"Jim!" Teriakan sang adik kembar memanggil Lelaki yang baru saja duduk beristirahat ditempat duduk yang terbuat dari kayu, setelah berjalan Jauh, Hari ini mereka baru saja selesai mengunjungi bangunan bersejarah di Jeju dan berakhir di pantai dekat hotel untuk bersitirahat, dan tentu berbelanja. Tidak ada yang diperbolehkan berenang hari ini.
"Hm?" Jim menghela nafasnya, melirik Minji yang berjalan kearahnya,
"Oppa. Aku ingin membeli baju pantaiii" Suara Minji dibuat seimut mungkin, cih. Gadis ini selalu saja, mereka sudah 3 hari dijeju dan Jim menghabiskan setengah Uangnya untuk Minji. Karna adiknya ini selalu saja meminta dengan cara yang halus. Ayolah, meski kesal Keimutan Minji itu tak bisa Jim tahan.
"Beli pakai uangmu Minji, selama 3 hari ini kau bahkan tak mengeluarkan uang sedikitpun" Jim merasa jenuh dan kesal juga, sudah tau mereka itu masih pelajar tak ada pemasukan tapi kenapa Minji selalu saja membuat Jim bangkrut.
"Untuk apa aku punya Kaka? Kan tugas mu itu melindungiku serta memberiku makan dan uang" Minji berucap, meski kurang ajar terdengar
Jim hanya bisa mengelus dada." aku bukan suami mu sialan, ka-" Suara Jim terhenti ketika Seseorang memberi lembaran uang ratusan ribu, membuat mata Minji seakan berkilauan melihat uang sebanyak itu.
"Pakailah" suara ini. Cih. Dengan segera Minji dan Jim melirik Gadis berambut hitam ini,
"Huaaaaa....kaka ifarku! Aduh, makasih yah, kau memang sangat bisa diandalkan tak seperti kaka ku yang pelit ini, " Minji segera mengambil uang yang Jennie sodorkan, lantas pergi begitu saja setelah berucap jika Jim tak bisa diandalkan. Bangsat. Adik macam apa itu!!!! Uangku menipis karnamu sialan! Kemarin kau belanja uangku kau anggap apa??????
"Kenapa kau berikan dia uang Jennie. Jika begini si mata duitan itu akan selalu meminta apalagi statusmu sebagai kekasihku." Yeah. Malam itu Jennie menerima Jim menjadi kekasihnya, Meski jawabannya hanya singkat namun Jim senang karna Kini Jennie adalah kekasihnya.
"Tidak masalah." Jennie berucap ia duduk disamping Jim,
"Apa itu tidak kebanyakan? Aku akan menggantinya nanti" Jim berucap,
"Tak usah. Meemberinya kertas itu membuat Dompet ku sedikit ringan" Jim sedikit menganga, Apa Jennie sedang menyombongkan diri? Tapi sungguh polos sekali wajahnya,
"Lain kali tidak usah, Kemarilah, apa kau lelah? Maaf aku tak bisa menemanimu tadi, kelas kita berbeda, " Jim menarik Jennie lebih dekat, lantas menggenggam tangan gadis ini seperti biasa.
"Jennie?" panggilan lelaki asing ini berhasil membuat kontak mata Jim dan Jennie terputus lantas keduanya melihat Lelaki yang berdiri dengan wajah menawannya.
Jim terdiam sejenak ketika ia melihat lelaki yang tak asing, ah! Bukan kah dia yang menjemput Jennie kala itu? Bahkan yang berani mencium Jennie di mobil? Gemuruh emosi seakan membawa pada diri Jim, ia memasang wajah sangat dingin namun sorot yang begitu mengintimidasi lelaki ini.
"Sedang apa kau disini?" dengan dingin Jennie bertanya, Lelaki itu tersenyum,
"Hm? Tentu saja bekerja, aku kemari untuk membuka restoran baruku, kau sedang darma wisata? Apa ini temanmu?" Jennie hanya diam,
"Seperti yang kau lihat, " Jennie melirik Jim,
"Aku akan kembali ke hotel." Jennie segera pergi meninggalkan Kedua lelaki ini,
Jim berdiri untuk mengikuti namun tangannya dihentikan,
"Apa kau temannya anak muda?" Jim menghempaskan tangan lelaki ini dari pundaknya,
"Ya." Jim tak banyak berucap dan hendak pergi,
"Baguslah, Dengar, Jennie adalah Calon istriku, Jadi, aku peringatkan agar kau tak mendekatinya. Dia akan segera menikah denganku." Langkah Jim terhenti, ia menggertakan giginya kesal, namun juga tak percaya, Emosinya semakin menjadi, tanpa menjawab Jim segera pergi meninggalkan Dia yang hanya tersenyum penuh arti.