,” tolak Sara sopan.
Gia sontak cemberut. “Sampai jam berapa?”
“Jam sepuluh.”
“Kalau gitu, habis kamu pulang kerja kita bisa keluar.”
Sara terlihat merenung sebelum menatap Gia. “Mau kemana emang?”
Tatapan Gia seketika berubah. Dia memasang wajah sok misterius membuat Sara kebingungan.
“Rahasia pokoknya,” ungkapnya. “Habis pulang kerja kamu siap-siap. Bakal aku jemput jam sepuluh teng! Bye.”
Belum sempat Sara bertanya lebih lanjut, Gia sudah melenggang pergi. Dari jarak jauh Sara bisa mendengar senandung Gia, seolah menunjukkan bahwa dia sangat senang.
Sara menggeleng-geleng melihat tingkah Gia. Walaupun gadis itu kaya raya dan cantik, namun rupanya gadis itu masih mau mengajaknya berteman. Malah Gia terlebih dulu mengajaknya kenalan sampai akhirnya mereka bisa di katakan bersahabat.
Persahabatan beda kasta.
Keluar dari gerbang kampus, Sara segera naik ojek dan langsung menuju toko bangunan.
OoO
Tepat jam sepuluh malam toko sudah di tutup. Sara kini bersiap-siap pulang ke kostnya. Setelah berpamitan singkat dengan bosnya, dia berjalan kaki menuju tempat tinggalnya yang hanya berjarak 100 meter dari toko bangunan.
Ketika hampir sampai di ujung gang sempit, penampakan Gia sudah masuk radar Sara. Sebelum masuk gang tadi, dia memang sudah melihat mobil Gia terparkir di depan gang.
“Dari tadi nyampenya?” tanyanya sekedar basa-basi. Sara melewati Gia dan berjalan mendahului. Dia tau kalau Gia mengekor di belakang.
“Nggak juga,” sahut Gia pendek.
Setelah pintu terbuka, mereka masuk. Saat itu juga Sara bisa melihat dengan jelas pakaian yang di kenakan Gia. Pakaian yang mampu membuatnya sukses melotot. Pasalnya tadi di luar cahaya lampu tidak begitu terang, jadi dia tidak begitu jelas memerhatikan penampilan Gia.
“Nggak mampu beli baju, ya? Kurang bahan gitu masih di pakai?” sindir Sara menyampirkan tas sekolahnya di belakang pintu.
Gia meneliti pakaiannya sendiri dan dia merasa ini masih dalam tahap normal dari yang biasanya Gia kenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naughty Wife
RomanceTidak ada pernikahan yang sempurna. Begitu pula dengan pernikahan Sara dengan Sakti. Meski sudah menikah hampir delapan tahun, nyatanya masih banyak hal yang belum mereka ketahui dari pasangan. Mungkin lain cerita kalau mereka tinggal satu atap. T...