Lima

130 31 22
                                    

Furqon mengumpat berkali-kali. Ia sebenarnya tak ingin pedulikan Alena tapi ia tak bisa membiarkannya pergi begitu saja.

Jika terjadi apa-apa pada Alena, ia pasti akan semakin disalahkan. Membantu kabur istri orang lalu membuat celaka.

Furqon tidak mau masuk penjara, akhirnya dengan terpaksa ia mengejar Alena. Namun, ia berhenti saat melihat Alena bersama Umar.

"Sesama orang gatal memang cocok."

"Furqon."

Umar semakin tak enak karena ada Furqon, ia yakin Furqon pasti salah paham dengannya.

"Alena, cepat kembali!"

Furqon menunjuk Alena. Ia merasa geram dengan tingkah laku Alena yang sembarangan. Meski ia sadar, ia juga bukan tipikal pria baik-baik tapi tetap saja ia risih dengan tingkah laku Alena.

"Aku tidak mau ikut kamu lagi. Aku mau pulang ke kota. Aku tidak mau tinggal di kampung."

"Terserah kalau kamu mau pulang ke kota tapi aku tidak bertanggung jawab jika terjadi apapun padamu di jalan."

"Umar akan mengantarkan aku. Iya kan?"

Alena menatap Umar dengan tatapan memelas. Ia berharap, trik ini dapat membuat Umar luluh seperti pria-pria yang biasa ia manfaatkan.

"Aku...."

Umar bingung, apa yang harus ia jawab. Ia tahu, wanita yang baru saja Furqon panggil dengan nama Alena, bukanlah urusannya tapi ia tak tega melihat tatapan mata Alena. Ia berfikir, Furqon telah kasar dan menyakiti Alena sehingga wanita itu kabur.

"Ayo, aku mau pulang."

Alena menarik-narik tangan Umar. Ia ingin cepat-cepat pergi dari kampung. Pergi menjauh dari Furqon yang paling utama karena Furqon sangat tidak baik untuk kesehatan mentalnya. Ia pasti bisa marah-marah sepanjang hari, jika tetap bersama Furqon atau berada di dekat Furqon.

"Ya sudah."

Furqon tak mau ambil pusing, ia lebih baik membiarkan Alena pergi. Lagipula, ia sudah memperingatkan dan mencegahnya. Jika terjadi apa-apa pada Alena, ia tak bertanggung jawab lagi.

Misalkan ada yang menuntutnya, ia akan menggunakan Dadang sebagai saksinya karena sejak tadi Dadang diam sambil menonton dengan hikmat, pertengkaran yang terjadi antara dirinya dan Alena.

"Kenapa masih diam. Ayo kita pergi sekarang."

Alena terus menarik Umar untuk pergi mengantarnya. Ia tidak bisa pergi sendirian. Apalagi jalan menuju kota sangat sulit dilalui.

"Aku tidak basa."

Susah payah, akhirnya Umar berhasil menolak kemauan Alena. Ia tidak mau menjadi tersangka dalam masalah ini.

"Kamu tega?" Mata Alena berkaca-kaca, ia berakting seolah-olah sangat terluka. Supaya Umar goyah.

Umar tidak mau membantu dirinya, pasti karena takut dengan Furqon. Alena tahu, Furqon termasuk salah satu preman yang disegani di kampung ini.

Alena dulu sengaja mencari informasi tentang Furqon saat pria itu tiba-tiba datang dalam kehidupannya dan mengacaukan semua rencana yang telah ia buat susah payah untuk menyingkirkan istri pertama suaminya.

"Kalau kamu mau bawa wanita itu. Sana bawa."

Furqon bersedekap sambil menatap Umar, ia ingin mengetes keberanian Umar terhadapnya.

"Tidak. Maaf aku tidak bisa."

Umar ingin pergi, ia tak mau terseret masalah lebih jauh lagi tapi Alena terus memeganginya. Ia juga melihat Alena mulai menangis.

"Ya sudah jika kamu tidak mau membantuku. Membantu wanita lemah yang tengah tertimpa kesusahan serta kemalangan."

Alena melepaskan Umar dan berjalan pelan ke sembarang arah. Seolah-olah saat ini ia sedang tak berdaya dan sangat menderita.

"Kasihan dia, Fur." Umar benar-benar goyah, ia tak tega melihat Alena.

"Iya, Fur. Kasihan dia."

Dadang yang sejak tadi diam, kini ia angkat suara karena kasihan pada Alena.

"Kalau kalian kasihan padanya, kalian antarkan saja dia."

Furqon sudah kebal dengan akting Alena. Ia tidak akan merasa kasihan karena Alena termasuk wanita ular dan sering berdrama demi mendapatkan apa yang dia inginkan. Termasuk menginginkan suami orang.

"Aku tidak ikutan." Dadang geleng-geleng kepala, ia sudah repot dan tak mau ditambah repot. Apalagi ia tak tahu asal-usul wanita yang Furqan bawa tapi ia bisa melihat kalau wanita itu bukanlah wanita biasa.

"Kamu?" Furqon melihat ke arah Umar.

"Tidak, aku tidak tahu darimana asalnya. Lagipula, aku jarang berpergian jauh."

Meski ia sempat goyah tapi ia tetap tidak berani untuk mengambil resiko. Ia juga tidak mau di cap buruk oleh orang-orang.

Aisyah Kafi ( After Married 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang