Aku pernah memohon untuk ceritaku agar orang-orang bisa tersenyum kala membacanya, dan ya... Dia mengirimkannya.
Kamu siapa?_____
"Ra, kenapa?"
Fadlan berbisik seketika di tengah film, benar saja. Aku sedang tidak baik-baik saja, perutku sakit karena halangan itu, palang merah. Entahlah bagaimana menyebutnya, yang kulakukan hanya bisa meremas perutku menahan rasa sakit itu. Astaga, durasi filmnya 'kan masih lama.
"S-sakit..." cicitku.
"Hm?"
Fadlan tidak mendengar suaraku yang dipelankan sekecil mungkin karena takut mengganggu kenyamanan penonton, cowok itu mendekatkan telinga dan aku kembali berbisik.
"Sakit..."
Fadlan akhirnya mengerti lalu dia menatapku "sakit perut?"
Aku melakukan anggukan kecil dengan mata terpejam.
"Mau ke toilet ga?"
"Bukan sakit yang 'itu',"
"Masih bisa nahan?" ekspresi Fadlan terlihat khawatir.
Tapi akhirnya aku mengangguk saja, seketika botol air ada di depan wajahku. Fadlan memberi air, setidaknya untuk menahan rasa sakit perut ini. Aku tersenyum, ingin berterimakasih namun tak kuat berucap jadi hanya menerimanya. Setelahnya mereda dan film semakin seru.
_____
Film telah usai, kulihat teman-teman Fadlan mengobrol dengan gadis-gadis mereka. Sayangnya aku tak kenal jadi tak bisa mengobrol selain bersama Fadlan, di detik-detik momen itu kami berfoto. Setelahnya aku malah benar-benar ingin pergi ke kamar mandi.
"Em, Lan," panggilku.
"Iya, Ra?" Fadlan menyahut saat kami sedang berjalan di lorong, keluar dari studio.
"Mau ke WC," keluhku.
Fadlan sempat tertawa kecil "ya udah, aku tungguin,"
"Beneran? Tapi nanti ketinggalan yang lain,"
"Iya, gapapa. Tas?"
Fadlan mengulurkan tangan, meminta tas selempang yang aku gendong untuk dititipkan padanya. Setelah berterimakasih, aku segera pergi untuk buang air sesekali merapikan kain kerudung di depan kaca besar yang ada di sana.
"Sori, lama ya?" ucapku.
"Nggak kok," balas Fadlan.
Kami melanjutkan perjalanan pulang, keluar mall. Akhirnya aku pulang pada hari itu, waktu yang menunjukkan pukul 5 sore. Ojek online membawaku pergi sampai rumah dengan selamat akhirnya, tapi tatapan Laura sudah mencurigaiku saja.
"Dari mana, mba?"
"Main,"
"Sama siapa?"
"Temen,"
"Temen siapa?"
"Ya temen, kenapa si?"
"Kemana?"
"Ke rumahnya,"
"Kenapa aroma bioskop yang kecium ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Segaris Lengkung Manis
Teen FictionBelum akhir, ini baru awal dari kisah baru Zara di umur 18 tahun. Hanya tinggal 1 langkah, namun terasa berat. Tapi tak lepas dari segala teori dari imajinasi melalui seseorang yang menjadi inspirasi tulisannya. Teori VII, Angin. Benar, Angin. Yang...