07.

23 5 2
                                    

07

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


07. Pain

Persiapan pentas drama untuk HUT sekolah makin matang. Selain para pemeran dan lakonnya, properti pertunjukkan juga sudah mulai disiapkan. Semua yang makin terlihat sempurna membuat Ais makin
gugup ketika menyadarinya.

Mereka bisa berproses sejauh itu. Sesuatu yang tidak pernah Ais duga. Dion yang ia kira bakal malas-malasan karena terpaksa, malah jadi yang paling rajin datang untuk berlatih. Cowok itu bahkan dengan senang hati menjadikan rumahnya tempat latihan. Kata Cakra, rumah Dion sudah diakusisi menjadi markas besar mereka.

Selain Dion, seorang yang tidak diduga bakal niat banget dari project ini adalah Setha. Dia jadi yang paling rewel pada awalnya, namun akhir-akhir ini malah Setha yang paling gembar-gembor soal jadwal latihan. Dia selalu menyempatkan diri datang kalau tidak ada bimbingan belajar.

Cakra masih sama. Bocah bongsor itu, walaupun menjadi vacuum cleaner makanan ringan di tiap pertemuan, masih menjadi yang paling semangat latihan.

Dita dan Putri? Jangan ditanya.

Freya? Ais sampai sering berdecak kagum tiap mereka sedang bersama. Walaupun setiap hari ada saja hal tentang Freya yang diledek oleh Setha, cewek itu punya kesabaran yang berkebalikan dengan Dita. Kalau kesabaran Dita itu tisu dibagi tujuh, kesabaran Freya itu semacam multipleks kualitas nomor satu.

"Gue ke toilet dulu, ya. Lo gapapa kalau latihan sendiri dulu?" Freya berujar sewaktu hanya ada mereka di ruang kesenian.

"Gapapa. Dion bentar lagi balik, yang lain pasti lagi jalan ke sini."

"Oke deh, gue bentar doang kok," ujar Freya, mengakhiri percakapan mereka. Gadis berambut ikal itu buru-buru berjalan ke luar.

Ais kembali membaca teks di naskah. Meneliti apakah ada yang salah dalam hafalannya. Kemudian ia kembali berlatih sendiri. Mengucapkan dialog-dialognya seekspresif yang ia bisa.

Dialog terakhirnya berbuah tepuk tangan dari sosok yang beberapa waktu lalu menyimak. Hal itu membuat Ais buru-buru menoleh. Ia meringis malu begitu menyadari bahwa yang memberinya tepuk tangan adalah si Ketua OSIS yang tidak pernah akur degannya.

Aidan duduk di salah satu bangku, tepat di depan tempat Ais latihan. Cowok itu tersenyum padanya, kali ini bukan senyum remeh atau senyum mengejek yang biasa dia tunjukkan.

"Gue nggak nyangka lo bisa sekeren itu," katanya. Membuat Ais mengerjap tidak percaya.

"Lo... muji gue?"

"Apresiasi atas kerja keras lo."

Cowok itu berdiri. Berjalan mendekati Ais yang masih berdiri di tempatnya. Gadis itu makin bingung sewaktu Aidan mengulurkan sebotol air mineral dingin.

"Buat gue?"

"Bukan, buat drum di belakang lo," kata Aidan kesal. "Ya buat lo, Nyai!"

Hal itu memancing gelak tawa lawan bicaranya. "Thanks, anyway. Beneran makasih, makasih banyak."

The Way We GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang