Sunyi, hari sudah larut malam dan orang-orang kapal telah tidur nyenyak karena lelah. Hanya (Name) dan Robin yang masih terjaga, (Name) duduk di railing kapal yang membatasi deck.
Pandangannya menuju langit penuh bintang yang gemerlap, angin malam yang dingin sama sekali tidak mengganggu nya untuk berdiam disana.
"Nona Bermata Merah, kau mau teh hangat?" Suara dari belakang secara tiba-tiba mengejutkan (Name), gadis itu berbalik dan mendapati Nico Robin sudah ada disana dengan kedua tangan kloning nya yang membawa nampan.
"E-Ehm.. Tentu Nico-San–"
"Robin saja."
"Sou, baik." Balas (Name) dengan tersenyum tipis, Ia terlalu canggung dan juga kikuk karena berbicara pada Arkeolog ini untuk kedua kalinya.
"Arigatou, Robin-San. Maaf jika merepotkan." (Name) menerima gelas yang diberikan oleh tangan kloning Robin, mereka pun menikmati minuman hangat secara bersama dengan duduk di railing kapal.
"Tidak masalah. Tidak ada salahnya bukan, menyambut kru baru dengan hangat." Balas ramah Robin, meminum kopi yang Ia buat sendiri.
'Kru? Oh, sejak kapan..'
Lama terdiam dengan larut dalam pikiran masing-masing, diantara mereka tidak ada yang ingin membuka topik sama sekali.
Robin memperhatikan (Name) yang sepertinya larut akan pemikirannya sendiri, wanita berusia 28 tahun itu ingin berbicara ringan untuk mencairkan suasana antara dirinya dan (Name).
"Robin-San, kenapa kau menahan gejolak auramu?" Tanya (Name) tiba-tiba, membuat Robin terbelalak.
Robin seketika menatap (Name) dengan terkejut, dan hanya dibalas tatapan biasa oleh (Name).
"A-Aku.." Tubuh Robin terasa kaku, (Name) menatap dalam manik biru Robin. Aura mengintimidasi seperti menerkam seluruh tubuh Robin sehingga wanita itu sulit bergerak.
'Tidak, ini bukan dari dirinya sendiri.' Batin Robin semakin panik akan jeratan asing yang menyelubungi nya.
Udara di sekitar mereka semakin lama menjadi semakin dingin, angin yang tadinya bersemilir sekarang bertiup sedikit lebih kencang.
Tatapan biasa, namun aura nya terasa berbahaya. Aura di sekitar mereka terasa mencekam, seperti hanya ada kegelapan, dan sinar merah menyala.
'Fyip, (Name) sadarlah!'
"A-Apa? Robin-San? Apa yang–?" (Name) tersadar apa yang dia lakukan setelah disadarkan oleh Rin. Matanya sekarang menunjukkan tatapan gelisah, takut, dan bersalah menjadi satu.
Robin yang merasa bahwa terbebas dari aura intimidasi, bernafas lega hampir terengah. Rasanya Ia seperti menahan nafasnya agar tidak keluar selama beberapa detik. Apa tadi? Entahlah, intinya yang Ia rasa hanya aura yang mencekam.
"G-Gomenasai, Robin-San.. Aku tidak sadar, tiba-tiba saja.." (Name) tidak bisa mengendalikan emosi nya, keringat dingin tiba-tiba mengucur dari pelipisnya.
"Tidak. Tidak apa-apa, ini bukan salahmu, 'kan?" Robin berusaha menenangkan (Name) dengan memegang kedua bahunya, (Name) menatap Robin masih dengan tatapan kalut.
"Itu pasti karena.. Batu Merah Cakrawala yang kau pakai, bukankah begitu?" Robin berterus-terang kepada gadis yang lebih muda 12 tahun darinya.
(Name) langsung terbelalak dengan menatap Robin, Robin memandang nya kembali dengan tatapan meyakinkan. Meyakinkan (Name) agar percaya pada Robin dan mengatakan yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity Series | Axiomatic [Monkey D. Luffy x Readers]
AdventureKamu bertemu dengannya, sungguh beruntung dirimu bertemu dengan pemuda itu. Tanpa dicari, dirinya datang mengubah hidupmu menjadi lebih baik. Dia, Monkey D. Luffy. 👒🍖🏴☠️ "Tolong, bawa aku bersamamu...