Chapter 1

215 24 2
                                    

Bogor, Indonesia
20 Maret 2018

"NADIRA, kamu nggak ke kampus?"

Teguran dari luar kamar melenyapkan ketenangan pagi seorang gadis yang sengaja bersembunyi di balik selimut.

"Nggak Tante. Hari ini nggak ada mata kuliah. Lagian, aku juga nggak enak badan," sahutnya malas.

"Beneran? Soalnya kemarin malam Cindra telepon dan bilang sama tante kalau hari ini kalian ada presentasi penting."

Dengan kesal Nadira menyibak selimut. Mata kecilnya menerawang langit-langit. Tiupan halus dari mulut menerbangkan helaian poni yang jatuh tepat di ujung hidung bangirnya.

Irene memasuki kamar Nadira. Kedua tangan masing-masing membawa sapu dan sekop. "Sudah mandi sana! Cindra sama Ola pasti sudah nungguin kamu," titahnya.

"Nggak, Tante. Aku ikhlas kerja di balik layar, tapi kalau Cindra suruh aku buat ikut tampil di depan sama dia, aku nggak bisa."

"Nad, kamu itu sudah mau semester akhir." Irene duduk di samping ranjang Nadira. "Gimana kalau nanti kamu presentasi tugas akhir?" lanjutnya dengan suara yang lebih dalam.

Nadira diam sesaat. "Ini masalah trauma, Tante. Aku ... belum siap aja," ucapnya kemudian diikuti desahan frustasi.

"Terus kapan kamu siap? Kesempatan itu dibuat, nggak hanya ditunggu. Itu motto hidup yang kamu buat sendiri loh!" cerca Irene pantang mundur sembari menunjuk kalimat motivasi di dinding dekat pintu.

Nadira dengan mata kuyunya terpaksa mengangkat dagu. "Iya Tante. Tapi beneran, aku nggak enak badan. Nanti kalau aku tiba-tiba pingsan di panggung, Tante baru percaya kalau aku sakit?"

Melihat tangan Irene hendak menyentuh keningnya, Nadira melengos secepat kilat lalu menarik selimut, seolah itu adalah aksi terakhir yang memaksa Irene mundur teratur.

Namanya Amethyst Nadira Brahmantya. Usia 21 tahun, Mahasiswi semester enam Jurusan Desain Interior. Kedua orang tuanya meninggal sejak dirinya berusia 12 tahun. Sejak itu Nadira tinggal bersama tantenya, Irene yang berstatus single.

Melanjutkan pendidikan sampai di bangku kuliah membuatnya semakin mantab menentukan jalan hidup. Nadira juga menemukan ikatan persahabatannya di sini.

Cindra dan Ola adalah dua sosok yang memiliki kepribadian bertolak belakang dengan Nadira, tapi mereka dapat menyatu ibarat pelangi dengan banyak warna. Selalu ada hal menarik di setiap aksi kolaborasi mereka.

Bergelut dengan pikiran negatif yang hampir mencekik, terlebih dirinya tidak mau mengecewakan Cindra, Nadira akhirnya memutuskan pergi ke kampus.

"Ada susu di tas kamu. Jangan lupa diminum!" Irene buka suara begitu masuk ke mobil dan mengenakan seat belt.

"Makasih, Tante. Oh iya, nanti aku pulang bareng Ola, jadi Tante nggak usah jemput," sahut Nadira.

Kening Irene langsung berkernyit sanksi. "Memang Ola bawa skuter matic-nya? Dia nggak lupa bawa helm buat kamu? Anaknya kan pelupa."

"Tadi pagi aku udah ingetin kok, Tan."

Setelah hampir satu jam menempuh perjalanan, food truck Irene sampai pada bundaran utama kampus swasta dengan signboard megah nan kokoh bertuliskan Verona University of Art. Gedung-gedung kampus berdiri gagah ditemani pepohonan palem menjulang, hampir di semua pembatas jalan. Setiap distrik penuh stan unik dengan pamflet bertuliskan "Art Bazar" dan "IDEA Festifal". Berbagai Jurusan sedang merayakan Dies Natalis dengan mengadakan bazar kesenian.

Impian Nadira adalah menjadi mahasiswi di Mozarteum University di Salzburg, Austria. Namun, kejadian buruk yang menimpanya enam tahun lalu membuat mimpinya soal Mozarteum ikut terkubur bersama kebenciannya terhadap semua yang berkaitan dengan musik klasik.

Peridot VowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang