04. The One"Wait—what? Gue jadi orang gila?"
Adalah pertanyaan pertama Freya setelah ia ngemper di depan perpustakaan bareng anggota Dream Theater. Gadis berambut ikal itu menatap tidak percaya pada Ais yang baru saja menjelaskan karakter yang masih tersisa.
"Dia nggak gila seperti yang lo pikirin, Frey," kata Ais, dengan lapang hati menjelaskan.
"Kalau lo nggak mau, kita bisa cari orang lain," ujar Putri. Gadis itu masih setia menyemili kuaci bersama Cakra. Kali ini Dion dan Setha juga bergabung, saling berebut biji-biji bunga matahari itu dengan sengit.
"Gue emang pengin gabung sama kalian. Tapi nggak jadi orang gila juga."
"Hayoloh, nanti lo pake baju compang-camping, rambut gembel, cemong, bau sampah," Setha malah meledek. Cowok itu ikut bicara tapi matanya menatap pada Dita yang diam saja sambil memainkan ponsel. Dia sedang menyusun rencana melempari cewek itu dengan kulit kuaci.
"Amon!"
"Nama gue Setha ya, Mbak Frederica!"
"Don't call me Mbak, gue masih lebih muda dari lo!" Freya berseru, merasa berang.
Setha mencebik. Menirukan cara bicara Freya dengan ekspresi dibuat-buat. Walau tanpa suara, itu tetap saja terlihat sangat menjengkelkan.
"Pintu gerbang di sebelah sana," tau-tau Dion menunjuk letak gerbang. Membuat atensi 6 orang di tempat itu berpindah padanya. "Kalau lo nggak mau, mending pulang."
Dion sudah bersabda. Maka yang lain kicep seketika. Cakra dan Putri saling senggol. Yang laki-laki menunjuk-nunjuk kecil Dion, lalu mereka cekikikan seolah bangga.
Freya? Gadis itu melongo. Ini adalah sebuah penolakan tidak langsung yang membuat harga dirinya terluka. "Bukan, bukan gitu maksud gue."
"Terus mau lo apa deh?" Setha menyipitkan mata.
"I mean, gue yang jadi pemeran utama gitu. Yang looks like princess or cute girl. Yang gue banget."
"I mean i mean ya rabbal alamin," balas Setha random. "Nggak ada prinses kyut gel kyut gel! Tokoh dramanya orang gila semua."
"Lo yang paling gila kayaknya, Bang," cetus Cakra yang suara ketawanya sudah di tahap ngik-ngik.
"Setha di luar drama juga udah gila," sambung Dita. Gadis berkuncir kuda itu berdiri. Menyandang ranselnya di bahu. "Latihan baru mulai besok kan?"
Ais mengangguk. "Iya. Biar kita sempet baca naskahnya dulu di rumah."
"Oke. Gue balik dulu, deh," lanjut Dita. Ia beralih pada Freya yang masih merengut gara-gara diledek habis-habisan oleh Setha. "Frey?"
"Kenapa?"
"Lo kalo mau gabung, gabung aja. Nggak usah peduli sama si kunyuk ini," ujar Dita, menunjuk pada Setha yang langsung melotot padanya. "Gue duluan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way We Go
Teen FictionThe Way We Go: Dream Theater Klub teater sekolah terancam dibubarkan. Tidak adanya kegiatan dan partisipasi klub itu membuat banyak guru beranggapan bahwa anggotanya hanya buang-buang waktu. Karena hal itu Ais ingin membuat klub itu aktif kembali. T...