Chapter 8

132 20 1
                                    

SUARA binatang-binatang kecil malam menyelinap di antara semak dan pepohonan. Kunang-kunang membawa cahaya hijau kekuningan di sekitar tanaman hias yang merambat di antara dinding-dinding bata. Keramaian festival malam di Kampus Verona nyaris tak terdengar.

Cindra dan Ola bak sepasang mannequin yang sedang menatap kosong pagar besar nan kokoh, pemisah antara dunia luar dengan dunia para pria yang hidup di dalam asrama.

Sebelum berpijak di tempat terlarang bagi wanita itu, teman asrama mereka menyampaikan bahwa Nadira mungkin dalam bahaya, karena gadis itu baru saja menampar Eros di muka umum. Seorang saksi mata lagi mengatakan, Nadira diikuti sekumpulan pria dan mereka terlihat pergi menuju asrama pria. Dan di sinilah Cindra dan Ola mendamparkan diri.

"Cin, gawat! GPS Nadira mati. Aku lapor sama satpam ya, biar mereka bisa bantu kita masuk," usul Ola.

"Kalau GPS Nadira mati, kita nggak punya bukti kalau Nadira memang ada di sini, La," sahut Cindra sedikit tak bertenaga. Diam-diam ia mulai merasa suhu tubuhnya meningkat. Otak sudah memerintahkannya untuk istirahat. Namun, Cindra tidak bisa membiarkan Ola sendirian mencari Nadira yang entah bagaimana nasibnya.

"Kalau gitu kita yang masuk ke sana!" cetus Ola kemudian.

Alis kanan Cindra terangkat tinggi. "Trus menurut lo, kostum dan stiletto gue bisa buat mendaki gunung lewati lembah kayak Ninja Hatori gitu?"

"Yaudah Cindra, nggak usah pakek stiletto! Sembunyiin aja di semak!"

"Nggak! Kita pikirin cara lain yang lebih aman."

"Cara lain apa, Cindra? Kalo Nadira diapa-apain Eros pas kita lagi mikir gimana?"

"Aaakhh! Serius gue nyeker?" Cindra masih mengeluh sambil sentrap-sentrup akibat cairan ingus yang ditahan keluar.

"Aku bawa dua kantong plastik nih! Pas buat sarung kaki." Ola memberi solusi.

"Ola, are you kidding me?" Cindra bertanya dengan nada datar.

Sementara itu, di sebuah gudang dengan ventilasi kecil yang maksimal hanya bisa dilewati oleh seekor tikus, di sanalah Nadira disekap. Penutup mata Nadira dari kain putih dibuka setelah sampai di tempat penyekapan. Ponsel Nadira yang berbunyi, sengaja dimatikan oleh salah satu komplotan Eros. Suara tawa dan candaan kotor keluar satu-persatu dari mulut mereka yang sengaja memakai penutup wajah.

Ola dan Cindra telah sampai di selasar. Mereka mengendap-endap, berlari tanpa suara dan bersembunyi di balik dinding begitu sekumpulan lelaki penghuni asrama melewati koridor.

Sejenak mengamati situasi, Cindra membuka aplikasi map asrama. Keduanya mengamati setiap pavilliun di dalam map yang berpotensi sebagai tempat penyekapan.

"Kita berpencar, La. Lo ke gudang bahan makanan. Gue ke studio."

"Ok."

Cindra mengambil langkah keluar dari balik dinding.

"Eh, Cin ... kalung kamu?" Ola menyadari kalung peridot tak nampak di leher Cindra. Ia khawatir kalung berharga pemberian Ana jatuh saat mereka menyelinap.

"Gue tinggal di kamar," jawab Cindra tanpa suara. Dia melakukan isyarat tangan agar Ola segera bergerak.

Ola mengangguk dan mulai beranjak dari tempatnya.

Cindra kembali fokus pada map. Belum sempat menentukan arahnya, barisan para pria memakai hot pants dan kaos kutang terlihat berlari kecil bak tentara yang sedang jaga malam.

Hu ha hu ha hu ha hu!

Hentakan sandal jepit mereka menggema cempreng. Sambil berdecak, Cindra mengamati barisan para lelaki bertubuh kurus kering itu tanpa minat. Lalu ia bergerak mengikuti arah panah di dalam map yang menuntunnya ke art studio, tempat para mahasiswa mengerjakan tugas kuliah seni masing-masing.

Peridot VowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang