2. Hari H

37 7 1
                                    

Bukan tentang seberapa banyak, tetapi seberapa sering.  Konsistensi sangat diperlukan untuk mencapai tujuan.

****

Aya sudah berada di pantry tempatnya bekerja. Ia menyeduh teh tanpa gula, karena hari ini perutnya terasa sangat sakit sekali. Mungkin tamu bulanannya akan segera tiba sehingga badannya sangat tidak nyaman. Sambil menyeruput hangatnya teh, pikirannya melayang ke beberapa hari lalu, saat mbak Fallen menyinggung soal pacarnya.

Terus terang saja mana ada dirinya pacar, boro-boro pacar, yang dekat saja tidak ada. Sesekali biar terlihat tidak jomblo, Aya sering chatan dengan Sim simi aplikasi absurd menurutnya, tapi sangat menghibur, mungkin saat dia berinteraksi dengan apliasi Simsimi itu atasannya mengira dirinya punya pacar.

Sudah berkali-kali Aya bilang ke atasannya itu, jika dirinya jomblo, tetapi perempuan dengan anak satu itu tidak percaya dengan ungkapan Aya.

Itu semua bermula ketika Fallen dan kekuarganya hendak menonton film di bioskop, ia tak sengaja mendapati sosok Aya yang sedang membeli popcorn dengan seorang laki-laki yang Fallen tidak sempat lihat. Setelah itu, Fallen selalu membahas pertemuan mereka meskipun Aya selalu membantah.

"Pagi, mbak Aya," suara yang sangat Aya kenali itu berhasil memecah lamunannya. Aya yang sudah tahu siapa perempuan yang menyapanya itu hanya melirik tanpa menyauti sapaannya.

"Duh, mbak Kalau di sapa tu dibalas dong, jangan sombong. Pantas aja cowoknya ketikung." Setelah mengatakan ucapan yang menurut Aya tidak etis itu, ia langsung berlalu meninggalkan Aya yang siap ingin mengumpat.

Paginya akhir-akhir ini sangat tidak bagus, ia benci ketika ada orang yang berani mengusik paginya yang seharusnya cerah menjadi suram.

Daripada berlama-lama di sana, ia membasuh gelasnya lalu berjalan meninggalkan pantry.

"Ay," panggil seseorang yang membuat Aya mau tak mau menoleh, "Ay, kamu kenapa nggak balas chat aku semalam?" lanjut suara itu.

Aya mengerutkan keningnya menatap sosok lelaki yang kini ada di hadapannya. Perempuan itu membatin, siapa lelaki ini sampai-sampai ia harus membalas chatnya.

"Emang lo siapa, sampai-sampai gue kudu bales chat lo?" Setelah mengatakan itu Aya langsung berlalu dengan langkah cepat.

Aya kesal dalam satu waktu sudah dua orang merusak moodnya pagi ini. Memang lebih baik ia memilih untuk sarapan di luar, jauh dari lingkungan kantor mereka sehingga kemungkinan-kemungkinan untuk bertemu dengan makhluk-makhluk aneh seperti ini sangat kecil.

Aya sudah kembali ke tempat duduknya, mencari file yang baru saja masuk dari bagian perencanaan. Di sebelahnya Sharen sudah disibukkan dengan beberapa pekerjaan yang belum ia kerjakan selama cuti. Vero yang biasanya rajin datang pagi, hari ini izin untuk datang telat karena ia harus ke Dokter Gigi dulu untuk melepas behelnya. Ada Mas Adi yang hobinya mencari daun muda di divisi sebelah, kini tengah sibuk dengan ponsel yang dari tadi berdering. 

Saat ini hanya mereka saja yang ada di pandangan Aya, sebenarnya mereka satu divisi ini isinya delapan orang, mengingat perusahaan ini hanya perusahaan cabang yang berpusat di Kota Bandung. Aya sendiri diterima di Perusahaan ini karena ia kenal dengan beberapa orang yang ada bekerja di tempat ini, katakan saja Mbak Fallen, Perempuan itu dulunya adalah senior Aya di Kampusnya, sehingga informasi mengenai lowongan di tempatnya bekerja sekarang bisa sampai ke padanya.

Untuk proses rekrutkmen sendiri, Aya mengikuti semua proses sampai selesai, seperti yang lainnya. Sangat disayangkan ketika akan tandatangan kontrak justru datang seseorang lagi yang selama tes tidak tampak batang hidungnya. Mereka semua yakin jika orang itu adalah peserta tes jalur jalan tol, alias jalur orang dalam.

Dulu saat pertama kali mengetahui kalau segala sesuatu di dunia ini harus ada orang dalam, Aya sangat kesal dan kecewa. Sekarang setelah paham ia memaklumi hal seperti itu terjadi di lingkungan kerja Swasta, Karena bagaimana pun swasta itu didirikan oleh orang pribadi, atau lebih. Jadi wajar saja mereka memilih pegawai yang mungkin dari kedekatan secara pribadi juga. Beda cerita kalau Perusahaan-perusahaan yang merupakan milik Negara, nah di sini seharusnya Nepotisme harus diberantas, mengingat setiap Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan informasi dan kesempatan untuk mengikuti seleksi masuk ke perusahaan, mengingat Anggaran-anggaran yang tersalur ke setiap perusahaan itu juga merupaka Anggaran Negara.

"Kenapa lo?" tanya Sharen yang akhirnya merenggangkan tubuhnya karena merasa kaku.

"Ketemu makhluk astral, bikin badmood," jawab Aya singkat.

Sharen sudah tahu siapa yang dimaksud, kerena di kantor ini tidak bisa dipungkiri kedekatan tim mereka sangat Solid, Aya sudah hampir empat tahun bergabung di perusahaan ini, begitu juga dengan Sharen yang setahun lebih dulu dari Aya, jadi mereka sudah sangat akrab.

"Yudi? Lia?" tanya Sharen lagi, yang kini sudah mengeser kursi kerjanya yang dilengkapi roda itu menuju tempat Aya.

Aya menggeleng malas, "Asya," lanjutnya pelan.

"Duh, curut kecil itu kenapa sih kudu ikut-ikutan urusan orang lain, pengen banget gue slepet pake duit." Sharen mendengus kesal.

Sharen sudah tahu seberapa mereka kesal dengan Yudi, Lia, Asya dan beberapa orang lagi di kantor mereka. Menurut Sharen mereka itu adalah orang-orang yang tidak profesional. Kalau di kantor mereka ada penilaian sesama Karyawan mungkin Sahren akan  memberi nilai Nol untuk mereka semua.

"Gue tuh cuma nggak habis pikir aja, mereka yang salah mereka pula yang sok ngejudge gue."

"Ya itu namanya lu tetap saingan terberat mereka, Ya." Sharen mengelus bahu Aya dengan pelan. Sedikit menenangkan Aya. Untung saja Vero belum datang, kalau lelaki itu sudah bergabung dia tidak akan tinggal diam dan langsung mendatangi Yudi. Kesabaran Vero setipis tisu, tidak dapat dihalangi.

"Kesel gue, masalah lama dibahas-bahas mulu, orang gue aja udah perlahan lupa," sungut Aya, sambil menekan keyboard dengan keras. Sharen yang mendengarnya bergidik ngeri.

"Yaudah, daripada bahas mereka mending kita mikir, nanti siang kita makan apa?" tanya Sharen yang langsung melihat perubahan ekspresi Aya.

"Eh iya gue hampir lupa, ngomongin ada tempat makan baru di sebelah warung padang depan." Aya beberapa hari ini selalu lupa, untuk ngomong tempat makan itu. Mereka beberapa hari ini sangat Hectic sehingga hanya bisa makan di kantin kantor yang harga dan kuantitas sangat tidak sebanding.

"Yang di mana?"

"Itu loh, sebelah warung padang pak Min, Ada tempat makan baru prasmanan kayaknya. Gue pengen nyoba sendiri, tapi males nyebrang rame banget." Aya nyengir kuda, menampilkan giginya yang rapi.

"Hilih, mau nyebrang aja malas lo, bilang aja lagi nggak berani sendirian ke sana, kenapa nggak ajak Vero?" tanya Sharen yang kini sibuk memainkan ponselnya.

"Males, Vero sok sibuk diajakin malah ngajak cewek lain," ucap Aya, yang kali ini mendapat toyoran dari Vero yang tiba-tiba datang.

"Asal ngomong aja, gue sibuk dikejar mbak Sulas ngerjain laporan akhir. Mana, dari tim lapangam kemarin lupa tandatangan serah terima. Jadi, gue ngejar ke Bandung," jelas Vero yang berhasil mendapat Anggukan dari Sharen dan Aya.

"Jadi, makan siang di mana?" tanya Vero lagi

"Yok kita coba tempat baru itu," ajak Sharen yang disetujui oleh dua orang rekannyaitu.

********

Mohon miif nih, typo di mana-mana,

❤❤❤

REHABILITASI HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang