02.

53 8 0
                                    

Take me, even to be extras in your life

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Take me, even to be extras in your life.



02. I Found You

"Gimana, Pril? Lo kan pernah ikut club kita taun lalu," Ais masih mencoba membujuk April sejak dua hari lalu.

Aprilia Nawangsari ini pernah jadi kebanggaan teater sekolah. Kemampuan berlakonnya tentu jauh di atas Ais yang dulu sering ditunjuk jadi tukang gulung kabel atau paling banter jadi figuran yang tidak kebagian dialog. Sebab keluarnya April dari club juga masih simpang siur. Jadi Ais berinisiatif mengajaknya kembali.

"Ayo gabung lagi."

"Gue nggak mau ah, Ay. Nanti gue ikut keseret sama skandal kalian."

"Skandal yang mana sih?" tanya Ais setengah kesal. "Kita semua juga udah tau kan kalau Kak Abi nggak salah apa-apa. Toh Kak Abi juga udah nggak di sini."

April tetap menggeleng enggan. "Sorry, Ay. Tapi gue udah ikut ekstra lain. Jangan ganggu gue lagi, ya!"

Ais memandang kecewa pada kepergian April. Gadis itu menatap sisa poster di tangan, lantas kembali berjalan menyusuri koridor.

Ini sudah hari ketiga dan mereka bertiga belum juga mendapat anggota baru. Alih-alih bergabung, siswa lain malah merendahkan mereka habis-habisan. Club nggak berguna, ngabisin tempat lah, bahkan kata flop pun disematkan.

Guru-guru bahkan sangsi. Merasa lebih baik club teater dibubarkan sekalian. Toh, masih ada club-club lain yang lebih pontensial dan "berguna".

Ais baru berjalan menuju kelas ketika matanya tak sengaja melihat poster miliknya tertempel di mading sekolah.

"Loh kayaknya gue nggak masang poster di sini deh. Anak mading juga nggak ngizinin dari kemarin," gumamnya heran. "Apa Putri atau Dita yang masang?"

Pertanyaan-pertanyaan itu tidak bersarang lama di kepala karena Ais sudah lebih dulu mengabaikannya. Ia melanjutkan perjalanannya ke kelas. Jam istirahat ke sekian yang ia habiskan untuk mondar-mandir tidak jelas.

Ais kembali ke tempat duduknya. Kelas terlihat sepi. Waktu Ais minum dan melihat sekeliling, hanya ada tiga orang temannya di dalam. Gadis itu memilih menenggelamkan kepalanya di meja. Mengeram kesal sambil menghentak-hentakkan kaki di lantai.

Ia baru berhenti sewaktu ada yang menarik selembar poster yang tergeletak di bawah sikunya.

Ais mendongak. Mendapati Dion, teman sekelasnya, sedang melihat posternya. Dari sekian banyak orang yang menerima poster itu, hanya Dion yang melihatnya dengan serius. Ais tidak tau harus mengumpat atau bersyukur.

Hubungannya dengan Dion tidak buruk tapi juga tidak akrab seperti teman yang lain. Cowok itu lebih banyak diam di kelas. Jarang ikut kegiatan bersama, sering bolos praktik olahraga. Hobinya dipanggil guru BK karena tampilannya yang berantakan. Rambut kepanjangan lah, dasi yang tidak dipasang rapi, kemeja tidak pernah dikancing, ikat pinggang tidak dipakai. Untungnya, cowok itu tidak punya sifat seurakan penampilannya.

The Way We GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang