Hal 11 | Papa & Mama
⚘⚘⚘
Suami Enola, Magan, sudah tidak percaya lagi padanya. Setiap kali Enola melakukan kesalahan, betapapun kecilnya, Magan langsung menghukumnya secara fisik dan mental. Enola lelah dan ingin melaporkan Magan ke polisi, tetapi Magan membawa Enola ke tempat yang jauh dari kota dan memasang CCTV di seluruh rumah untuk mengawasinya. Enola seperti tahanan yang diawasi ketat setelah mencoba kabur dari penjara; ia tak leluasa bergerak dan tak bisa menghubungi siapapun untuk meminta bantuan.
Rumah baru mereka memiliki banyak pembantu dan pengawal yang bertubuh besar. Enola tak akan bisa kabur, meskipun ia mencoba.
"Nyonya, makan siang udah siap," panggil seorang pembantu. Enola menoleh lemas, lalu menggeleng. Ia tidak nafsu makan; kalau dipaksa makan, ia akan muntah lagi.
Melihat penolakan Enola, Bibi Jejen cemas. Magan telah mengancam mereka; jika Enola menolak makan, mereka akan dipecat. Ia pun membujuk Enola dengan lembut, "Nyonya, mau makan apa? Jangan buat kami susah, Nyonya. Tuan akan marah."
"Saya nggak mau makan," jawab Enola lemah. Ia sudah masa bodoh. Biar saja para pembantu juga merasakan penderitaan yang sama.
"Nyonya, makan dikit aja. Tau kok Nyonya lagi nggak nafsu makan, tapi makan dikit aja."
"Nggak mau."
"Nyonya—"
Enola mengabaikan keluhan Bibi Jejen, berdiri, dan meninggalkan Bibi dalam kecemasan. Ia berjalan berkeliling rumah—sesuatu yang sudah berkali-kali ia lakukan untuk menghilangkan kebosanan. Ia boleh keluar ke halaman, tetapi tidak mungkin kabur karena dinding rumah sangat tinggi dan tak mungkin dipanjat. Meskipun bisa memanjat, Enola tak akan bisa menyeberangi dinding karena bagian atasnya dilapisi kawat berduri. Semuanya dirancang agar Enola tak bisa kabur.
Enola kembali ke kamar, duduk di ranjang, termenung. Tiba-tiba ia teringat sesuatu: Magan pasti menyembunyikan ponselnya. Karena ia tak pernah mencari sebelumnya, ia tak menemukannya. Barang-barangnya telah dipindah, mungkin ponselnya juga.
Ia melirik CCTV di kamar. Magan mungkin tak akan curiga jika ia bersikap biasa saja saat mencari ponselnya.
Enola pura-pura berjalan-jalan, lalu mengambil kotak rajutannya di kabinet, duduk di ranjang, dan menyembunyikan jarumnya agar terlihat sedang mencari. Ia mengacak-acak kotak, pura-pura mencari jarum. Tak menemukannya, ia menuju kabinet lain.
Tiga menit kemudian, Enola mengalihkan pencariannya ke lemari, mencari ponselnya. Ia membungkuk, membuka pintu lemari satu per satu, lalu ke kabinet, hingga menemukan sebuah kotak yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Enola mengeluarkan kotak dari kabinet, membukanya. Di dalamnya terdapat beberapa foto dan sebuah kotak cincin. Enola mengerutkan dahi, bingung menatap dua sosok dalam foto tersebut.
Sementara itu, Magan terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga lupa mengawasi CCTV. Ia bertemu dengan klien penting, berpindah-pindah gedung, tanpa menyadari aktivitas Enola di rumah.
Pukul tiga sore, Magan selesai rapat. Ia hendak kembali ke kantor saat teleponnya berdering. Ia menepikan mobil dan mengangkat teleponnya.
"Magan, Mama pingsan di kamar mandi, Papa udah bawa ke Rumah Sakit Kasih."
"Pingsan? Baik, saya langsung ke sana." Telepon terputus. Magan mengubah jalur dan memacu mobilnya ke rumah sakit dengan cemas.
Sesampainya di rumah sakit, ibunya sudah sadar. Magan menghampiri dan bertanya cemas, "Ma, gimana keadaan Mama?"
Perempuan itu mengangguk lemah. "Mama baik-baik saja," katanya, wajahnya pucat pasi. Dokter bilang dia kelelahan dan terlalu banyak pikiran. Belum lagi, ia sering terbangun di malam hari karena memimpikan anaknya yang sudah meninggal.
"Mama nggak nginep, kamu pulang sama kita aja, nginep satu malam di rumah," pinta Papa.
Magan terdiam sejenak, menimbang-nimbang apakah akan tidur di rumahnya sendiri atau di rumah mereka. Namun akhir-akhir ini Enola sering memberontak, dan Magan takut Enola akan melakukan sesuatu yang buruk jika ditinggal sendirian bersama para pembantu.
"Kenapa kamu jarang nginep di rumah akhir-akhir ini?" tanya Papa.
"Cuma agak sibuk dikit kok," jawab Magan. "Ya udah, saya nginep di rumah kalian malem ini. Tapi saya nggak bisa lama-lama,."
Mama Papa manggut-manggut ngerti. "Papa ngerti kok kamu sibuk, Nak, tapi kamu selalu sempetin diri buat jenguk Salina."
***
JANGAN LUPA VOTE & KOMEN

KAMU SEDANG MEMBACA
Kembalikan Cintaku S1 [REPUBLISH]
Beletrie[TAHAP REVISI] Enola tidak menyangka dihari kelulusannya, ia didatangi oleh laki-laki asing yang mengaku-ngaku telah mengenal Enola cukup baik. Dengan penuh keberanian, menemui kedua orang tuanya dan melamarnya dihari yang sama. Enola tidak pernah...