1. Pergaulan Bebas

15 0 0
                                    

Suara dentuman musik mengiringi keseruan para anak muda yang sedang berjoget ria dengan alkohol di tangannya. Pesta malam ini memang sedikit gila, anak pemilik club malam sedang berulang tahun sehingga mereka bebas melakukan dan mengambil  apa saja di club tersebut secara gratis.

Satu di antara ratusan manusia, ada satu perempuan yang baru kali ini menginjakkan kakinya di tempat yang selalu orang tuanya larang. Gadis itu tampak tidak nyaman dengan pakaian yang ia kenakan, pemberian teman sebayanya.

Semula ia mengenakan gamis berwarna hitam dengan hijab berwarna coklat muda. Tentu saja hal itu menjadi lelucon teman-temannya. Bagaimana mungkin pergi ke club menggunakan hijab? Hingga salah satu temannya berinisiatif memberikan satu dress berwarna putih dengan lengan terbuka dan panjang hanya sebatas lutut.

Gadis itu menatap sekeliling dengan pandangan bergidik. Banyak kejadian tidak senooh tetapi satu pun tidak ada yang peduli. Terlalu sibuk mengamati, ia sampai tersentak ketika tangannya ditarik oleh salah satu temannya.

"Buruan! Nanti kita ketinggalan sama mereka!"

Kanaya mengikuti langkahnya dengan buru-buru menuju ruangan yang sangat asing baginya. Di sana teman satu kelasnya sudah berkumpul dan saling berjoget ria.

Berkali-kali ia menghindar dan menatap sinis para pria hidung belang yang menatapnya dengan pandangan penuh minat. Menggoda, membuat Kanaya bergidik ngeri.

Gadis itu kembali terkejut ketika seorang lelaki memberikannya satu gelas minuman yang sama sekali tidak Kanaya tahu apa namanya. Dengan ragu, gadis itu menerimanya. Aroma asing langsung menyeruak ke indra penciumannya. Membuat Kanaya reflek menyerngit.

"Lo harus cobain, dijamin ketagihan. Sekali-kali lo harus cobain kayak gini, Ka. Nakal jangan tanggung-tanggung."

Lelaki itu tersenyum tipis. Ia tahu betul bagaimana sifat teman satu kelasnya selama dua semester ini. Kanaya itu tergolong anak yang penakut jika menyangkut orang tua. Tetapi Kanaya juga berani melakukan hal-hal di luar dugaannya. Melepas hijab dan memakai baju pendek walaupun tidak seterbuka sekarang. Padahal pamit dari rumah, memakai gamis dan hijab panjangnya.

Mungkin, Kanaya berpikir tidak ada yang tahu. Tetapi, Sagara tahu. Ketika hendak keluar dengan teman-temannya, Kanaya selalu menyesuaikan pakaiannya. Walaupun itu di luar ajaran orang tua gadis itu.

"Ini nggak bahaya buat gue 'kan? Gue masih mikirin orang tua gue kalo misalnya kali ini gue kelewatan." Kanaya menatap gelas itu dan mata hitam pekat Sagara secara bergantian.

Di tengah kebisingan itu, Sagara menggeleng pelan. "Ini aman, mungkin ada reaksi sedikit. Lo penasaran kan sama rasanya? Minum ini, nggak buat citra lo yang baik hati itu jadi buruk kok, ini hal wajar menurut gue buat anak muda kayak kita yang udah stress sama tugas kuliah."

Gadis berambut panjang sebatas pinggang itu menelan ludah susah payah. Benarkah ini hal wajar? Tetapi kenapa Mama dan Papa selalu melarang?

"Gue nggak mau deh." Ia akhirnya memberikan gelas itu kepada Sagara dan segera ditolak tegas oleh lelaki tersebut.

Sagara menyugar rambut yang sedikit ikal itu ke belakang, mengangkat tinggi gelasnya.

"Ayo, kita minum sama-sama. Gue janji sama lo, kalo lo mau minum ini, gue balas perasaan lo."

Kali ini, Kanaya terdiam. Dari mana Sagara mengetahui perasaannya? Padahal ia tidak pernah bercerita pada siapa-siapa jika dirinya menyukai lelaki itu.

Menyadari perubahan raut wajah Kanaya, Sagara terkekeh pelan.

"Gue tahu lo suka sama gue, nggak usah munafik Kanaya. Kalo lo suka sama gue, itu artinya lo juga harus suka sama dunia gue."

KanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang