Dua

222 42 30
                                    

Berbekal senter untuk menerangi jalan dan sarung lusuh ia kenakan untuk menghalau udara dingin, Kafi berangkat ke pasar.

Cuaca pagi ini berkabut dan sangat dingin. Namun, semua itu tidak menyurutkan niat Kafi untuk tidak bekerja. Ia membutuhkan banyak uang demi memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan tentu saja susu untuk Latifah, putri kecilnya yang imut dan menggemaskan.

"Berangkat kerja, Kaf."

"Sudah tahu, pakai nannya."

Kafi memang sudah memaafkan karena semua yang terjadi bukan salah Umar sepenuhnya tapi bukan berarti sikap Kafi berubah ramah. Kafi tetaplah Kafi yang sering membuat orang jengkel dan menyesal jika bertanya atau memujinya.

"Maaf, aku hanya bertanya."

"Tidak masalah, asal jangan tanya tentang istriku."

Umar terdiam, sambil berusaha untuk sabar menghadapi sikap Kafi yang tak pernah bersahabat dengannya.

Umar tidak menyalakan Kafi, mungkin jika ia menjadi Kafi. Ia pun akan bersikap demikian. "Tentu tidak."

"Baguslah."

Kafi berlalu begitu saja, ia malas berlama-lama berbicara dengan Umar. Lagipula, waktu adalah uang. Ia harus sesegera mungkin sampai ke pasar sebelum langganannya di ambil orang.

Belum lama Kafi berjalan, langkahnya terhenti saat melihat sosok yang tak asing baginya. Sosok yang sudah lama tidak ada kabar dan masyarakat pikir dia telah tewas dimakan bintang buas.

"Furqon!"

Kafi berseru sambil berlari menghampiri. Ia sangat yakin itu Furqon, sahabatnya yang telah lama menghilang. Meski pencahayaan terbatas tapi Kafi masih bisa mengenalinya dengan jelas.

"Kaf."

"Astaga, ya ampun. Kamu hidup. Aku pikir kamu mati di makan hewan." Kafi dan Furqon berpelukan satu sama lain. "Udah-udah, gak usah lama-lama kita pelukan. Nanti di kira belok sama wanita yang di samping kamu itu. Ngomong-ngomong, siapa dia?"

"Cerewet sekali kamu, Kaf. Apa sudah ketularan ibu-ibu ghibah."

"Wah, kamu pakai sepatu dan baju bagus sekarang. Sudah mirip pegawai kelurahan kamu, Fur."

Kafi melihat penampilan Furqon dari atas sampai bawah. Saat ini penampakannya sungguh berbeda.

"Ceritanya panjang."

"Kalau begitu. Cerita singkatnya saja. Siapa wanita itu dan kamu kemana selama ini."

"Nanti saja aku ceritakan di rumahmu. Dia Bu Alena, istri bosku."

"Kamu kerja sama artis, Fur?"

Kafi melihat penampilan Alena yang menurutnya sangat luar biasa glamor. Sandal hak tinggi, baju mini dan ketat, dandanan menor dan perhiasan berkilauan.

"Bukan. Sudah dulu, Kaf. Aku harus segera sampai rumah, sebelum banyak orang melihatku."

"Ya sudah. Aku juga harus buru-buru ke pasar."

Mereka berjalan berlawanan arah. Meski Kafi sangat penasaran dengan apa yang terjadi oleh Furqon tapi rasa tanggungjawabnya lebih besar. Ia harus bekerja supaya bisa mendapatkan banyak uang demi membahagiakan Aisyah dan Latifah.

Furqon sendiri, ia merasa cemas serta bingung. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan pada warga nanti dan ia juga bingung, bagaimana caranya untuk membela diri saat polisi datang menangkapnya.

"Kakiku terasa mau patah dan udara di sini sangat dingin."

Alena bersin beberapa kali. Ia menyesal ikut dengan Furqon. Ia awalnya hanya ingin menggertak Bram, suaminya. Supaya mau menceraikan Shania, istri pertama Bram. Namun, usaha yang ia lakukan gagal. Bram seolah tak peduli padanya, dia membiarkan ia pergi.

"Aku sudah bilang, tempatku dingin. Masih beruntung tadi malam tidak hujan kalau hujan, aku jamin kamu tidak bisa berjalan. Sandal kamu itu bisa menancap di tanah."

"Terserah. Lalu dimana rumahmu?"

"Sekitar beberapa menit lagi."

"Heh! Kamu sudah bilang sekitar beberapa menit itu sudah berapa kali? Jadi sebenarnya berapa lama? Kenapa kita tidak naik kendaraan saja. Aku capek."

"Capek kamu, bukan urusanku."

Furqon mempercepat langkahnya. Ia kesal karena harus terseret masalah sana sini. Masalahnya yang dulu saja, tuduhan pembunuhan belum selesai. Lalu sekarang ia pasti mendapat kasus baru, membawa lari istri bos. Mengingat ini semua, rasanya kepala berputar-putar.

"Furqon?"

Furqon terlonjak kaget. Manusia yang paling ingin Furqon hindari kini ada di depan mata.

"Apa."

"Kamu masih hidup?"

Umar kaget saat ia tengah menyapu lantai yang sempat tertunda tadi untuk berbasa-basi dengan Kafi. Ia tak menyangka melihat Furqon.

"Seperti yang kamu lihat. Aku masih bernapas dan bisa menjawab pertanyaanmu."

Umar mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang berada di samping Furqon.

"Jelalatan." Furqon menarik tangan Alena supaya mendekat dengannya.

"Fur!"

"Aku akan tuntut balik kamu atas tuduhan terhadapku dan pencemaran nama baik."

Furqon menatap Umar tajam dan kesal. Jika bukan karena Umar, ia tidak mungkin ketiban sial bertemu wanita seperti Alena.

"Aku cuma mau minta maaf. Laporan sudah aku cabut. Kamu bebas dari tuduhan."

"Baguslah karena aku memang tidak bersalah."

"Ya. Maafkan aku."

Furqon mengacuhkan permintaan maaf  Umar. Ia lebih memilih pergi secepatnya sebelum ada orang lain lagi yang melihatnya.


Aisyah Kafi ( After Married 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang