Alena kesal, semua tidak ada yang berani mengantarnya pulang. Ia harus mencari cara lain supaya bisa pulang. Mungkin dengan cara nekad, ia bisa kembali dan terbebas dari Furqon.
"Masih mau nekad pulang?"
Furqon memandang remeh Alena, mungkin di sana Alena adalah ratu tapi di sini dia bukanlah siapa-siapa.
"Ada apa ini, ramai-ramai?"
Kafi ikut bergabung saat melihat Furqon, Umar, Dadang dan wanita ondel-ondel sedang bicara serius.
"Tidak ada apa-apa." Furqon menarik Alena supaya ikut dengannya.
"Aku ingin pulang."
Alena menyentakkan tangan Furqon, ia tak betah di kampung, ia ingin pulang.
"Kembalikan saja makhluk itu, Fur. Kamu ambil dimana sih?"
Kafi melihat aneh ke arah Alena. Seumur hidup, ia tidak pernah melihat wanita modelnya seperti Alena secara langsung kecuali di televisi milik tuan tanah yang pernah ia curi dulu.
"Ceritanya panjang."
"Sejak pagi kamu bilang ceritanya panjang. Ya udah, kalian ke rumahku saja. Aku ingin mendengarnya, lumayan seperti dengar siaran radio."
Furqon terdiam, ia berpikir sejenak. Lalu ia mengangguk setuju untuk ikut bersama Kafi, mungkin saat di sana nanti, setan-setan yang ada pada diri Alena bisa jinak saat bertemu dengan Aisyah.
"Kalian tidak aku ajak." Setelah mengucapkan itu pada Dadang dan Umar, Kafi berlalu begitu saja. Ia jalan lebih dahulu ke arah rumahnya. Tak pedulikan wajah Dadang dan Umar yang masam.
"Dasar edan!" Dadang menggerutu, pasalnya Kafi selalu saja sukses membuat orang kesal.
Kafi menurut Dadang tidak berubah sama sekali, terkadang ia kasihan dengan Aisyah. Apakah Aisyah baik-baik saja dan bahagia hidup bersama Kafi. Namun, Dadang tidak pernah bertanya karena resikonya terlalu tinggi jika berurusan dengan Kafi. Paling ia menggosip tipis-tipis dengan ibu-ibu yang belanja sayur dengannya.
Sedangkan Umar, ia hanya bisa terdiam. Padahal ia berharap untuk diajak, supaya ia bisa melihat Aisyah.
Sudah lama, Umar ingin melihat Aisyah dan berbicara dengannya meski hanya sebentar. Biasanya ia hanya bisa melihat tapi tak bisa berbuat banyak karena masih ada orang-orang yang usil menggodanya atau menggoda Aisyah saat mereka tak sengaja bertemu.
"Mas Umar masih mau di sini?" Dadang bertanya pada Umar yang masih melihat arah Kafi pergi.
"Tidak, aku mau pulang." Umar tersenyum samar, ia tak enak pada Dadang dan berharap Dadang tidak berpikir macam-macam padanya. Ia juga berharap kejadian hari ini tidak menjadi bahan gosip besok pagi saat dia berjualan. "Aku duluan, Mang."
Dadang mengangguk lalu ikut pergi sambil mengingat-ingat kejadian tadi untuk bahan gosip besok pagi. Biasanya dagangan yang ia jajakan laris dan banyak ibu-ibu berkumpul saat ada gosip baru.
****
"Ais...."
"Assalamualaikum, Mas."
"Oh iya, aku lupa lagi. Wa'alaikumsalam, Sayang."
Lalu Kafi masuk melewati Aisyah menuju kamar, ia mendengar rengekan Latifah.
Aisyah ingin mengikuti Kafi melihat Latifah sambil menasehati Kafi tentang salam saat masuk rumah. Namun, ia urungkan saat melihat Furqon dan seorang wanita cantik dengan dandan menor. Mungkin wanita itu yang Kafi dan Furqon bahas tadi.
"Ayo masuk kamu, lelet sekali!" Furqon menarik Alena supaya lebih cepat hingga Alena hampir terjatuh.
"Astaghfirullah, jangan seperti itu." Aisyah menghampiri Alena dan menuntunnya.
"Sudahlah, Ais. Dia memang pantas mendapatakan ini. Dia sudah membuat aku susah."
"Apapun itu, kamu tidak boleh kasar pada seorang wanita."
"Terserah kamu saja." Furqon melepaskan Alena dan membiarkannya bersama Aisyah. Lalu ia masuk terlebih dahulu seperti rumah sendiri. Ia duduk di samping Kafi yang kini sedang menggendong seorang anak kecil. "Anakmu, Kaf?"
"Ya iyalah, anak bapak Kafi yang paling cakep." Kafi menciumi Latifah gemas.
"Cantik juga, Kaf. Jodohkan denganku ya."
Kafi langsung melotot ke arah Furqon, "jangan mimpi kamu, Fur. Aku tidak akan ikhlas anakku yang cantik dapat kamu yang sudah tua."
Aisyah ingin tertawa tapi ia tahan takut Furqon tersinggung, berbeda dengan Alena yang tertawa terbahak-bahak seperti puas saat ada yang menghina Furqon.
"Diam kamu ondel-ondel! tertawamu bisa membuat anakku menangis."
"Mas." Aisyah menegur Kafi supaya lebih sopan.
Alena langsung daim dan cemberut, pria bernama Kafi ternyata sama seperti Furqon, sama-sama menyebalkan.
"Ayo duduk." Aisyah mengajak Alena untuk duduk. "Nama kamu siapa?"
"Namaku Alena, kamu siapa?"
"Aku Aisyah." Aisyah tersenyum ramah.
Sungguh Alena merasa iri melihat Aisyah, dia orang kampung tapi terlihat sangat cantik dan anggun. Aisyah juga sangat lembut membuat teduh dan damai saat berada didekatnya.
"Jadi bagaimana ceritanya, Fur? Kenapa istri Bosmu bisa ikut denganmu?"
Kafi sungguh penasaran dengan cerita Furqon, ia juga penasaran bagaimana Furqon menjalani hidupnya selama masa pelariannya dari tuduhan kasus pembunuhan.
"Aku ketiban sial, Kaf. Wanita ini ingin menyingkirkan istri pertama suaminya."
"Apa?!" ucap Aisyah dan Kaf secara serempak sambil melihat ke arah Alena tak percaya.
****
260323
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah Kafi ( After Married 2)
RomanceKafi berpikir hidupnya akan damai dan sejahtera saat sudah bisa bersatu dengan Aisyah namun nyatanya mempertahankan hubungan jauh lebih sulit daripada saat meraihnya. Kafi merasa lelah dan terkadang ingin menyerah saat masalah demi masalah datang me...