1. Sehari sebelum dimulai.

65 8 4
                                    

Bahagia itu bukan barang, bahagia adalah perasaan. Absurd dan tak ternilai.

****

Aya, perempuan berumur dua puluh sembilan tahun itu, hanya bisa terbengong ketika seorang teman kantornya membahas bagaimana nikmatnya malam pertama setelah mereka menikah. Ia mencoba membayangkan setiap ucapan-ucapan yang keluar dari mulut Sharen, tetapi otaknya belum sampai untuk membahas seberapa nikmat, poor you Aya. Sharen tampak berapi-api menceritakan suasana malam pertamanya yang justru mengundang gelak tawa dari laki-laki bernama Vero.

"Bengong aja lo, Ya." Aya yang dari tadi hanya diam merasa terpanggil ketika namanya disebut oleh Vero.

"Tau ah lo, Ya. Buru nikah gih, nikmat banget, Aya." Ini Sharen yang turut berkomentar menyambung ucapan Vero.

"Mentang-mentang baru nikah lo, nggak usah pamer." Aya mencebik dengan bibir mengerucut tak suka.

Aya tidak tersinggung dengan ucapan teman-temannya itu, pasalnya mereka sudah tahu satu sama lain karakter masing-masing. Aya hanya kesal saja Vero dan Sharen bersekutu untuk menyerangnya dengan membawa status pernikahan. Beginilah nasib di ruangan kantornya ketika ia sendiri yang belum menikah.

"Udah, nanti Aya nggak fokus kerja gara-gara kalian." Itu suara mbak Fallen, perempuan yang menjadi atasan mereka.

Aya mengernyit tajam menatap Fallen yang tiba-tiba membelanya. Biasanya perempuan itu akan menyanjung lalu menjatuhkan dirinya sejatuh-jatuhnya. Aya sudah menyiapkan kasur ketika beberapa saat lagi Fallen akan segera menjatuhkannya.

"Makanya, Ya. Punya pacar tu dibilangin mau serius atau nggak. Kalau nggak mau kamu bisa cari yang lain. Sekali-kali ancam cowok kamu biar segera nikahin. Nggak bosen apa pacaran mulu," komentar Fallen sambil tertawa menyikut Varo.

"Bully aja Mbak, bully gue sesuka kalian," sungut Aya pasrah, lalu mencoba untuk fokus pada layar Komputer yang ada di depannya.

Kalau masalah status perkawinan, sudah dipastikan korban yang paling mengenaskan itu Aya. Gadis itu sudah pasrah jika dirinya akan selalu kena.

Selang beberapa menit dari penyerangan yang dilakukan oleh rekan kerjanya itu, Aya kedatangan sosok Sharen yang bingung mengapa divisi keuangan memintanya untuk melengkapi berkas-berkas untuk pencairan. Aya mengernyit menatap Sharen yang sudah berapi-api sambil menunjukkan ponselnya.

"Gue nggak ngerti deh, ini mbak Sulas ngapain masih nanyain, Ya?" Sharen menunjuk ponselnya kasar. Aya bergidik ngeri melihatnya.

"Selama lo cuti, gue udah beresin sesuai instruksi lo, Ren. Emang divisi keuangan hobi banget cari masalah." Aya bangkit dari tempat duduknya lalu mengikat rambutnya yang tidak seberapa pendek itu.

Ini masih pagi, tapi tim sebelah sudah mau mengajaknya berdebat, cukup Vero dan Sharen yang merusak awal harinya, Tim sebelah jangan. 

"Lo mau ke mana?" tanya Sharen yang sigap mengekori Aya.

"Perang dengan tim sebelah," kata Aya dengan raut kesal.

"Kalau mau perang bawa senjata, Ya." Vero nyambung dengan memberikan file yang baru saja ia print.

"Harusnya nggak perlu diprint lagi, soft file lengkap sampai bukti-bukti sekecil apapun udah gue kirim ke meraka. Go green dong!" Mau tak mau perempuan itu mengambil paksa dokumen yang diberikan Vero. Satu lagi, ia perlu membawa Stabilo untuk mewarnai bagian-bagian yang meburutnya krusial dan penting.

REHABILITASI HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang