Part 4 Sadis
Meera mengeluarkan sebutir tablet yang masih tersisa. Ya, obat itu adalah obat penurun panas untuk Davina. Ia tahu sang tuan bahkan tak peduli dengan sakit yang sungguh-sungguh diderita oleh Davina dan bersikeras bahwa itu adalah kepura-puraan gadis itu. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah membantu menyembuhkan demam Davina.
“Apa ini?” Mata Galena menyipit.
“Hanya vitamin.”
Galena mendengus. “Kau pikir aku percaya?”
“Saya tidak berbohong, Nona. Davina sedang sakit, jadi saya hanya mencoba membantunya.”
Galena menyambar tablet obat tersebut.
“N-nona?”
“Aku akan melaporkan kelicikanmu pada Dirga. Jadi siapkan dirimu untuk dipecat dari rumah ini.”
Meera menggelengkan kepalanya tak berdaya. “N-nona?”
Galena melotot penuh peringatan. Menggunakan ujung telunjuknya untuk mendoorng-dorong kepala Meera. “Kau pikir bisa membodohi kami sebagai majikanmu? Dasar pelayan tak tahu diuntung.”
Meera semakin dibuat tak berdaya, kepalanya tertunduk dalam dan tak berani melawan. Saat Galena melangkah pergi, ia hanya menatap wanita itu yang menghilang dari pandangan. Entah apa yang akan dilakukan sang tuan pada Davina atas tindakannya ini. Ia tak berhenti meminta maaf dalam hati.
***
Dirga mengeluarkan kunci dari saku celananya. Membuka pintu di hadapannya dan melangkah masuk. Kedua matanya langsung menemukan gadis itu duduk di pinggiran tempat tidur. Wajahnya tak lagi pucat seperti kemarin-kemarinnya. Ya, tentu saja karena demam yang sudah turun.
Ada rasa bersalah yang terselip menyadari gadis itu memang sedang sakit. Hanya sedikit, bahkan akan dengan mudah terlibas badai ketika ia memikirkan apa yang sudah dilakukan ayah Davina terhadapnya.
Davina menoleh ke samping dan langsung beranjak menuju sofa. Patuh dan rasa lapar melilit perutnya sejak siang tadi mendorong langkahnya bergerak lebih cepat.
Dirga meletakkan nampan di tangannya ke meja. Mendorong ke hadapan Davina yang langsung mengambil sendok dan mendapatkan suapan pertama. Ya, sudah tiga hari ini Dirga mengurung Davina di dalam kamar. Hanya pria itu yang boleh membawakan makanan ke kamar Davina dan itu hanya dua kali sehari. Pagi dan malam. Davina menahan rasa lapar di siang hari, sementara malam hari tenaganya harus dikuras habis oleh Dirga di atas tempat tidur. Tak peduli seberapa kewalahan dirinya melayani pria itu.
Demamnya sudah turun kemarin. Membuatnya sedikit memiliki tenaga untuk malam ini. Ia harus menghabiskan makanan ini tanpa menyisakan satu butir nasi pun.
Dengan bersandar pada punggung sofa, Dirga mengamati Davina yang sibuk melahap makanan dengan rakus. Ujung bibirnya menyeringai. Setelah apa yang terjadi pada hidup gadis itu, rupanya Davina masih memiliki keinginan untuk hidup. Kita lihat saja, sampai berapa jauh gadis kecil dan lemah itu akan bertahan.
***
Galena sudah mengangkat tangan untuk mengetuk pintu kamar Davina, tempat Dirga berada. Tetapi sekelebat pikiran mendadak menahannya. Mungkin saja Meera berbohonh?
Kembali ke kamar, Galena mencoba menghubungi salah satu temannya yang bekerja sebagai seorang medik.
"Kau sudah menerima pesanku?"
"Ya."
"Obat apa itu?"
"Penurun panas."
"Kau yakin?"
"Kau meragukanku?" Ada nada canda yang terselip.
"Oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelayan Sang Tuan
RomanceNext Story Saga Sesil Banyu Dirgantara & Davina Riley Davina Riley, harus membayar nyawa yang nyaris dan sudah dilayangkan oleh sang ayah, Jimi. Sebagai pelayan Dirga. *** "Davina Riley?" Mata gadis itu mengerjap-ngerjap, seolah menahan rasa kantuk...