Bejo berlari sekuat yang ia bisa untuk mengejar Kafi. Ia dapat bernapas lega karena benar kata Parmi jika Kafi belumlah jauh.
"Kaf, Kafi!" teriak Bejo.
Kafi yang mendengar ada yang memanggilnya. Ia menghentikan langkahnya.
"Ada apa?"
Kafi melihat Bejo yang sedang mengatur napasnya seperti habis lari maraton.
"Kamu di suruh cepat pulang."
"Aku mau nganterin barang ini dulu. Memangnya ada apa?"
Kafi menurunkan barang yang ia bawa terlebih dahulu karena berat.
"Bu Siti tadi yang memerintahkan aku buat manggil kamu. Sepertinya Ais mau melahirkan," jelas Bejo.
"Ais melahirkan?!" seru Kafi.
"Iya, tadi Ais... "
Bejo belum menyelesaikan ucapannya, Kafi sudah lari terlebih dahulu.
"Asem memang, bocah edan tetap saja edan," gerutu Bejo.
Tadinya Bejo mau bercerita jika saat ia mau menemui Pak Abdullah untuk mengisi ceramah di acara maulid nabi besok di mushola. Malah mendengar Aisyah sedang kesakitan.
"Semoga Aisyah baik-baik saja," gumam Kafi terus menerus seperti lantunan doa karena Kafi sangat panik. Ia takut terjadi apa-apa pada Aisyah. Apalagi usia kandungan Aisyah belum genap sembilan bulan.
Kafi makin panik ketika sampai rumah tetapi rumah mertuanya sepi.
"Kaf, istrimu sudah di bawa ke puskesmas," ucap salah seorang tetangga, menghampiri Kafi.
"Terima kasih."
Seakan tidak merasakan lelah. Kafi segera berlari kembali menuju puskesmas.
"Ais, Aisyah!" teriak Kafi ketika sudah sampai puskesmas.
"Bu Ais, ada di ruang persalinan," ucap salah satu perawat.
"Dimana ruangnya?"
Kafi ingin menemani Aisyah berjuang. Kafi tak mau Aisyah berjuang sendirian karena wanita yang tengah melahirkan sama saja dengan berjuang mempertaruhkan nyawanya.
"Mari saya antar." Perawat itu mengantarkan Kafi keruangan Aisyah.
Kafi mengangguk cepat. Ia tak mau banyak bertanya atau bicara karena yang terpenting saat ini adalah Aisyah.
"Kafi." Abdullah dan Siti yang tenagh menunggu di depan ruangan Aisyah, menghampiri Kafi.
"Aku langsung masuk saja. Aku mau menemani Aisyah." Kafi segera masuk ruang tak ingin banyak basa-basi terlebih dahulu.
Abdullah dan Siti mengerti. Mereka tak melarang Kafi untuk masuk. Karena kehadiran seorang suami saat persalinan dapat memberikan kekuatan bagi istri.
"Mas," lirih Aisyah yang tenagh kesakitan.
Dalam hati Aisyah merasa senang karena Kafi datang.
"Aku datang, Sayang." Kafi mengusap lembut pipi Aisyah lalu menggenggam tangan Aisyah.
Aisyah tersenyum dan kembali mengikuti instruksi bidan yang membantu persalinannya.
Aisyah dan Kafi memiliki harapan yang sama, mereka ingin anaknya lahir selamat tanpa kekurangan satu apapun meskipun belum waktunya lahir.
"Ayo kamu pasti bisa." Kafi terus menyemangati Aisyah.
Setelah berjuang hampir satu jam lebih. Kafi menitihkan air matanya ketika mendengar suara tangisan bayi.
"Alhamdulillah," uacp Kafi sembari menciumi punggung tangan Aisyah sebagai ucapan terima kasih karena Aisyah telah memberikannya kebahagiaan yang luar biasa.
Kafi tak pernah membayangkan hal ini dulu. Ia bisa memiliki istri lagi dan memiliki seorang anak.
"Adzan kan dulu anaknya, Pak!" perintah Bu Bidan.
"Iya." Kafi mengumandangkan adzan di dekat telinga anaknya.
Sejak mengetahui Aisyah hamil. Kafi belajar adzan karena ingin ia sendirilah yang mengadzani anaknya bukan orang lain.
Aisyah ikut terharu melihat suaminya. Sungguh ini adalah hal terindah bagi Aisyah.
Kini ia telah menjadi wanita seutuhnya. Ia tak pernah membayangkan bisa menjadi seorang ibu. Apalagi ia pernah memiliki trauma terberat dalam hidupnya.
"Terima kasih." Kafi tersenyum pada Aisyah setelah selesai adzan lalu mendekati Aisyah dan memberikan anak mereka.
Aisyah menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih juga untukmu yang mau bersabar bersamaku." Aisyah ikut tersenyum.
Aisyah Kafi 1 ( Juli - Desember 2020)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aisyah Kafi ( After Married 2)
RomansaKafi berpikir hidupnya akan damai dan sejahtera saat sudah bisa bersatu dengan Aisyah namun nyatanya mempertahankan hubungan jauh lebih sulit daripada saat meraihnya. Kafi merasa lelah dan terkadang ingin menyerah saat masalah demi masalah datang me...