4. Dosen?

1 0 0
                                    

Kanaya merebahkan punggungnya pada sandaran kursi. Memejamkan mata sejenak, baru beberapa jam ia berada di kelas tapi sudah terasa lelah. Mata pelajaran pertama baru selesai, dan ia ada dua kelas.

Gadis itu menoleh samping kanannya saat suasana hening. Mereka disibukkan dengan sejumlah buku dan Al-quran. Kanaya memijat pelipis, bahkan di kelas seramai ini hanya beberapa saja yang melakukan hal sewajarnya mahasiswa. Sisanya sibuk berkutat pada kegiatan pentingnya.

Ia hendak keluar, tetapi malas karena jam kedua hanya lima belas menit lagi. Ia memutuskan merebahkan kepalanya pada meja, kemudian memejamkan matanya kembali. Ya, dirinya sangat mengantuk karena semalam harus bangun jam tiga sampai pagi tidak tidur lagi. Perlahan, gadis itu terlelap.

Sampai gadis itu tidak tahu, jika Dosen sudah masuk tepat lima belas menit kemudian.

"Itu yang tidur, ada niatan untuk ikut kelas saya atau tidak?"

Kanaya tidak terganggu sedikitpun saat suara dosen mengudara. Ia malah mengambil posisi lebih nyaman dengan menyilangkan kedua tangannya untuk tumpuan kepala.

"Kanaya Alzena Maharani."

Gadis itu tersentak, ketika suara tegas terdengar lebih dekat dengannya. Sambil mengucek matanya, gadis itu mendongak. Kanaya sampai terhenyak, sebelum ia menyerngitkan dahinya. Heran.

"Lo ngawasin gue sampai sini? Keterlaluan lo! Jauh-jauh sana! Gue bilangin dosen, kalo lo masuk ke kelas sembarangan!"

Semua pasang mata menatap Kanaya, tidak habis pikir dengan mahasiswa baru yang sedikit bar-bar itu. Bagaimana bisa, gadis itu mengatai Dosennya sendiri?

"Keluar, cuci muka dulu. Bila perlu, ambil wudhu sekalian agar belajar kamu tenang. Pelajaran sebentar lagi dimulai."

Kanaya semakin kebingungan, ia menoleh ke samping kiri dengan bahu terangkat satu, seolah bertanya.

"Kanaya."

"Berisik banget si lo? Lagian dosen juga belum dateng, gue mau tidur dulu. Gara-gara semalem bangun jam tiga dan nggak tidur sampai pagi. Lo harusnya maklumi gue dong! Kan, lo tau sendiri gue masih baru," omel Kanaya, hendak menenggelamkan kepalanya kembali, tetapi ia urungkan niatnya.

"Mau ikut pelajaran, atau saya laporin ke orang tua kamu?"

"Nggak! Enak aja!"

"Lo bukan siapa-siapa Farhan, jadi stop bertindak seolah lo bagian dari keluarga gue," lanjut Kanaya menggebu.

Farhan menggeleng pelan. "Saya Dosennya."

Lelaki itu mengambil langkah mundur kembali ke tempat semula. Mengeluarkan laptop, menyempatkan menatap Kanaya sekali lagi yang masih terlihat syok. "Bisa habis jam saya jika meladeni kamu, cepat keluar cuci muka dan kembali jika masih ingin ikut pelajaran saya."

Kanaya membeku, lidahnya mendadak kelu. Ia kehilangan kata-kata, wajahnya merah padam menahan rasa malu sekaligus jengkel. Perlahan tapi pasti, ia berlari keluar kelas. Apa katanya? Dosen? Kanaya tidak pernah menyangka itu!

Farhan hanya bisa menghelah napas, kembali menatap mahasiswanya.

"Kita mulai pelajarannya."

Sementara Kanaya segera mencuci wajahnya, merutuki kebodohannya pagi ini. Ini bukan pertemuan pertama dengan Farhan, kenapa ia baru menyadari jika lelaki itu Dosennya?

Merapikan kembali hijabnya, gadis itu mengatur napas. "Oke, nggak apa-apa. Anggap aja kemaren sama tadi nggak pernah terjadi."

Dengan langkah mantap, gadis itu kembali ke kelas. Ia tidak ingin mencari perkara dengan membolos dari Farhan. Lelaki itu punya koneksi dengan orang tuanya.

KanayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang