“Sudah berapa lama kerjasama sama Pak Bani itu?” Sara buka suara setelah mereka kembali berada di mobil.
Saat ini keduanya dalam perjalanan menuju kantor sang suami. Kata Sakti sih ada sedikit urusan di sana sebelum melihat rumah yang di renovasi.
Otot lengan Sakti yang memegang kemudi terlihat seksi di mata Sara. Belum lagi urat di punggung tangannya menambah kesan menarik bagi Sara. Cukup bingung dengan pertanyaan istrinya yang terlihat lebih ekspresif pagi ini membuat Sakti melirik sang istri sekilas.
Meski heran, dia tetap menjawab pertanyaan Sara seadanya. “Sudah lama.”
Tanpa sadar bibir Sara maju beberapa centimeter. Entah apa yang ada di benaknya, namun yang pasti hatinya sedikit panas melihat interaksi Sakti dengan Gisal di restoran tadi.
“Anaknya berarti kamu kenal juga?”
“Kenal. Tadi juga di kenalin ke kamu kan?” kini Sakti menunjukkan raut wajah aneh yang tidak lagi bisa di sembunyikan.
“Maksud aku, apa sebelumnya kamu pernah ketemu sama anaknya itu?”
“Pertanyaan kamu aneh,” tukas Sakti kemudian.
“Berarti bener.”
“Apanya yang benar?” tanya Sakti sambil lalu. Atensinya terfokus pada jalanan depan dengan tangan kiri sibuk memindahkan gigi dua ke tiga.
“Berarti dugaan aku bener,” Sara masih tetap ngotot tanpa menghiraukan suaminya.
“Dugaan yang bagaimana dulu, jangan sampai dugaan kamu gak masuk di akal. Seperti lalu-lalu yang sering kamu tuduhkan,” ucap Sakti terlihat tenang.
Beda dengan Sara yang sudah terpancing emosi. Matanya mulai memancarkan kobaran api yang siap di semburkan pada Sakti.
“Aku minta kamu resign dan menetap disini kamu nggak mau. Aku ketemu klien perempuan, kamu curiga melulu,” tutur Sakti. “Itu resiko yang harus kamu tanggung sendiri kalau kita berjauhan. Yang tinggal serumah saja ada yang selingkuh, bagaimana yang tinggalnya jauh?”
“Sindir diri sendiri, Pak?” cibir Sara
Sakti mengangkat kedua bahu santai. Bertepatan dengan itu tangannya menarik rem tangan ketika mobil yang mereka tumpangi tiba di parkiran.
“Gak sindir siapa-siapa. Aku hanya kasih tau satu fakta biar kamu sadar,” ucapnya tepat menatap mata sang istri. Berikutnya dia sibuk melepas seatbelt. “Ayo turun.”
Sara mendengus. “Maling mana ada yang mau ngaku, Pak! Yang ada penjara penuh kalau gitu mah.”
Gubrak!!!
Perkataan Sara di balas dengan gubrakan pintu mobil yang Sakti tutup dengan cukup kencang. Sara yang tak menduga respon Sakti sedikit berjengit kaget.
“Sampai kapan mau duduk di situ? Ayo turun!”
Sara yang sempat tenggelam dalam lamunan di kagetkan oleh sosok Sakti yang sudah berdiri di sisi kiri mobil tempatnya duduk. Bahkan Sara tidak tahu kapan Sakti berdiri dengan pintu mobil yang sudah terbuka lebar. Anehnya lagi tangan kanan sang suami yang terjulur ke arahnya.
Dengan raut pelongonya, Sara manut dan menerima uluran tangan Sakti. Ketika sudah berdiri sempurna dan hendak melepas genggaman tangannya, tiba-tiba tangannya di genggam balik dengan erat oleh sang suami. Sara melirik Sakti ingin tahu tampang lelaki itu, namun yang di lihat hanya raut datar, tidak ada senyuman di sana.
“Liat depan, jangan ke aku. Jangan lupa senyum sama pegawai dan bersikap ramah. Untuk sementara lupakan unek-unek yang ada di benak kamu.”
OoO
KAMU SEDANG MEMBACA
Naughty Wife
RomantikTidak ada pernikahan yang sempurna. Begitu pula dengan pernikahan Sara dengan Sakti. Meski sudah menikah hampir delapan tahun, nyatanya masih banyak hal yang belum mereka ketahui dari pasangan. Mungkin lain cerita kalau mereka tinggal satu atap. T...