06. 1/7Karena terlalu memikirkan klub teater dan acara OSIS yang diberitahukan oleh Aidan, Ais menjadi tidak fokus pada kegiatan sekolahnya. Gadis itu harus mati-matian mengejar pelajaran yang tidak ia ikuti dengan baik. Tugas-tugasnya menumpuk, nilai ulangan hariannya pun menurun. Ais seperti dikejar-kejar.
Rasa lelahnya makin buruk. Akhir-akhir ini Ais juga kekurangan jam tidur. Beberapa kali ia kena teguran karena kedapatan tidur di kelas.
Bel istirahat selesai berbunyi waktu Ais kembali menelungkupkan kepala di meja. Rasa kantuk membuatnya terlelap dalam waktu singkat. Ia baru membuka mata ketika cahaya jendela yang meneranginya tertutup tirai.
Gadis itu mengerjap, mendapati sebuah lengan tengah berhati-hati menggeser posisi tirai.
"Dion?"
Si pemilik nama menoleh. "Loh, malah bangun?"
Ais terkekeh. Tawanya terlihat aneh karena bersanding dengan mata sayu berlingkar hitam di sekelilingnya. Wajah gadis itu juga terlihat lebih pucat dari biasanya.
"Sorry," ujar Dion tak enak hati. "Gue pergi deh, lo tidur lagi aja."
Gadis itu menggeleng. "Gue udah nggak ngantuk."
Dion menggaruk tengkuk, kikuk. Tidak beranjak dari tempatnya sampai Ais menepuk kursi di sebelahnya.
"Sini, duduk."
Satu hal yang Ais sesali, karena begitu Dion duduk di dekatnya, aroma parfum cowok itu membuatnya penasaran. Selain karena wangi, aroma itu membuatnya kembali mengantuk. Gadis itu menggelengkan kepala cepat, mengenyahkan dorongan mengendus baju Dion lebih dekat, juga untuk mengusir rasa kantuk yang kembali menggelendoti matanya.
"Lo sakit?"
"Eh? Enggak kok. Gue cuma susah tidur akhir-akhir ini," jawab Ais cepat. "Emang kenapa? Muka gue serem banget ya? Kayak zombie?"
Pertanyaan yang membuat sosok di sebelahnya tertawa. "Nggak. Lo masih cantik kayak biasa."
"Eh?"
"Hah?" Dion mengeram dalam hati. Merutuki dirinya sendiri karena harusnya kalimat itu hanya terucap dalam hatinya.
Ais mengerjap. Mencoba mencerna kalimat yang baru saja cowok itu ucapkan.
"Gue mau nanya soal properti buat pentas," kata Dion tiba-tiba. Ketara sekali mengalihkan topik pembicaraan. "Kita belum ngomongin itu dari awal."
"Oh iya!" Ais mengaduh. "Kenapa gue nggak kepikiran coba. Duh, mana udah lumayan mepet. Nanti deh, gue bahas sama Aidan. Kalau udah kita omongin bareng sama anak-anak."
"Sip."
Ais buru-buru mencari ponselnya. Ia menghubungi Aidan lewat pesan singkat.
Melihat hal itu, Dion berinisiatif membelikan gadis itu minum. "Gue ke kantin dulu, Ay."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way We Go
Teen FictionThe Way We Go: Dream Theater Klub teater sekolah terancam dibubarkan. Tidak adanya kegiatan dan partisipasi klub itu membuat banyak guru beranggapan bahwa anggotanya hanya buang-buang waktu. Karena hal itu Ais ingin membuat klub itu aktif kembali. T...