Hari itu sangat ramai. Hiruk pikuk kota sangat terasa. Di sore yang terasa damai di sebuah taman yang tumben sepi, ditemani burung kecil yang berkicau bersamaan lewatnya burung-burung yang terbang bermigrasi di langit kembali ke selatan mencari tempat yang hangat. Sementara langit biru sudah mulai berwarna oranye. Tanda senja dan waktu maghrib pun akan tiba. Lampu-lampu taman mulai berkedip lalu menyala untuk menyinari kegelapan jalanan.Menghirup aroma sore hari yang terasa nyaman bagi seorang pemuda yang tengah bertengger di pagar jembatan tepat di sisi timur laut taman. Sang pemuda tampak tersenyum lega sembari asyik memerhatikan to do list di ponsel pintar nya. Tersenyum bahagia.
Sampai seseorang meneriakkan nama nya dari belakang. Lari tergopoh-gopoh dengan keringat yang mengucur dari pelipisnya. Suara nya itu— yang ia dengar dari telinga nya hanyalah suara cempreng yang biasa ia dengar hampir tiap hari meracau.
Ia hanya menolehkan kepala ke samping. Harap-harap orang yang meneriaki namanya segera menghampiri dan ikut bersender di sampingnya.
"Hahh... Ternyata kau disini? Daritadi aku mencarimu kemana-mana, kau kira kau itu anak kecil yang harus ku khawatirkan sampai lari sana-sini demi menemukan mu?!" Ucapnya kesal. Belum selesai mengatur nafas, ia pun menetralkan nafasnya kembali.
Pemuda yang dicari tadi hanya tersenyum. Lalu mengendikkan bahu, menatap ke depan sana lagi. "Aku,'kan tak meminta untuk di cari? Lagipula kalau sudah Maghrib nanti juga pulang, kok! Aku juga paham kali, orang sebesar diriku seharusnya tidak membuat kalian kepikiran?" Ia terkekeh pelan.
"Masalahnya ini penting! Tapi, kenapa harus saat Maghrib? Memangnya cukup waktunya untuk kau siap-siap ke masjid dalam waktu yang singkat sampai Iqamah itu?"
Pemuda tadi mengusap hidung nya angkuh. "Aku? Kau bertanya padaku? Hahaha! Aku ini gercep asal kamu tahu~"
"Gercep? Asal ngga sering malas-malasan aja, selonjoran di sofa sambil meluk setoples cemilan sama minuman di meja, nonton tv juga. Duh, enak banget ya jadi dirimu?"
"Lho, kayak iri gitu ya, kesannya?" Ia mengernyit heran menatap temannya yang berkomentar ini.
"Sudahlah. Ayo pulang sekarang, Ossan ! Nanti yang lain nungguin kita."
"Cerewet. Kamu pulang duluan aja deh, Mitsu. Aku ntaran dulu, masih pengen di luar."
Nikaido Yamato dan Izumi Mitsuki— Inilah dua sosok yang pertama dan kedua kali masuk menjadi karakter pembuka di cerita ini. Bukannya damai langsung pulang saja, malah seperti tidak afdhol rasanya kalau tak berdebat terlebih dahulu.
Mitsuki berdecak sebal. Lalu menarik paksa lengan Army Coat -Nya Yamato ke belakang.
"Haish, bisa-bisanya cerita ini dibuka olehmu... Biasanya juga pembukanya itu Riku, lho! Mungkin beberapa cerita lain sih ngga, tapi mayoritas pemegang karakter pembuka biasanya Riku."
"Aku juga ngga tahu."
"Mana nyusahin lagi—"
"Itu juga aku ngga tahu. Tanya Airie ajalah—"
Mitsuki spontan melirik tajam Yamato. Ntah kenapa membuat badan Yamato refleks menegang. Ludah dipaksa tertelan begitu saja. "Kau pandai menjawab saja!"
"Ma-maaf, deh..."
Ntah kenapa Mitsuki sudah lelah duluan. Berlari hanya untuk mencari Yamato agar segera keluar dengan kaos putih yang hanya dilapisi sweater diluarnya.Mitsuki menghela nafas lelah.
"Tak usah keras kepala. Nanti malam kita udah mulai tarawih, bantuin bersih-bersih rumah, ayo! Harus malu sama yang lebih muda..."
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOLiSH7 : We're Halal Brader
FanfictionNasihat disertai bukti dalil/sumber hadits. Ngelawak dikit, biar bawaannya ngga serius amat:vvv Buat ini cuma gegara bosan pas puasa. (Padahal tugas banyak, apalagi amaliyah ramadhannya ngeribetin TwT). Jadi Aii ngetiknya pas punya ide dari dal...