05.

46 7 5
                                    

Kita bisa memulai sesuatu dengan mudah, yang sulit adalah menyelesaikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kita bisa memulai sesuatu dengan mudah, yang sulit adalah menyelesaikannya.

05. Start

Ais menatap canggung pada punggung cowok yang mengenakan sleeveless longgar dan celana pendek di depannya. Cowok itu tengah menaruh sapu ijuk. Sepertinya waktu Ais datang, ia baru saja selesai menyapu.

Mengalihkan atensinya dari Dion, Ais mengedarkan pandangan pada halaman depan rumah cowok itu. Keduanya sedang berada di carport, tempat sepeda Ais terparkir bersebelahan dengan Beat Deluxe milik Dion. Rumah Dion tidak memiliki pelataran yang luas. Namun rumah itu terlihat asri dengan ditanami beberapa jenis tanaman hias. Di depan teras, banyak pot-pot berisi sukulen dan beberapa jenis kaktus lain. Salah satu pagar depan ditumbuhi tanaman rambat.

"Lo mau pake seragam itu aja apa mau ganti?" Pertanyaan Dion kembali membuat Ais beralih padanya.

"Gue nggak bawa baju ganti."

"Mau pinjem punya gue nggak?" tawar Dion santai. Walau kemudian cowok itu merutuk dalam hati karena merasa ucapannya terlalu blak-blakan untuk dikatakan pada perempuan. "Sorry, gue nggak bermaksud macem-macem. Gue mau bantu aja. Takutnya lo malu kalau nanti ketemu anak yang lain."

"Nggak apa-apa, Yon. Santai aja," tanggap Ais. Pipinya masih bersemu karena malu setengah mati. "Emang lo nggak keberatan kalo baju lo gue pinjem."

"Nggak kok," Dion berujar begitu. Lantas masuk rumah untuk mengambil baju yang mau ia pinjamkan.

Cowok itu kembali tak lama kemudian. Membawa sebuah kaos dan celana training panjang. Lalu menunjukkan letak kamar mandi pada Ais, kemudian menunggu di luar.

Setelah selesai mengganti baju, Ais berjalan ke luar. Ia sengaja memperlambat langkah kemudian berhenti saat melihat beberapa foto berpigura kayu di salah satu dinding ruang tamu.

Ia melihat banyak foto Dion dengan jersey basket. Senyumnya nampak lebar, seolah bangga dengan tiap medali yang tersemat di lehernya.

Sosok yang menemani Dion di foto-foto itu hanya laki-laki berperawakan tinggi yang selalu terlihat tersenyum bangga. Ais pernah melihat sosok itu waktu penerimaan raport kelas 10. Ia mengenalnya sebagai Ayah Dion.

Satu-satunya foto yang memuat figur Ibu berada di tengah foto lain dengan ukuran frame paling besar. Dion masih bertubuh mungil di sana, dipanggu sosok wanita bertubuh kurus dengan sorot mata sayu. Ayahnya merangkul mereka.

"Gue udah ngasih tau Setha buat ke sini," ujar Dion, membuat Ais cepat-cepat berjalan ke teras. "Dia juga mau ngabarin yang lain."

Ais mengerjap tak percaya. "Lo punya nomor Setha?"

Dion meringis. Mengangguk sekenanya. Malas mengatakan bahwa Setha yang lebih dulu meminta nomornya, kemudian mengiriminya pesan singkat berupa"P" berkali-kali hingga Dion memblokir nomornya.

The Way We GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang