Chapter 14.

413 121 36
                                    

Minji perlahan membuka matanya yang berat. Ia melihat bantalnya, gulingnya, dan... ini kasurnya. Ia pelan-pelan sadar bahwa ia semalam tidur di apartemennya, bukannya dibawah payung minimarket atau di tempat sauna.

"Apa yang terjadi semalam?" Minji menggunakan tangan kanannya untuk menopang tubuhnya bangun. "Aku tidak bisa mengingat apapun kecuali makan bersama Joyoung."

Langkah kaki Minji yang pelan membawanya ke dapur. Ia menekan tombol dispensernya untuk menuang segelas air hangat. Minji duduk di kursi makannya sambil meneguk air mineral itu. Ia melihat ke tubuh bagian bawahnya.

"Setidaknya aku masih berpakaian utuh, berarti tidak terjadi sesuatu yang aneh," ia mengangkat bahunya, benar-benar tidak punya petunjuk ke arah sana.

Biasanya Minji membutuhkan waktu cukup lama untuk mengingat apa yang terjadi selama ia merasakan pengar. Ingat bukan berarti ingat secara keseluruhan. Hanya beberapa bagian kecil saja. Tuhan tidak membuat Minji sempurna dalam hal kepintaran. Ia mahir mengingat kejadian yang disadarinya, tapi buruk mengingat kejadian saat dia mabuk.

Minji mencari-cari ponselnya, tapi ia lupa ponsel dan laptopnya masih hilang. Ia memukul-mukul kepalanya sendiri.

"Aku mau cuti hari ini, tapi aku tidak bisa mengabari bosku. Astaga, kenapa hidupku akhir-akhir ini penuh dengan drama yang menyebalkan," ia mengumpat kesal.

Akhirnya Minji memutuskan untuk memasak sesuatu karena perutnya keroncongan. Ia tidak peduli apa kata orang-orang hari ini. Kepalanya masih pusing dan moodnya juga masih buruk. Sebaiknya tidak usah bekerja atau kuliah karena ia akan menyemprot semua orang yang mengajaknya bicara dengan omelan.

Setelah makan, Minji membersihkan apartmennya kemudian mandi. Tidak terasa sudah memasuki jam makan siang.

Bel pintunya berbunyi. Ia tidak ingat ada teman atau kenalannya yang ingin mampir ke tempatnya. Minji meletakkan handuk kecilnya yang ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya lalu membuka pintunya.

Seorang pria berjas hitam, kemeja putih dan dasi hitam berdiri dengan tegap. Wajah dan tubuhnya jauh dari kesan luwes. Pria itu tidak asing di matanya.

Tunggu, siapa ya dia? Oh! Ya ampun.

"Annyeonghaseyo, Sodam-ssi," sapa Minji, mencoba menjadi ramah hari ini. Matanya menyipit karena terangnya sinar matahari.

"Ne. Annyeong, Nona Shin."

"Ada yang bisa kubantu?"

"Kurasa ini milik anda, nona."

Ia menunjukkan sebuah tas yang ia bawa.

Rahang Minji terjatuh. Ia buru-buru menutup mulutnya karena begitu terkejut. Itu tasnya yang berisi laptop dan ponselnya, ia yakin 100% benar karena ada sticker dengan inisialnya.

"Ya Tuhan, ya ampun. Terimakasih, Sodam-ssi! D-dimana kau menemukannya?? Jika aku boleh tau?" Minji bingung harus berbuat apa saking ia merasa leganya.

Sodam tersenyum.

"Aku tidak tahu, Nona. Tuan Choi yang menemukannya."

"Choi Mujin?"

"De. Semalam ia pulang dan membawa tas ini, kira-kira sekitar jam setengah empat pagi. Beliau tidak tidur dan langsung berangkat ke Mokpo dini hari tadi tepat jam empat."

Hah, bagaimana ceritanya Mujin bisa menemukannya? Tas ini kan dibawa maling? Dan bagaimana dia tau aku kehilangan barangku? Hmm. Banyak sekali pertanyaan. Tapi biar bagaimanapun, aku tidak bisa diam saja. Aku harus berterimakasih kepadanya. Masa depanku ada di dalam benda-benda ini. Ujar gadis itu dalam hatinya.

Options [Nam Jung Do x OC x Choi Mujin] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang